Honeymoon with My Brother - Bertualang Keliling Dunia Gara-gara Putus Cinta
Penulis: Franz Wisner
Penerjemah: Berliani M. Nugrahani
Penyunting: Anton Kurnia
Pemeriksa Aksara: Daniel Sahuleka
Cetakan IV, Maret 2009
Diterbitkan oleh Penerbit Serambi
Halaman: 485 halaman, 15 x 23 cm
ISBN:978-979-024-101-5
Memoar
Siapa, sih, yang nggak patah hati, pas udah deket tanggal menikah, yang harusnya jadi hari paling berbahagia, trus malah diputusin? Padahal sudah sepuluh tahun bersama? Itu juga yang dirasakan oleh Franz Wisner. Saya seakan bisa ikut merasakan pedihnya Franz, ketika ia harus menelpon orang-orang yang sudah diundang untuk datang ke acara pernikahannya. Penulis: Franz Wisner
Penerjemah: Berliani M. Nugrahani
Penyunting: Anton Kurnia
Pemeriksa Aksara: Daniel Sahuleka
Cetakan IV, Maret 2009
Diterbitkan oleh Penerbit Serambi
Halaman: 485 halaman, 15 x 23 cm
ISBN:978-979-024-101-5
Memoar
Saya terhenyak, ketika ia tetap menggelar pesta pernikahan yang tanpa mempelai wanita. Walau semua orang yang hadir berusaha menghibur, saya percaya, hati tidak pernah bisa berbohong, kan? Apalagi bulan madu ke Costa Rica yang sudah direncanakan matang-matang yang tidak mungkin dibatalkan. Yang akhirnya, Annie - mantan calon istrinya itu, lalu digantikan oleh Kurt, sang adik.
Saya begitu menikmati semua hal yang dituturkan oleh Franz di buku ini. Pertama, saya bisa membayangkan emosi campur aduk yang dirasakan oleh Franz. Sebagai orang yang pernah patah hati, rasanya apa yang pernah saya alami, masih tidak sebanding dengan apa yang Franz rasakan. hahaha. Kedua, ketika ia memutuskan untuk mulai menjadi back packer, pasca perjalanan bulan madu pertamanya bersama Kurt, ia memutuskan meninggalkan pekerjaannya. Pastilah orang akan mencibir atas keputusannya itu. Seakan-akan keputusan yang diambilnya bukanlah sebuah keputusan yang normal. Ketiga, bagaimana ia berjuang untuk keluar dari sakit hatinya yang amat dalam itu. Keempat, bagaimana akhirnya ia mendapatkan kembali persaudaraan bersama adiknya itu. Walaupun kakak beradik, ternyata Franz tidak benar-benar mengenal Kurt.
Ternyata, menjadi back packer itu tidak mudah, ya. Tapi, seiring dengan berjalannya waktu, mereka berdua mulai belajar. Lagi-lagi buku ini menunjukkan bahwa nggak ada kata terlambat untuk memulai segala sesuatu. Every clouds has its silver lining, seakan-akan betul-betul dipaparkan di sini. No wonder, buku ini masuk ke Book Oprah's Club. Emang keren.
Oya, karena ada semacam "tuntutan" untuk menulis jurnal perjalanan mereka pada La Rue, nenek mereka, baca buku ini berasa baca diari aja. Tapi bukan sekadar curhat yang tampil, sekaligus informasi yang pastinya berguna kalo suatu saat kita memutuskan buat jadi back packer. Saya suka bagaimana penulisnya bisa ngambil hikmah dengan mengunjungi negara dunia ketiga.
Jujur aja, saya sempat terhenyak waktu saya sadar, bahwasanya Indonesia ternyata termasuk negara dunia ketiga. Hahaha. Soalnya, saya pernah nulis di status pesbuk, quote dari halaman 474-475 yang isinya,
"Seorang temanku mengirim e-mail saat aku berada di Kamboja. Dia ingin tahu apakah negara itu sesuai intuk anak-anak. 'Tentu saja,' jawabku, merasa anak-anak akan senang melihat teman-teman mereka berlarian dengan gembira di depan gubuk-gubuk satu ruangan beratap seng. Mereka bisa belajar banyak dari orang miskin. Begitupula orangtua mereka. Aku tahu, karena aku telah mengalaminya.
Mereka akan belajar bahwa mandi dengan air dingin lebih baik daripada tidak bisa mandi sama sekali.
Mereka akan memahami bahwa dunia tidak dipenuhi oleh double-espresso latte, tetapi susu bubuk dan air panas. Ironis, tapi pesanlah kopi di negara yang terkenal akan kopinya - Kolombia atau Indonesia, misalnya - dan kau mungkin akan diberi kopi instan. Biji kopi terbaik langsung dikirim ke Starbuck atau Folger's.
Mereka akan tahu bahwa sebagian besar penduduk Dunia Ketiga memandang pekerjaan sebagai emas, dan mereka jarang mendengar seseorang mengatakan ini bukan pekerjaanku.
dst"
Ups! Spoiler :D
Bener, kok. Buku ini memang keren. Saya betul-betul menikmati semua cerita dan perjalanannya.
Satu lagi, saya belajar dari ini:
Melihat Annie selama lima menit langsung menghapuskan waktu yang kuhabiskan selama di jalan untuk berandai-andai dan memikirkan tentang membangun kembali hubungan kami.
Seharusnya aku pulang untuk berhadapan langsung dengan dirinya berbulan-bulan yang lalu. Ketika aku akhirnya bertemu dengan Annie, mimpi itu pun mati. Dengan cepat, mudah, tanpa ritual apapun. (hal 419-420)
To tell you the truth, this is exactly just like how I felt, when me and my ex met accidentally couple of mos ago. Hehehe
Untuk buku ini, saya kasih bintang 5, karena ada banyak pelajaran yang saya dapatkan di sini. Buku ini lumayan mengubah cara berpikir saya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
tirimikisih udah ninggalin komen di sini... *\(^0^)/*