16 Des 2025

[Review] Ketika Chat Room Menjadi Ruang Seksploitasi by Tim Flame


 

Judul: Ketika Chat Room Menjadi Ruang Seksploitasi     
Penulis: Tim Flame
Penerjemah: Dewi Ayu Ambarani
Penerbit: Penerbit Haru 
Cetakan pertama, 1 Maret 2023
Halaman: 396 halaman
Format: Paperback
ISBN: 978-623-54-6708-5
Genre: Non-Fiction, Investigasi, Korea Selatan, Kejahatan Siber, Crime 
  Status: Pinjem sama Mama Heka
 

Halo, kami Tim Flame, dua mahasiswi yang bercita-cita menjadi jurnalis.

Persiapan lomba jurnalisme membawa kami menemukan artikel dan tautan yang mengarahkan kami ke sebuah chat room. Dalam ruangan tersebut, video eksploitasi seksual terhadap anak-anak dan perempuan—tanpa pandang usia dan suku bangsa—disebarkan. Kasus ini kemudian dikenal dengan nama Kasus Nth Room.

Buku ini berisi catatan investigasi yang mengungkap Kasus Nth room serta jurnal perjuangan kami untuk menyambung suara para korban pascainsiden.

Kasus ngeri yang memperbudak lebih dari seratus korban ini mungkin akan membuat Anda tersiksa ketika membacanya. Namun, kami harap buku ini bisa menyadarkan bahwa siapa saja bisa menjadi korban eksploitasi seksual dan supaya kita selalu waspada karena pelaku kejahatan itu bisa jadi siapa saja`.

Salam,

Tim Flame 



Hellow, Ilman dan Zi...

Setahun sebelum aku menulis ini, aku pernah ngobrol sama Tante Putri. Dia cerita tentang aplikasi chat Telegram yang disalahgunakan sebagai ruang seksploitasi di Korea Selatan dan sempat ramai dibahas di platform Twitter. 

Di platform Twitter itu banyak bertaburan tangkapan layar dari chat room itu yang kalo aku mau cari tahu, aku bisa lakukan itu. Tapi karena aku juga sibuk dengan kerjaanku, aku nggak sempat nengok-nengok sampai hari ini. Begitu ada tawaran untuk pinjam buku ini, aku bersyukur karena aku tidak pernah sempat nengok-nengok topik itu di Twitter. Mentally exhausted pastinya.


Di buku yang ditulis Tim Flame ini memang nggak diposting isi tangkapan layarnya. Mereka hanya menulis sejauh apa seksploitasi itu dilakukan. Jadi ada chat room di Telegram yang disebut Nth Room yang berisi video dan foto pelecehan seksual terhadap perempuan, terutama pada anak-anak dan remaja. Ada yang dipaksa melakukan adegan tertentu (di bawah ancaman tentu saja) dan ada juga yang diam-diam direkam. Ini semua mengerikan memang. Hanya sebatas diceritakan itu aja, udah membuatku mual-mual. Apalagi kedua penulis ini yang bener-bener masuk ke dalam ruangan itu untuk melakukan investigasi. Di sana diceritakan dalam 24 jam sehari, ruang chat itu benar-benar sibuk dan terus saja ada video baru yang diunggah dan dikomentari dengan kasarnya. Nggak sedikit penuh fantasi vulgar yang sungguh busuk.

Awalnya, ketika kedua penulis ini melakukan investigasi, mereka menghubungi Biro Pusat Keamanan Siber Badan Kepolisian Nasional untuk melaporkan penyebaran video ini. Tanggapan si biro? "Apakah Anda korban?" karena mereka bukan korban, mereka berdua ini dianggap tidak layak melapor T__T

Semangat Tim Flame tidak runtuh hanya karena diperlakukan seperti itu. Mereka berdua mendatangi kantor polisi setempat, ke bagian "Tim Investigasi Siber" untuk menunjukkan beberapa video eksploitasi tersebut sebagai bukti adanya kejahatan itu dan alhamdulillaah, mereka cepat tanggap untuk meneruskannya ke Badan Investigasi Nasional. 

Usaha kedua penulis ini membuahkan hasil, sebab mulai diliput juga oleh media. Gunanya apa? Untuk meningkatkan kewaspadaan bagi para perempuan. Korban juga mulai banyak yang pada akhirnya speak up. Pelakunya pun nggak sedikit yang ternyata orang dekat mereka selain orang asing yang belum dikenal korban. Pelaku utama (pemilik chat room) berhasil dipenjarakan, beritanya juga banyak di internet. Namun kejahatan seperti ini tuh sebenernya sporadis. Mati satu tumbuh seribu. Satu ditutup, bisa aja tumbuh lagi seribu chat room baru, sebab pasti ada regenerasinya. 

Surprisingly, tidak sedikit penyebaran video-video ini dilakukan oleh orang yang disebut mantan pacar dari para korban. Misalnya ketika sudah putus pacaran, lalu karena mereka sudah pernah melakukan hubungan intim yang seharusnya tidak dilakukan di saat mereka masih berpacaran, namun sempat didokumentasikan, bisa disebarkan oleh mereka. Jahat? Iya. Nggak bermoral.


Banyaknya laki-laki yang memproduksi, menyebarkan, sampai mengonsumsi foto-foto dan video-video seperti ini membuatku berpikir keras. Mereka nggak sadar gitu, ya, kalo mereka lahir dari seorang perempuan? Segitu kuatnyakah prinsip memuja nafsu birahi sampai rela menghabiskan uang untuk berlangganan video kayak gitu? Ujungnya buat apa? Kenyang? Buktinya mereka makin "lapar". 

Dari sisi mana-mana juga, mau dari sisi moral, agama, sopan santun, etika, ini semua nggak ada pembenarannya. Yang mengejutkan, ketika melakukan investigasi bersama salah satu korban, momen saat korban itu mulai mengerucutkan follower di media sosialnya, "ketemu" dengan salah satu pelaku pengunggah videonya yang ternyata teman dia dalam sebuah kegiatan amal. Jadi si laki-laki ini sering merekam dia lalu mengunggahnya di chat room itu sambil membuka ruang komen, misalnya, "ini perempuan enaknya diapain, ya?" Sejenis itu. Mind blowing banget, kan? Bahwa nggak semua orang yang melakukan kegiatan amal baik punya moral baik juga. Astaghfirullaah. 


Baca buku ini cukup mencekam buatku. Membayangkan kedua penulis ini larut dalam ruang chat itu aja udah membuatku merasa remuk. Cuma sayangnya, ada banyak bagian pengulangan yang menurutku nggak perlu terus menerus dibahas. Maksudku, kan sudah dibahas bagian eksploitasinya. Seandainya mereka efisien dalam menulis buku, 200 halaman cukup sih, menurutku. Sebab sisanya itu pengulangan dan akhirnya aku bosan setengah mati. Pengen DNF tapi sayang juga udah lewat 200 halaman. Semula aku mau kasih rating 3 bintang karena banyak pengulangannya itu. Tapi aku tambahin satu bintang lagi untuk usaha keduanya yang bikin aku respek banget. Sebab setiap hari selama sekian bulan terjun dalam lautan chat penuh eksploitasi itu jelas menguras habis mental mereka, ditambah menuliskannya. Aku salut sama kekuatan keduanya. Sehingga tentang bagian pengulangannya aku maklumi aja. Mungkin mereka masih baru juga dalam menulis, ditambah editor yang mungkin nggak tega buang-buang hasil tulisan penulis ini. 

All in all, setengah-setengah sih aku merekomendasikannya. Semisal pengen tahu sejahat apa modus operandi chat room yang harus diwaspadai, buku ini cukup informatif dalam memaparkan pergerakannya. Bukan tidak mungkin masih ada chat room sejenis dengan platform berbeda. Iblis tuh cuma membisiki, 99%-nya mah manusia-manusia bejat yang jadi pelakunya. Yang pasti, aku peringatkan bahwa pemaparan di buku ini sepenuhnya mentally exhausted triggering. 


Okay. I will end my review here. Besok aku review apa lagi, ya? xD
See you tomorrow. xoxo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

tirimikisih udah ninggalin komen di sini... *\(^0^)/*