Judul: The Slippery Art of Book Reviewing
Penulis: Mayra Calvani, Anne K. Edwards
Penerbit: Paladine Timeless Books
Cetakan pertama, June 2008
Halaman: 190 halaman
Format: E-Book
ISBN: 978-193-33-5322-7
Genre: Non-Fiction, Writing, Books about Books, Reference, E-book, Professional Development
Status: Punya
This book was written not only with the aspiring reviewer in mind, but also for the established reviewer who needs a bit of refreshing and also for anybody--be they author, publisher, reader, bookseller, librarian or publicist--who wants to become more informed about the value, purpose and effectiveness of reviews.
The Slippery Art of Book Reviewing by Mayra Calvani and Anne K. Edwards is the Winner in the category of Reference Non-Fiction in the 2011 Global eBook Awards; Winner in the category of Writing in the ForeWord Magazine 2008 Book of the Year Award; an Award-Winning Finalist in the E-Book Non-Fiction category of the 2009 Next Generation Indie Book Awards, an Award-Winning Finalist in the "Business: Writing & Publishing" category of the National Best Books 2008 Awards, sponsored by USA Book News and an EPPIE finalist in the category of Non-Fiction - Self-Help.
Hellow, Ilman dan Zi...
Aku tahu, seharusnya setelah baca buku ini, aku menerapkan ilmu yang aku dapat dari buku ini. Sebab, di The Slippery Art of Book Reviewing dikupas banget tentang mengulas buku secara profesional secara akurat.
The thing is.. I am no professional of book reviewer. Book reviewer pada dasarnya dibayar untuk menulis ulasan secara profesional dan terstruktur, sehingga calon pembaca buku yang diulas mendapat informasi terkait buku tersebut. Profesional dan terstruktur tuh maksudnya kalo memang ada kekurangan, nggak dibahas dengan kalimat yang menyudutkan buku tersebut, apalagi sampai cerita ke mana-mana soal penulisnya, misalnya.
Di buku ini juga dibahas tentang penggunaan kalimat yang nggak klise saat menyatakan kekurangan atau kelebihan buku (praising the book). Misaaaal... "ini buku paling buruk yang pernah aku baca" atau "ini buku paling bagus yang pernah aku baca di tahun ini". Dipikir-pikir iya juga, ya. Soal terburuk atau terbaik dalam konteks kalimat itu jatuhnya bias, sebab nggak ada parameter ukurannya. Jadi, alih-alih pakai kalimat itu, mungkin bisa dibahas kenapa buku itu kurang berkenan di hati pengulas.
Alhamdulillaah-nya (lho?) di The Slippery Art of Book Reviewing juga dibahas tentang review dari sisi pembaca. Kayak terserah pembaca mau nulis kayak gimana, sebab tidak ada tuntutan profesional. Pembaca kan umumnya beli sendiri bukunya, dia baca, lalu dia ulas. Jadi nggak ada batasan khusus karena dia nggak dibayar untuk mengulas buku itu. Tapi di sana juga dibahas, meski begitu, kalo bisa sih, ya nggak nyudutin banget penulisnya, apalagi sampai bawa urusan personal soal penulis, misalnya.
Baca bagian itu aku kayak ketampar. Sebab, dulu banget, aku pernah nggak suka sama penulis yang ngata-ngatain pembacanya, sampai aku terniat beli satu bukunya, hanya untuk aku... review dengan panjang banget dan jujur. Detail bahkan. Ceritanya sendiri penuh emosi, kayak kita baca diary dia secara terbuka. Bedanya dia punya imajinasi dalam ceritanya itu untuk menghancurkan seseorang yang dia benci itu.
Balik ke The Slippery Art of Book Reviewing. Walau dari sudut pembaca yang membeli bukunya dengan uang sendiri, sebenernya saat pembaca menulis ulasannya bisa jadi bahan latihan sesuai tuntunan, karena siapa tahu nanti ada yang tertarik untuk minta bukunya diulas. Sebab itu yang terjadi pada beberapa kenalanku saat kami semua masih aktif nulis ulasan di blog buku. Ingat, kan, kalo aku adalah bagian dari Blogger Buku Indonesia? Nah, beberapa temanku yang bloger buku aktif sempat dijadikan pengulas buku dari beberapa penerbit. Banyak dari mereka menerima buku gratis untuk dibaca dan diulas lalu dipublish di blog mereka. Ketika penerbit suka, bloger ini akan terus dipakai jasanya dan sebagai bayarannya, dia akan menerima buku gratis. Bahkan mungkin bisa dibayar per tulisan.
Kayaknya aku pernah nyoba buat review satu buku karena dihubungi penerbit, tapi nggak berhasil menyelesaikan bukunya, karena aku menerima buku yang ternyata bukan cangkir tehku. Aku nggak punya cukup energi untuk menyelesaikan buku itu, sehingga aku didenda oleh penerbit, diminta bayar xD
Catatan penting untuk jadi pengulas buku adalah harus siap dengan segala genre buku yang akan diterima dan diulas atau berani menolak buku yang nggak sesuai dengan cangkir tehmu. Risikonya kemungkinan nggak akan dipakai lagi oleh penerbit karena penolakan tersebut. Tapi ada juga kok, penerbit yang fair play, yang sadar penuh bahwa manusia punya selera dan takaran masing-masing. Jika perwakilan penerbitnya teliti, dia bisa aja nandain, misal pengulas A tuh luwes saat mengulas buku bergenre romance, pengulas B lebih ahli di buku bergenre non fiksi, pengulas C bisa dimintain tolong buat mengulas buku-buku yang sesuai dengan latar belakang pendidikannya; misalnya dia seorang dokter -- jadi familiar dengan istilah-istilah kedokteran, dan seterusnya. Berbicara soal profesional, memang kayak harus sanggup "menelan" segala genre dan memuntahkannya kembali dalam sebuah tulisan berupa ulasan yang bisa dicerna dengan mudah oleh calon pembaca.
Satu lagi yang aku highlight dari catatan untuk menjadi pengulas adalah ulasan yang ditulis karena profesinya sebagai pengulas atau reviewer sebaiknya tidak mencantumkan rating buku. Dia hanya "boleh" (ini kesimpulanku sendiri aja saat baca buku itu) menceritakan kedalaman buku ini seperlunya, misalnya kenapa sih, buku ini perlu dibaca? Intinya reviewer boleh punya opini pribadi, tapi harus netral. Dan penekanan kata "netral" ini berulang kali diingatkan penulis, walau si reviewer ini nggak suka sama sekali dengan buku itu. Itu sebabnya, sebenernya nggak mudah kan, untuk jadi reviewer kalo kita suka banget mencela keburukan orang yang walau cuma ada satu, tapi bisa berbab-bab dibahasnya.
Aku butuh waktu lama untuk menyelesaikan buku ini, karena saat mulai baca buku ini, ada banyak yang harus aku catat, mengingat aku ini pelupa. Aku mulai baca buku ini di bulan Februari tahun 2023, nyangkut di bab awal karena aku nggak menyediakan pena dan notes untuk mencatat bagian penting yang niatnya mau aku buat dalam format sketch notes. Karena keinginan terlalu idealis itulah, aku jadi nggak maju dari halaman awal. Sampai akhirnya aku memutuskan baca lagi dari awal (tapi catatan di Goodreads aku biarin aja mulai dari 17 Februari 2023), kayaknya sekitar seminggu terakhir November 2025. Jadi aku selesai baca Thee Slippery Art of Book Reviewing di tanggal 3 Desember 2025, iya, banyak yang aku salin dari sana, yang nantinya, rencananya, mau aku buat versi sketchnotes. Harapannya sih, dengan punya semacam rangkuman ini tuh, bisa jadi panduan aku buat tetap ingat menjaga kenetralan pendapatku terkait sebuah buku. Walaupun menemukan kejanggalan, nggak sampai menyudutkan. Intinya gitu.
The Slippery Art of Book Reviewing juga bahas terkait stars. Seperti pada umumnya, panduannya kurang lebih gini:
ini untuk GOOD to VERY GOOD. Plot characterizations still compelling, the book doesn't "sizzle" as much. Not strongly recommended.
ini untuk MEDIOCRE to FAIRLY GOOD. Has both good and bad qualities. Intriguing plot buat lacks characterization or inconsistencies. Weak plot. Spelling mistakes. Entertaining enough to keep reading.
ini untuk POOR. Poorly written. Poorly edited. Poorly executed plot and no characterization. Full of inconsistencies. Sometimes, DNF (Did Not Finish)
ini untuk TERRIBLE. Not worth reading. Badly written. Not edited at all. Filled with spelling and grammatical mistakes.
Dalam ngasih rating buku, misalnya rating 2 stars, nggak harus semua kriteria itu masuk. Salah satunya aja cukup. Kayak aku kasih rating 1 untuk buku yang aku sertakan tautannya di atas, alasanku adalah "not worth reading". Tapi buku itu juga punya kesan "badly written", "not edited at all". Terkait filled with spelling and grammatical mistakes tidak aku sebutkan, sepertinya aku nggak menemukan kesalahan itu. Tapi karena memang sifat penulisan buku itu TERRIBLE, jadi aku cuma sanggup kasih rating 1, untuk usaha dia menulis.
Oh, ya. Ada lagi. Untuk menggambarkan "jiwa" buku yang sedang diulas, memang perlu mencantumkan quote atau bagian terpenting yang ditulis. Misalnya di halaman berapa yang menarik untuk disimak atau direnungkan. Tulis bagian itu aja. Nggak perlu semua quote bagus ditulis juga. Karena aku pernah menemukan penerbit "memarahi" reviewer (belasan tahun lalu) karena emang isinya cuma quote doang xD sementara orang tersebut udah dipercaya banyak penerbit untuk jadi first reader dan mengulas (bahkan dibayar lebih dari sekadar buku gratis). Pihak penerbit itu kesal karena si reviewer bukannya cerita tentang bukunya, malah banyakin quote dan jatuhnya spoiler. Aku masih inget marahnya pihak penerbit itu. Jadi pas dibahas di The Slippery Art of Book Reviewing langsung teringat karena pernah menyaksikan "kejadian" itu secara "langsung", saat itu percakapannya terjadi di platform Twitter (saat aku nulis ini namanya X). Penerbit terang-terangan memarahi reviewer yang kirim tautan ulasan buku yang diminta penerbit itu di utasnya di Twitter. Pas dicek, isinya quote semua. Marahlah penerbitnya.
Aku ngasih rating 4 untuk The Slippery Art of Book Reviewing bukan karena not highly recommended. Tetep rekomen, tapi aku ngerasa buku ini nggak untuk semua orang. Kalo nggak karena perlu banget, mungkin aku nggak akan kepikiran buat menyelesaikan buku ini, sebab aku lumayan berharap banyak sama buku ini. Tapi setengah buku ke sana, udah mulai kerasa boring. Aku masih bertahan karena hampir bagian terakhir buku dibahas tentang perspektif review yang dibuat oleh pembaca. Kalo nggak karena bagian ini, kemungkinan besar aku DNF, sih. Entah karena mood swing aku kurang oke entah memang jatuhnya aku jenuh xD
Aku tetep rekomen untuk baca The Slippery Art of Book Reviewing kalo pengen dapet ilmu review buku, minimal dapat contoh supaya kalimat yang kita keluarkan nggak seklise "The best book I ever read this year!" Soalnya kalo baru dibaca Januari, ntar di bulan-bulan lain nemu buku yang lebih baik dari yang dibilang the-best-book-I-read-this-year kan jadi saru. Ya, nggak? xD
PS: Aku gagal menyelesaikan 50.000 kata di bulan November karena banyak kondisi yang tidak bisa aku ceritakan. Sepertinya tahun 2025 ini aku gagal dengan beberapa challenge, tapi setidaknya, per hari ini, aku berhasil melampaui target baca yang aku pasang di awal tahun 2025 ini: 45 buku. Bravo me! Alhamdulillaah... Masih ada buku yang mau aku selesaikan baca sampai akhir tahun 2025.
Stay healthy, see you tomorrow! xoxo,










Tidak ada komentar:
Posting Komentar
tirimikisih udah ninggalin komen di sini... *\(^0^)/*