Judul: Pojok Lavender
Penulis: Primadonna Angela
Desain dan Ilustrasi cover: eMTe
Diterbitkan pertama kali oleh PT Gramedia
April 2013
ISBN: 978-979-22-9490-3
Genre: Teenlit, Kumpulan Cerpen, Fiksi
Status: punya, edisi bertanda tangan ^_^
Banyak hal dapat terjadi dalam sebuah kafe. Kafe bisa menjadi latar berseminya cinta sampai patahnya hati, menjadi saksi perselisihan sampai saksi persahabatan yang tulus, tepat seseorang mengembangkan harapan atau mematikannya. Drama kehidupan yang silih-berganti.
Dalam buku ini ada beraneka kisah yang berkaitan dengan Pojok Lavender. Ya, Lavender Rosemary, adik Cinnamon Cherry, juga punya ceritanya sendiri. Tapi apa kisah cintanya akan berakhir indah seperti yang dialami banyak pasangan yang berkencan di kafenya?
Halo, Kakak Ilman dan Adik Zaidan...
Akhir-akhir ini agak bingung mau baca apa, padahal bacaan menumpuk. Terus, reading challenge Bunda di goodreads kan belum sampai 50%. Akhirnya Bunda set ulang demi dapatkan badge lolos. Hahaha. Curang, ya. Tapi, ini jadi evaluasi buat bulan depan. Jangan pasang target terlalu tinggi kalo memang belum mampu.
Terus, Bunda teringat kalo Bunda punya buku ini. Kalo ngeliat blurbnya, keliatannya sih, konsep dan idenya sama dengan Blue Romance. Jadi, Bunda sudah antusias, ingin sekali baca kumpulan cerpen berlatar sebuah kafe (lagi).
Harap diingat, Bunda nggak pernah membatasi genre bacaan. Jadi, teenlit tetap masuk ke selera Bunda.
Buku ini berisi enam belas cerita pendek. Banyak, ya? Iya. Tapi, kebanyakan cerita hanya sekitar dua halaman. Jadi kayak fragmen gitu. Tapi ga masalah sih. Lebih cepat selesai baca cerita itu, biasanya meningkatkan mood baca, karena terasa cepat menyelesaikannya.
Sayangnya, nggak begitu dengan buku ini. Entah kenapa, feel-nya nggak dapet sama sekali. Bunda baca, kok, cerita-cerita ibu Donna yang lain, misalnya How to be A Writer, Kotak Mimpi, juga Satsuki Sensei. Dan Bunda nggak masalah dengan cerita-cerita beliau. Suka.
Hanya di buku ini... Seperti bukan tante Donna yang biasanya. Pemilihan kata-katanya juga terlalu baku untuk genre teenlit yang benar-benar mengambil segmen usia anak tiga belas tahun. Spoiler sedikit, Lavender Rosemary, yang punya kafe Pojok Lavender ini berusia 13 tahun. Nah, ini yang sedikit membuat Bunda merasa bahasanya terlalu "tua" untuk seluruh karakter di buku ini. Ya, Bunda tahu, nggak semua karakter di buku ini seumuran dengan Lavender. Cuma tetep aja, pemilihan cara bertutur ternyata menjadi kunci keseluruhan kenikmatan membaca. #menurutbundayangpembacabiasa
Di buku-buku lain, twistnya terasa banget. Kadang ga ketebak. Tapi, di buku ini, sejak baca cerita pertama, dari bab awal aja udah kebayang cerita ini ke mana arahnya, bahkan endingnya. Dan ini muncul (hampir) di keseluruhan cerita. Ehm. Cuma di cerita berjudul "Hmm.." yang tidak terduga endingnya. Tapi, di cerita ini juga justru Bunda menemukan apa, ya? Sesuatu yang mungkin jadi kritikan atau masukan.
Jadi gini. Tokoh utama di cerita "Hmm" itu, dia pake kata "gue" sebagai kata ganti pertama. Sayangnya, eksekusinya gagal, karena kalimat yang digunakan sedemikian baku, sehingga kurang nyaman bacanya. Kata "aku" rasanya lebih masuk di sini. Maksud Bunda, kalo mau pake kata "gue" sebagai kata ganti pertama, selanjutnya, pakailah bahasa prokem sekalian yang nggak baku, supaya ga berasa belang dan aneh bacanya. Plus, ada sesuatu yang kurang masuk akal di sini. Di cerita ini, ada seorang ibu yang dijambret. Ibu ini kehilangan uang sebesar sembilan juta rupiah. Namun, untuk memudahkan pencarian, ternyata uang ini sudah digambari bunga. Meski seratus ribuan, menggambari uang sebanyak 90 lembar itu lumayan kurang kerjaan, ya. Heuheu. Gapapa, sih. Imajinasi mah boleh aja liar. Cuma itu aja masukannya. Kata "gue" ini jadi mengganggu keseluruhan cerita, walau idenya keren dan endingnya tidak terduga sama sekali.
Berhubung ada quote-quote bagus di dalamnya, Bunda kasih dua bintang, ya, untuk ratingnya. Maaf, ya, tante Donna. Bunda tetap tunggu dan mau baca cerita-cerita tante Donna yang lain, karena Bunda selalu suka ide-ide cerita tante Donna.
Terus, Bunda teringat kalo Bunda punya buku ini. Kalo ngeliat blurbnya, keliatannya sih, konsep dan idenya sama dengan Blue Romance. Jadi, Bunda sudah antusias, ingin sekali baca kumpulan cerpen berlatar sebuah kafe (lagi).
Harap diingat, Bunda nggak pernah membatasi genre bacaan. Jadi, teenlit tetap masuk ke selera Bunda.
Buku ini berisi enam belas cerita pendek. Banyak, ya? Iya. Tapi, kebanyakan cerita hanya sekitar dua halaman. Jadi kayak fragmen gitu. Tapi ga masalah sih. Lebih cepat selesai baca cerita itu, biasanya meningkatkan mood baca, karena terasa cepat menyelesaikannya.
Sayangnya, nggak begitu dengan buku ini. Entah kenapa, feel-nya nggak dapet sama sekali. Bunda baca, kok, cerita-cerita ibu Donna yang lain, misalnya How to be A Writer, Kotak Mimpi, juga Satsuki Sensei. Dan Bunda nggak masalah dengan cerita-cerita beliau. Suka.
Hanya di buku ini... Seperti bukan tante Donna yang biasanya. Pemilihan kata-katanya juga terlalu baku untuk genre teenlit yang benar-benar mengambil segmen usia anak tiga belas tahun. Spoiler sedikit, Lavender Rosemary, yang punya kafe Pojok Lavender ini berusia 13 tahun. Nah, ini yang sedikit membuat Bunda merasa bahasanya terlalu "tua" untuk seluruh karakter di buku ini. Ya, Bunda tahu, nggak semua karakter di buku ini seumuran dengan Lavender. Cuma tetep aja, pemilihan cara bertutur ternyata menjadi kunci keseluruhan kenikmatan membaca. #menurutbundayangpembacabiasa
Di buku-buku lain, twistnya terasa banget. Kadang ga ketebak. Tapi, di buku ini, sejak baca cerita pertama, dari bab awal aja udah kebayang cerita ini ke mana arahnya, bahkan endingnya. Dan ini muncul (hampir) di keseluruhan cerita. Ehm. Cuma di cerita berjudul "Hmm.." yang tidak terduga endingnya. Tapi, di cerita ini juga justru Bunda menemukan apa, ya? Sesuatu yang mungkin jadi kritikan atau masukan.
Jadi gini. Tokoh utama di cerita "Hmm" itu, dia pake kata "gue" sebagai kata ganti pertama. Sayangnya, eksekusinya gagal, karena kalimat yang digunakan sedemikian baku, sehingga kurang nyaman bacanya. Kata "aku" rasanya lebih masuk di sini. Maksud Bunda, kalo mau pake kata "gue" sebagai kata ganti pertama, selanjutnya, pakailah bahasa prokem sekalian yang nggak baku, supaya ga berasa belang dan aneh bacanya. Plus, ada sesuatu yang kurang masuk akal di sini. Di cerita ini, ada seorang ibu yang dijambret. Ibu ini kehilangan uang sebesar sembilan juta rupiah. Namun, untuk memudahkan pencarian, ternyata uang ini sudah digambari bunga. Meski seratus ribuan, menggambari uang sebanyak 90 lembar itu lumayan kurang kerjaan, ya. Heuheu. Gapapa, sih. Imajinasi mah boleh aja liar. Cuma itu aja masukannya. Kata "gue" ini jadi mengganggu keseluruhan cerita, walau idenya keren dan endingnya tidak terduga sama sekali.
Berhubung ada quote-quote bagus di dalamnya, Bunda kasih dua bintang, ya, untuk ratingnya. Maaf, ya, tante Donna. Bunda tetap tunggu dan mau baca cerita-cerita tante Donna yang lain, karena Bunda selalu suka ide-ide cerita tante Donna.
Cheers! Love you both,
Wah belum punya tuh Bunda bukunya. Di Gramedia Grage Mall Cirebon, kayaknya enggak pasang buku ini deh! Huft, mesti keliling lagi ini mah...
BalasHapus