Someday when we are wiser,
When the world's older,
When we have learned.
I pray someday we may yet live to live and let live.
Someday life will be fairer,
Need will be rarer
Greed will not pay.
God speed this bright millennium on its way.
Let it come someday.
Someday our fight will be won then,
We'll stand in the sun then,
That bright afternoon.
Till then, on days when the sun is gone,
We'll hang on,
Wish upon the moon.
There are some days dark and bitter
Seems we haven't got a prayer
But a prayer for something better
Is the one thing we all share
(Someday - All 4 One/Mariah Carey)
Halo, Kakak Ilman dan Adik Zidan...
Ini adalah hari terakhir dari serangkaian proyek mudik bareng ke blog sendiri. Terima kasih untuk om @irwanbajang atas ide dan kesempatannya. Sekali lagi, motivasi Bunda ikut ini bukan untuk dapat hadiah, walau, yeah, kalo dapet hadiah seneng banget, ye... Tapi, Bunda ingin berbagi, bahwa ada banyak buku yang Bunda baca telah mengubah hidup Bunda.
Bunda sengaja memilih buku ini untuk menutup serangkaian proses mudik bareng ini. Sejak awal, Bunda nggak tahu gimana caranya bisa bikin review komedi dari semua buku yang Bunda baca. Termasuk, nggak bisa bikin cerita komedi untuk kisah buku-buku Bunda. Jadi, Bunda minta maaf kalo asli garing. Hawhaw...
Nah.. yuk, kita mulai...
Begini. Sejak banyak orang curiga dengan perkembangan Kakak Ilman di usia dua tahun, seperti nggak menyahut ketika dipanggil, belum bisa berbicara alias masih bubbling, nggak berkomunikasi dua arah, menyendiri, dan lain-lain, Bunda makin defensif dan over protective ke Kakak. Bunda menyangkal kalo memang ada sesuatu yang harus dicurigai atas "unresponsive"-nya Kakak.
Kenapa Bunda menyangkal? Sebab, kalo sama Bunda, Kakak mau bertatapan mata. Kalo Bunda panggil, Kakak mau lihat Bunda. Karena Bunda baru pertama kali punya anak, jadi menurut Bunda, ga ada masalah dengan Kakak. Bunda marah sekali pada papa yang berkali-kali membujuk Bunda untuk memeriksakan Kakak.
Sampai suatu ketika, Bunda baca artikel mengenai anak autis yang terlambat ditangani. Makan waktu lebih lama untuk memperbaiki keadaan. Dan itu karena kesalahan orangtuanya yang "denial". Waktu itu, Bunda menangis. Kalau sampai terjadi sesuatu pada Kakak dan itu karena Bunda sibuk denial, maka Bunda-lah yang patut disalahkan.
Maka, Bunda memberanikan diri membawa Kakak ke ahli tumbuh kembang. Kaget banget Bunda. Ternyata, untuk biaya observasi, terapi okupasi, terapi wicara dan terapi perilaku butuh biaya yang sangat besar. Waktu itu, Bunda dan papa nggak punya uang sebanyak itu untuk perilaku. Akhirnya, Bunda berusaha mencari tempat lain yang bisa dijangkau dengan harga lebih murah.
Sampai akhirnya, Bunda ketemu dengan sekolah tempat Kakak bersekolah sekarang. Sampai akhirnya, Bunda tahu bahwa diagnosa Kakak bukan sekadar "speech delayed". Bunda akhirnya tahu, bahwa speech delayed itu gejala dari salah satu ciri-ciri anak berkebutuhan khusus. Sekitar dua tahun lalu, setelah Kakak diperiksa secara intensif oleh salah satu psikiater dari RSHS, Kakak didiagnosa asperger.
Ini PR besar untuk Bunda juga papa. Karena kami berdua buta dan minim pengetahuan mengenai asperger. Ditambah lagi, kami harus menghadapi keseharian kami dengan Kakak yang seringkali tak terduga. Jangan salah. Kakak Ilman amazing banget. Seperti mampu menghafal nursery rhymes "This Old Man" yang panjang itu dan kata-kata berima yang bahkan Bunda aja butuh waktu lama untuk menghafalnya. Kakak melakukannya dalam waktu sebentar. Kakak juga mencoreti dinding dengan bagian-bagian lirik untuk membantu menghafal. Dan itu terjadi di usia kakak yang kelima tahun.
Kakak Ilman bahkan membuat takjub bu guru Kakak di TK Sarijadi, karena di hari kedua Kakak bersekolah, Kakak langsung menyusun balok huruf menjadi sebuah kalimat: T - H - I - S - O - L - D - M - A - N. Masih banyak hal-hal menakjubkan lain yang selalu membuat kami terpana. Kakak sudah kenal dengan mesin pencari bernama Google sejak usia 2 tahun. Kakak bahkan mengetik SMS berbunyi "EVERYTHING", "BONGKAR", "BENTO", dll di usia 2 tahun. Kakak sudah bisa mengetik semua kata di komputer, di usia 3 tahun.
Di sisi lain, kami terkadang lelah kalo harus menghadapi Kakak yang tantrum. Energi Kakak luar biasa sekali kalo sedang tantrum, mengingat usia Kakak masih batita.
Yang Bunda takutkan adalah... Bunda nggak mampu membimbing dan mendidik Kakak sehingga Kakak bisa menjadi orang yang bisa memanfaatkan potensi Kakak. Padahal, dengan seluruh energi dan cara berpikir Kakak, Bunda yakin, Kakak bisa menjadi agen perubahan bagi dunia menjadi lebih baik.
Nah, ketika baca buku ini, Bunda belajar bagaimana mencoba melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain. Bunda belajar untuk tidak memaksakan kehendak supaya Bunda dimengerti
oleh orang lain. Bunda belajar, bahwa orang-orang cenderung punya
pendapat sendiri dan terkadang sok tahu. Untuk bisa tahu perasaan orang
lain, kita memang harus bisa merasakan berdiri di sepatu orang lain.
Kalo nggak salah, peribahasa dalam bahasa Inggrisnya tuh, "standing on
other's shoes".
Sehingga, Bunda tahu, bahwa apa pun keadaan Kakak Ilman, Kakak adalah anugerah untuk Bunda. Untuk papa. Untuk eyang. Untuk adek Zidan. Untuk semesta. Kami diminta untuk mencoba melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain. Sulitnya komunikasi dengan Kakak membuat kami berusaha untuk mencari alternatif cara lain berkomunikasi, sehingga sekarang, komunikasi dengan Kakak lebih mudah.
Dengan kehadiran Kakak Ilman di kehidupan kami, justru membuka cakrawala kami. Bahwa Allah menciptakan manusia secara unik. Kita aja ga pernah tahu. Sejak Bunda mulai terbiasa dengan titel ibu dengan anak berkebutuhan khusus, Bunda belajar mensyukuri segala sesuatu mulai dari hal yang paling tampak sepele. Bunda belajar mengagumi kebesaran Allah, melalui hal paling kecil semisal debu.
Buku apa yang membawa perubahan paling besar dalam hidup Bunda?
Judul: Letters to Sam - Pelajaran dari Seorang Kakek tentang Cinta, Kehilangan, dan Anugerah Hidup
Penulis: Daniel Gottlieb
Penerjemah: Windy Ariestanty
Editor: Ninus D. Andarnuswari
Proofreader: Christian Simamora
Penata Letak: Nopianto Ricaesar
Desain Sampul: Dwi Annisa Anindhika
Diterbitkan oleh: GagasMedia
Cetakan kedua, 2011
Jumlah halaman: xiv + 218 hlm; 14 x 20 cm
ISBN 979-780-510-7
Nonfiksi/Memoar
Reviewnya bisa dilihat di
sini
Quote favorit Bunda yang juga nasihat untuk Kakak Ilman adalah:
“Aku berharap kau sanggup mengubah kemarahanmu menjadi energi untuk berjuang demi keadilan bagi orang lain” —Daniel Gotlieb
Terima kasih, Kakak Ilman. Terima kasih, Adik Zidan. Lewat kalian, Bunda belajar bersyukur dan melihat dunia lebih baik.
Bunda mengakhiri proyek mudik Bunda dengan ucapan: Alhamdulillaahirabbil'alamiin...
*Ditulis dalam rangka mudik ke blog sendiri yang digagas oleh
@irwanbajang. Syarat dan ketentuan ada di
blog penggagas. Makasih, om Irwan!
Cheers! Love you both,
Baru tahu mbak *peluk*.
BalasHapusAku juga sadar waktu baca buku ini, jangan pernah menghina anak yang mempunyai kebutuhan khusus karena perjuangan orang tua atau keluarga mereka nggak gampang.
Jadi ingat perkataan @justsilly waktu anaknya tanya apakah dia autis, kalo nggak salah begini percakapannya:
"Am I autistic mom?".. I said, "No dear, you're just different, but you're special. One day you gonna make everybody proud of u."
Anak adalah titipan Allah, kita harus bersyukur diberi amanah untuk merawat dan menjaganya, dan peluk erat mbak peni akan perjuangannya mempunyai anak yang sangat special :D
waduh... aku malah mewek baca komentar mbak Sulis... *peluk juga*
HapusAku baru baca postingan ini. Kapan2 curhat ah sama teh peni:)
BalasHapusaku nantikan, mbak desty ;)
Hapus