Judul: Saya Cinta Indonesia: Ocehan Komika tentang Kelucuan di Negerinya
Penulis: Isman H. Suryaman, Andi Gunawan, Sammy 'not a slim boy', Miund
Penyunting: Agus Wahadyo
Desain cover: Budi Setiawan
Penata letak: Eko Haryanto
Diterbitkan pertama kali oleh: mediakita
Cetakan kedua, 2013
ISBN: 979-794-368-2
Status: punya, edisi bertandatangan om Isman (dapet lewat nepotisme ke tante Primadonna Angela)
Blurb:
Kenapa orang Sunda ada yang susah membedakan arah? Saya baru menyadarinya ketika pergi ke Yogyakarta. Berkebalikan dengan karakteristik umum orang Sunda, prang Yogya umumnya sangat paham arah.Saking pahamnya, kalau saya nanya jalan, saya tetap bingung."Permisi, Mas. Kalau ke Malioboro ke arah mana, ya?""Oh, Malioboro? Gampang itu. Ambil arah utara 500 meter, nanti ketemu persimpangan. Belok aja ke barat daya sekitar 300 meter. Belok lagi ke jalan yang tenggara, ikuti sekitar 700 meter. Nanti balik ke Utara. Gampang"..."Saya telepon taksi aja, ya, Mas."
posting bareng BBI Mei 2014 tema Humor dan Komedi |
Halo, Kakak Ilman dan Adik Zidan...
Setelah beberapa bulan absen, Bunda akhirnya ikut lagi baca dan posting barengnya BBI. Tapi bulan ini, Bunda nggak ikut tema Katulistiwa Literature Award 2013. Alasannya, karena Bunda nggak punya satu pun bukunya. Kedua juga belum tergerak untuk punya apalagi beli. Pasti mandek bacanya.
Kebetulan Bunda udah kelarin baca buku om Isman dan teman-temannya ini, jadi buku ini Bunda bisa pakein alasan untuk ikut posting bareng. Hehehe...
Mungkin kalian belum tahu siapa om Isman. Hmm... sebetulnya, om Isman itu lulusan Teknik Informatika ITB, kakak kelasnya om Fatah, om Ruli dan teman-teman Bunda lainnya yang membelot menjadi komedian dengan spesifikasi stand up comedy alias jadi komika. Nah, om Isman menikah dengan tante Dona, teman Bunda. Iya, tante Dona yang Primadonna Angela itu...
Apakah sebagai komika, om Isman itu lucu? XD
Pertanyaan yang sulit. Soalnya, om Isman itu nggak cuma lucu, tapi juga absurd. Dan kalo udah merhatiin sahut-sahutannya sama tante Donna di twitter, Bunda bisa bayangin tiap hari ketawa melulu kalo ada di dekat mereka berdua. Hihihi.
Om Isman membuktikan bahwa jadi orang pinter (pinter karena beliau mengenyam pendidikan di Teknik Informatika ITB ~ yang mana pas jaman Bunda mau masuk kuliah dulu, passing grade-nya paling tinggi se-Indonesia) nggak selamanya kaku, nggak bisa bercanda dan datar. Selain pinter secara akademik (yang dibuktikan dengan di mana beliau lulus kuliah), om Isman juga pinter ngelucu.
Heiiii! Kenapa Bunda bahas tentang pinter nggak pinter di review, sih? KOK? Bunda mulai kebawa-bawa sama tante yang satu itu, sih... Yang setiap saat nulis, pasti bawa-bawa soal otak, kepintaran, dan teman-temannya. D'oh!
Hayu kita fokus ke review Bunda tentang buku ini. Hmmm... Bunda baru sadar, bedanya menyimak stand up comedy dengan baca ocehan mereka di buku, setelah baca buku ini. Hampir semua yang diceritain di buku ini sesungguhnya cerita yang miris, menyedihkan. Tapi karena yang ceritanya komika, tentu diserempet-serempetin biar lucu. Sayangnyaaaa... karena ini buku, sebetulnya bukan humor yang berasa, tapi kadang malah sedih. Nyengir ada sih. Tapi nggak sampai ngakak kayak kalo nonton mereka lagi open mic. Mungkin karena pengaruh mimik muka, gerak tubuh, suara, tatap mata saat komika open mic, kita bisa menertawakan sesuatu yang sebetulnya menyedihkan.
Eh, tapi, di awal cerita ini, Bunda lumayan ngakak, lho. Ngebayangin tampang om Isman yang tinggal di Bandung, terus dikasih tau arah menuju Malioboro pas di Yogya... hihihi... Kayaknya, kalo jualan GPS di Yogyakarta nggak akan laku sama orang asli Yogya atau yang udah tinggal di sana lama, ya. Hahaha... Abisnya, ngasi tau arah, bener-bener sama akuratnya kayak di GPS! XD
Kalo cerita-cerita lain om Isman, kayak tentang debat capres, telemarketing, dan lain-lain, kita dibuat agak mikir. Soalnya konsep tulisannya lebih ke dialog. Masih kerasa lucu, cuma Bunda tetep susah ngakak, karena butuh visual komika untuk bisa menertawakan ini.
Sementara untuk ocehan om Andi Gunawan cukup sukses bikin Bunda ngikik sekaligus miris. Segini parahnya kah, negeri kita saat ini? Rangkaian ocehan om Andi ditutup dengan komik strip yang bikin Bunda ngakak kejungkel saking lucunya...
Sementara ada cerita om Sammy 'not a slim boy' yang malah mengundang air mata haru. Misalnya, dia cerita tentang ketakutannya akan bapaknya diculik PKI karena bapaknya seorang perwira TNI. FYI, di masa Bunda kecil, sepertinya sama juga dengan om Sammy, semua siswa sekolah sempat diwajibkan untuk nonton film Penumpasan G30S/PKI setiap tahunnya. Beruntung banget, Bunda nggak perlu nonton ke bioskop, karena bioskop yang ada di Bandung terlalu jauh untuk dijangkau oleh kami. Film itu sebetulnya sadis dan bukan konsumsi anak SD. Nggak tahu kenapa, kami diwajibkan nonton itu setiap tahunnya... >_<
Ada, sih, cerita yang lucu. Tapi kebanyakan yang diceritain om Sammy di buku ini kok, malah sedih, ya? Favorit Bunda adalah cerita Guru Omar Bakrie, Sebuah Ilustrasi. Bikin mewek.
Buku ini ditutup dengan kumpulan ocehan tante Miund. Ocehan tante Miund ini beneran bikin ngakak, karena ceritanya nggak jauh dari lingkungan sehari-hari. Ngakaknya bukan karena lucu, tapi bener-bener miris. Ada ceritanya, tante Miund diajak ibunya untuk ngajarin ibu-ibu PKK di daerah kumuh di Jakarta Utara. Kumuhnya bener-bener kumuh. Rumah petak-petak sangat rapat, bau lembap, dan buang air atau mandi mesti di MCK. Tapi, pas lagi makan siang, tante Miund sempet ngeliat ada anak-anak yang pegang PSP terbaru. Asli, bukan KW apalagi palsu. Pas tante Miund nawarin makan siang ke mereka (saat itu konsumsinya adalah paket nasi Hokben), mereka jawab, "nggak, ah! Bosen Hokben mulu."
WHAT?
Ocehan-ocehan lain tante Miund bikin ngikik juga, kayak gimana komentar tante Miund tentang cerita dongeng ala Disney vs dongeng Indonesia. Kita digiring buat mikir soal dongeng-dongeng ala Disney itu. Hihi... Bikin Bunda agak merasa beruntung karena nggak harus mengenalkan princesses itu ke anak-anak Bunda, karena anak-anak Bunda laki-laki semua. Hahaha... Ada juga tentang perempuan di gym. Juga tentang Jakarta. Semuanya bikin nyengir lebar.
All in all, meski kerasa bedanya antara nonton komika saat open mic dengan baca cerita mereka di buku, buku ini tetep punya greget kalo menurut Bunda. Biarpun keempat komika ini gemes suremes sama negerinya sendiri, mereka bener-bener mencintai negerinya dan pastinya mendukung perubahan ke arah yang lebih baik. Dengan kata pengantar dari om Pandji Pragiwaksono, komika yang nggak pernah lelah mengajak anak-anak muda Indonesia untuk melek politik di Indonesia, Bunda yakin, kehadiran para komika yang bener-bener peduli sama perubahan Indonesia ke arah yang lebih baik bisa jadi motor supaya alay-alay ikut peduli sama negaranya sendiri. Empat bintang untuk Saya Cinta Indonesia!
Love you both... Cheers!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
tirimikisih udah ninggalin komen di sini... *\(^0^)/*