Hae, Kakak Ilman dan Kakak Zi...
Aktivitas annual kita nungguin kedatangan Miiko tunai sudah. Berkat kedatangan Miiko volume 35 yang kontroversial. Ahahaha.
Kenapa kontroversial? Sebab... di edisi asli yang diterbitin Penerbit Ciao, totalnya ada 9 chapter, sedangkan yang diterbitkan di sini, hanya 6 chapter. Yak, betul! Dipangkas 3 chapter. Kenapa?
Dari kabar yang aku terima, sudah diverifikasi juga, bu Ono mengangkat issue LGBT (Lesbi, Gay, Biseksual, dan Transgender) ke volume 35 (dan 36, karena sudah terbit di sana. Entah dengan volume 37 dan seterusnya). Aku nggak tahu apa yang membuat bu Ono mengangkat tema ini, mungkin di sana sedang berkampanye tentang LGBT? Entah. I don't follow juga, jadi belum bisa cerita banyak. Nanti kita coba cari tahu, ya.
Terkait isi volume 35 yang diterbitkan Ciao akan aku bahas di tulisan lain, karena aku udah titip Kocchimuite Miiko Vol 35 dan 36 ke temenku yang lagi sekolah di Jepang dan mudik di Lebaran tahun ini.
Sekarang, kalian mungkin bertanya-tanya, kenapa, sih, tema LGBT "terlarang" betul di sini, sampai akhirnya Miiko vol 35 (dan mungkin 36) dipangkas halamannya sampai sebanyak itu?
Begini, di negara Wakanda ini, apa aja bisa jadi bahan ribut, termasuk salah satunya issue LGBT. Bisa jadi karena mayoritas penduduk negara Wakanda yang beragama Islam dan memang di ajaran Islam itu issue LGBT termasuk hal yang dilaknat Allah, sehingga untuk keamanan dan kenyamanan bersama, issue LGBT dijadikan issue sensitif yang sebisa mungkin tidak boleh dibahas sama sekali.
Misalnya, Penerbit M&C! nekat tidak memangkas 3 chapter tentang LGBT dengan alasan mau memberi edukasi kepada anak-anak dan remaja terkait issue ini, sama aja dengan berdiri di tepi jurang yang sangat dalam. Semacam tinggal tunggu waktu aja untuk "mati". Pastinya pihak M&C! juga berat menyampaikan hal ini ke bu Ono, gimanapun niat baik bu Ono untuk menyampaikan pesan penting ini ke pembaca. Pembaca juga jadinya merasa rugi dan gelisah, karena ada chapter yang hilang, yang seharusnya bisa dinikmati seperti biasanya.
"Untung"nya, pihak M&C! udah menyediakan merchandise yang menurutku "agak" sepadan dengan hilangnya 3 chapter, walau emang jelas tidak bisa dibanding-bandingke, dong, yaaa...
Merchandise Hai, Miiko! Vol 35 |
Lalu, apa yang menarik di Hai, Miiko! Volume 35 ini, selain hilangnya 3 chapter tentang LGBT? Keenam chapternya tentu seru, dong, ya... Cuma di sini Tappei kurang banyak muncul... huhu... Padahal aku tuh, ya, selalu deg-degan sama romance Miiko dan Tappei.
Di volume 35 lebih banyak diceritakan tentang pengalaman ekstra kurikuler yang dijalani Miiko dan teman-temannya. Aku lihat lebih banyak eksplorasi tentang kegiatan ekstra kurikuler di SMP yang dulu nggak Miiko jalani sewaktu SD. Aku pikir ide bu Ono mengeksplorasi kegiatan ekstra kurikuler di SMP ini bagus untuk memberi insight ke pembaca muda, terutama yang akan masuk SMP kayak adek Zi sekarang ini, biar terbayang nanti di SMP mau berkegiatan apa.
Di volume sebelumnya, volume 34, Miiko sempet galau mau masuk klub Basket atau nggak gara-gara dikata-katain pendek sama kakak kelasnya yang ada di klub Basket. Mari Chan yang saat itu ikut denger juga, jadi tersinggung dan berusaha memengaruhi Miiko buat masuk Klub Komik aja dengan disclaimer kalo orang-orang Klub Komik nggak ada yang mempermasalahkan fisik dan mereka semua ramah.
Ketika Tappei menegur Miiko dengan keras tentang motivasi Miiko yang gaje ini lumayan nabok Miiko, juga ditambah fakta bahwa kapten tim basket putri di SMP Suginoki ternyata sependek Miiko tapi jagoan banget shoot bola 3 points, memperkuat keputusan Miiko untuk masuk Klub Basket, apa pun yang terjadi.
Di volume ini mulai diperlihatkan beratnya jadi anak Klub Basket. Walau kelas 1 tugasnya masih lap-lap bola sampai mengilap, mereka tetap harus berlatih sama kerasnya dengan kakak-kakak kelas. Sebab mereka akan ada di bangku cadangan di setiap pertandingan yang sewaktu-waktu bisa diturunkan untuk bertanding kalo perlu pergantian pemain. Jadi tetep harus siap tanding walau duduk di bangku cadangan. Makanya perlu latihan keras, sama kerasnya dengan pemain utama. Miiko juga punya teman baru, seorang artis remaja, yang harus pinter bagi waktu antara kerja, sekolah, dan latihan basket.
Di volume ini juga mulai terasa "tension" menjadi anak SMP di sisi pergaulan dan percakapan. Di volume 34 masih ada transisi dari masa anak-anak ke masa remaja, karena beberapa chapter masih bahas keberadaan Miiko di SD sampai kelulusannya juga saat hari pertama bersekolah di SMP, sementara di volume 35, suasananya sudah betul-betul di masa remaja. Miiko sudah menjadi remaja secara otomatis, karena dia sekarang siswi SMP.
Kinda sad? Yes! Absolutely! Natürlich! Tamaaman! For a very long time, I have known Miiko as a 4th/5th grader and now she's in 7th grade. Also known as a teenager.
Selain Miiko, ada Tappei dan Kenta di Klub Basket. Cuma karena Klub Basket putra dan putri latihan dan tandingnya juga dipisah, intensitas kemunculan Miiko dan Tappei secara berbarengan agak berkurang. Soalnya kan emang sibuk ya, bun...
Lalu bagaimana dengan Mari Chan? Syukurlah, di SMP Suginoki ada Klub Komik yang bisa memfasilitasi obsesi Mari Chan untuk jadi komikus. Jadi di kesehariannya, ga jauh beda dengan semasa di SD, tetep sibuk dengan komiknya. Miiko tentu tetap jadi asistennya di sela-sela kesibukannya dengan latihan rutinnya sendiri.
Sementara Yukko memilih ekskul Atletik. Keputusan ini sempat membuat Miiko kaget, karena kalo misalnya memang Yukko memang mau ikut ekskul olahraga, bisa sama-sama ikut basket bareng Miiko dan Kenta, kan? Celetukan Mari Chan yang menyadarkan Yukko sendiri, bahwa selama ini, Yukko selalu mengurusi orang lain dan ekskul Atletik termasuk kegiatan yang bisa dilakukan sendiri.
Cerita nggak barunya tentang Yukko, sebagai remaja yang kelihatan lebih dewasa dari umurnya, sama aja kayak waktu SD, di SMP juga Yukko tetep banyak yang ngecengin, terutama kakak kelas. Terus gimana dong, kisahnya sama Kenta? Ya gitu, lah. Nothing new. Tetep akur walau Yukko suka tiba-tiba aneh. Mas Kenta sabar banget, ya, bun... Hihi..
Anak lain yang diceritain kegiatan ekskulnya adalah Yoshiki. Iya, si bocah yang gedenya nanti pengen jadi sutradara, yang ngecengin Tanimura Miho dan sekarang badannya mulai tinggi itu. Syukurlah, SMP Suginoki punya Klub Peneliti Film yang memfasilitasi cita-cita Yoshiki. Setiap pekan, anak-anak Klub Peneliti Film akan mengundang siswa lain untuk menonton film yang ditayangkan di hari itu, lalu ada diskusinya. Sewaktu Miiko dan Mari Chan lihat poster yang dipasang tim Klub Peneliti Film, tentu langsung setuju untuk datang karena pengen nonton film gratis, kan.
Yang lucu di sini, saat Miho "ditembak" kakak kelas dan diajak nonton film di bioskop yang ditolaknya dengan alasan nggak punya uang, Miiko malah mendukung kencan mereka dengan bilang, "nonton di sini aja, gratis!" sambil nunjuk poster Klub Peneliti Film yang mau menayangkan film Charlie's Angels. Hahaha..
Sesuai janji bu Ono, karena di volume 34 nggak banyak adegan Yoshida (padahal ada, kok!), di volume 35 ada dua chapter yang bahas tentang hubungan Yoshida dan Miiko. Tappei tetep pasti muncul sih, tapi sayangnya di salah satu chapter, kehadiran Tappei beneran cuma cameo. Sedih, ga, sih... Ketika berharap banyak sama Tappei, eh, malah.... (isi sendiri).
Kayaknya semua chapter udah aku bahas, ya. Oh! Ada satu chapter lagi, yang bahas khusus tentang Momo Chan, yang dapat homeroom teacher baru di DayCare-nya. Terus terang, cerita di chapter ini sukses bikin mrebes mili.
Sampai selesai semua chapter dibahas, barulah aku sadar kalo Papa, Mamoru, dan juga pak Oonishi nggak muncul sama sekali. Meski sekelas lagi sama Watanabe dan Nasu, mereka juga nggak muncul. Rasanya aneh aja gitu. Di setiap volume Miiko, mereka selalu ada kan. Di volume 35 ini, mereka nggak muncul. Satupun! T___T
Di review berikut-berikutnya nanti, aku akan bahas perbedaan versi bahasa Indonesia dan versi bahasa Jepang, ya. Aku masih cicil review yang lain dulu...
Sehat-sehat, ya, kalian berdua... Sampai ketemu di posting berikutnya... xoxo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
tirimikisih udah ninggalin komen di sini... *\(^0^)/*