Tampilkan postingan dengan label religi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label religi. Tampilkan semua postingan

5 Mei 2014

Does My Head Look Big in This? by Randa Abdel-Fattah


Judul: Does My Head Look Big in This? - Memangnya Kenapa Kalau Aku Pakai Jilbab?
Penulis: Randa Abdel-Fattah
Alih bahasa: Alexandra Kirana
Editor: Meliana Simamora
Desain cover: Marcel A.W
Diterbitkan oleh PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan pertama, Juli 2007
Jumlah halaman: 352 hlm; 20 cm
ISBN-10: 979-22-3050-5
ISBN-13: 978-979-22-3050-5
Genre: Young Adult, Realistic Fiction, Religion - Islam, Teenlit, Cultural - Australian, Contemporary Fiction, Novel
Status: Punya. Beli seken dari tante Natnat.


Sekolah di sekolah swasta bergengsi di Australia sudah cukup berat tanpa harus memakai jilbab...

Apa yang bakal dikatakan teman-teman sekelas Amal hari Senin saat Amal berjalan masuk memakai jilbab untuk pertama kalinya? Wah, mereka pasti bakal ngeri. Memakai jilbab? Di depan anak-anak satu sekolah? SERIUS NIH?

Keputusan Amal untuk memakai jilbab membutuhkan banyak keberanian. Bisakah ia menghadapi prasangka, menjaga teman-temannya, dan masih menarik perhatian cowok paling ganteng di sekolah?

Kisah cewek ABG Australia keturunan Palestina-Muslim yang sarat dengan pesan keberanian dan ketulusan.


Halo, Kakak Ilman dan Adik Zidan...

Bunda baru kali ini, deh, baca teenlit terjemahan suasananya religius. Buku ini cerita tentang seorang Amal Mohamed Nasrullah Abdel-Hakim, baru satu semester pindah ke sekolah swasta bergengsi - McCleans, dari sekolah Hidaya - sekolah khusus Muslim, di mana di Hidaya, jilbab adalah bagian dari seragam, memutuskan untuk memakai jilbab full-timer. Maksudnya pakai jilbab full-timer itu adalah pakai jilbab baik keluar rumah, di rumah ketika ada non mahrom, dan bukannya pakai jilbab karena mau sekolah aja. 

Karena Amal tinggal di Australia yang multi kultural dan Islam bukan agama mayoritas penduduk, tentu ini menjadi sangat sulit. Masih banyak yang beranggapan bahwa jilbab adalah budaya Arab, bukan aturan agama Islam. Sulit karena sepertinya, memakai jilbab itu dianggap teroris. Muslim di negara dengan penganut agama Islam minoritas sering mendapatkan perlakuan rasis. Apalagi kalo menunjukkan identitasnya sebagai Muslim secara terang-terangan, terutama untuk kaum Hawa, dalam hal ini berhijab. Perlakuan rasis ini mulai dari dipanggil "ninja", dilihat secara jijik dari ujung kepala sampai kaki, atau bahkan diludahi dan dilecehkan secara seksual. Na'udzubillaahi min dzaalik.

Ini juga yang jadi pertimbangan Amal. Sejujurnya dia nggak mau jadi pusat perhatian, di mana setiap dia berada - setelah pakai jilbab - orang ngeliat dia sebagai alien, orang aneh, dan seterusnya. Tapi di satu sisi, dia ingin menaati apa yang diperintahkan Allah untuk perempuan yang sudah baligh, yaitu berjilbab. Bahkan, Mum dan Dad aja sempat menyarankan Amal untuk menundanya, karena khawatir nanti Amal mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan yang akan membuat Amal menjadi galau, mengingat Amal masih muda.

Amal punya sahabat-sahabat di McCleans, yang berbeda agama dengannya, Simone dan Eileen. Meski beda kepercayaan, mereka berdua sangat mendukung keputusan Amal untuk berjilbab. Sahabat Amal dari sekolah lama, Yasmeen dan Laila juga mendukung, dong. Selain itu, guru favorit Bunda, Mr. Pearce, mendukung keputusan Amal, bahkan dia meminjamkan ruangan kantornya selama sepuluh menit di waktu shalat, supaya Amal bisa melaksanakan ibadah shalat tepat waktu. Salut!

Di hari pertama Amal memakai jilbab ke sekolah, tentu saja, banyak yang memandang aneh sekaligus segan terhadap Amal, termasuk Adam Keane, cowok yang Amal suka. Bahkan kepala sekolahnya, Mrs. Walsh, mengira Amal memakai jilbab karena paksaan orangtuanya. Sampai-sampai beliau memanggil kedua orangtua Amal untuk membicarakannya. 

Sebenarnya cerita ini nggak hanya tentang seputar keputusan Amal berjilbab, tapi juga bagaimana dia mulai berteman dengan tetangganya yang sering memakinya, Mrs. Vaselli. Juga mengenai diet Simone. Mengenai Adam. Mengenai Tia Ramos. Mengenai Laila yang sering dijodohkan ibunya. Mengenai pamannya yang sok Australian. Dan masih banyak lagi.

Nah, itu sinopsisnya, ya. Kalo diceritakan semua jadi sopiler.

Pertama, Bunda pengen komentar dulu soal... cover. Duh! Sumpah! Ini covernya nggak banget buat sebuah teenlit! Padahal ceritanya catchy, menurut Bunda. Sayang banget, garapan covernya bikin orang malas melirik buku ini. Kayak ga jauh-jauh dari buku tutorial berhijab ala hijabers masa kini. 

Kedua, Bunda pengen komentar mengenai... terjemahannya. Errrr... Kaku sekali. Jadi gak enak bacanya. Bunda butuh waktu lama buat mencerna isinya. Nggak ngalir gitu. Padahal ini teenlit. Sayang banget, deh. 

Ketiga, meski kavernya nggak banget, terjemahannya kaku, Bunda suka semua tokoh di dalamnya. Amal yang pintar, cantik, pemberani dan juga penyayang. Semuanya tergambar dari keputusan-keputusan yang dilakukan Amal, juga semua yang dilakukan Amal. Bunda juga jadi sayang sama Simone, yang gak pedean, tapi dia berhasil menarik hati Josh, cowok terpopuler di sekolah.

Di luar kekurangan cover dan terjemahannya yang kaku, semua tokoh di sini adorable. Perkembangan ceritanya menarik, klimaks dan anti klimaksnya juga keren. Selain itu, yang Bunda suka di buku ini adalah, gimana cara bu Randa nerangin prinsip-prinsip di Islam tanpa terkesan menggurui, lewat keteguhan hati Amal. Suka, deh... 

Menurut Bunda, sih. Sebenernya layak dapet bintang 4. Kalo ga terganjal masalah kaver dan terjemahan, sih. Heuheu...

Bunda jadi pengen baca karya Randa Abdel Fattah yang lain, soalnya Bunda suka dengan style berceritanya.

Eh, btw, kirain bu Randa pake kerudung. Tapi pas brosing, ternyata orangnya ga jilbaban. Heuheu...

Sebetulnya, rencananya, review ini buat posting bareng BBI tanggal 29 April tema perempuan. Tapi, karena Bunda ga sempat menyelesaikannya, jadinya cuma buat YA Challenge aja, keknya. Hiks. Banyak absen acara BBI, nih, belakangan :(

Tetap semangat, ya...
Love you both... Cheers,



Terusin baca - Does My Head Look Big in This? by Randa Abdel-Fattah

30 Jan 2014

Negeri 5 Menara by Ahmad Fuadi plus Tebak SS


Judul: Negeri 5 Menara - Man Jadda Wajada
Penulis: Alif Fikri Ahmad Fuadi
Editor: Mirna Yulistianti
Setting: Rahayu Lestari
Proofreader Danya Dewanti Fuadi
Diterbitkan oleh PT Gramedia Pustaka Utama
Jumlah halaman: 432 hlm
Cetakan kedelapanbelas (cover film) Juni 2012
ISBN: 978-979-22-8004-3
Status: Punya. Dikasih Secret Santa
Genre: Indonesian Literature, Novel, Religi (Islam)

Seumur hidupnya Alif tidak pernah menginjak tanah di luar ranah Minangkabau. Masa kecilnya dilalui dengan berburu durian runtuj di rimba Bukit Barisan, main bola di sawah dan mandi di air biru Danau Maninjau. Tiba-tiba dia harus melintasi punggung Sumatera menuju sebuah desa di pelosok Jawa Timur. Ibunya ingin dia menjadi Buya Hamka walau Alif ingin menjadi Habibie. Dan setengah hati dia mengikuti perintah ibunya: belajar di pondok.

Di hari pertama di Pondok Madani (PM), Alif terkesima dengan "mantera" sakti man jadda wajada. Siapa yang bersungguh-sungguh pasti sukses. Dipersatukan oleh hukuman jewer berantai, Alif berteman dengan Raja dari Medan, Said dari Surabaya, Dulmajid dari Sumenep, Atang dari Bandung, dan Baso dari Gowa. Di bawah menara masjid, mereka menunggu Magrib sambil menatap awan lembayung yang berarak ke ufuk. Awan-awan itu menjelma menjadi negara dan benua impian masing-masing. Ke mana impian membawa mereka? Mereka tidak tahu. Yang mereka tahu adalah: jangan pernah meremehkan impian, walau setinggi apa pun. Tuhan sungguh Maha Mendengar.


Halo, Kakak Ilman dan Adek Zidan...

Waktunya untuk mereview buku hadiah dari Secret Santa, nih!

Udah lama buku ini masuk ke rak wish list Bunda. Ada lah sekitar 3 tahunan. Maju mundur terus mau beli apa nggak, karena rata-rata review bilang buku ini mirip Laskar Pelangi. Ah... Bunda tuh antara suka dan nggak suka dengan buku itu. Maksudnya, Bunda nggak selesai baca bukunya. Tapi, Bunda nonton filmnya berulang-ulang. Kemudian, ketika penulis bukunya mulai "ngawur", espektasi Bunda terhadap buku LP turun, anjlok mendadak. Sigh....
Nah, berkat rasa ragu dan review banyak orang, Bunda takut kecewa kalo jadi beli buku ini. Akhirnya Bunda hanya sanggup naruh di rak wish list, sambil berharap, suatu hari akan ada orang baik hati yang menghadiahi buku ini.

Oke. Sekarang Bunda akan cerita sedikit tentang Negeri 5 Menara.
Ada seorang pemuda belasan tahun yang baru lulus Madrasah Tsanawiyah (MT) - setingkat SMP - bernama Alif Fikri yang bercita-cita masuk SMA. Cita-citanya sederhana, memang. Cuma pengen melanjutkan sekolah di SMA. Namun, ibunya memintanya untuk melanjutkan ke Madrasah tingkat lanjut.

Merasa sejak SD, SMP sudah kenyang belajar di sekolah berbau agama, Alif pengen, dong, sesekali belajar di sekolah umum. Gaul gitu. Tapi, ibunya bersikukuh ingin Alif menjadi seorang berilmu agama dan bertugas menyampaikannya kelak. Dan anehnya, biasanya ayahnya bisa membujuk sang ibu, kali ini bahkan beliau mendukung kemauan sang ibu.

Alif mulai memberontak. Pundung, mengurung diri di kamar. Sampai akhirnya dia dapat surat dari pamannya yang cerita kalo beliau punya teman yang bersekolah di Mesir dan berasal dari pesantren Pondok Madani di Jawa Timur. Dari sini, Alif pun mulai berubah pikiran dan dia mau sekolah di pesantren, asalkan di Pondok Madani.

Cerita selanjutnya sih, bisa ketebak, lah, ya, gimana ibunya berat melepas anaknya terus anaknya juga jadi galau karena sekalinya nurutin keinginan ibunya, tapi langsung melesat jauh ke pulau yang belum pernah kebayang di kepalanya seumur hidup.

Terus, ya dilanjutkan dengan cerita mengenai kehidupannya di pesantren.

Sekarang, Bunda ngerti kenapa sebagian orang menganggap cerita ini membosankan, terlalu LP. Karena mungkin ceritanya sama-sama tentang sekolah. Tapi, buat Bunda cerita ini menarik. Penuturannya nggak terlalu mendayu-dayu kayak LP (mungkin itu yang bikin Bunda nggak kuat ngeberesin baca LP), lebih taktis dan sistematis. Hahaha. Yah, gaya bahasa wartawan kali, ya.

Hal lain yang bikin Bunda suka adalah karena Bunda serasa diingatkan akan kehidupan pesantren. Gini-gini, Bunda pernah jadi santriwati spesial selama seminggu, lho. Semua aturan yang ada di Pondok Madani ini mengingatkan Bunda akan Pesantren Gontor yang terkenal itu. Jangan dianggap remeh yang namanya pesantren. Bahkan di sekolah yang tadinya Bunda mau daftarkan Kakak Ilman, kalo mau masuk Gontor, dari kelas 4 sudah mulai masuk kelas penggemblengan supaya siap ikut Ujian Masuk Pesantren Gontor.

Adik-adik mentor Bunda sewaktu di Salman dulu ada beberapa yang sukses jadi santri/santriwati Gontor. Beberapa melanjutkan ke Kuala Lumpur dan negara lain. Tapi ada juga yang DO di tahun kedua, karena melakukan tiga kesalahan fatal yang satu aja bisa dikeluarkan apalagi kalo tiga! Sedih pas denger sih.

Mungkin kalian bertanya-tanya, kenapa, sih, aturan pesantren itu kejam? Sebetulnya bukan kejam. Tapi disipliner. Tidak dibenarkan melakukan kesalahan sekecil apa pun. Karena kesalahan kecil yang dianggap remeh, akan membuat kesalahan yang lebih besar pun diremehkan. Kesalahan kecil itu sebetulnya mirip fenomena bola salju. Semakin dibiarkan menggelinding akan semakin besar. Ketika sudah menghancurkan, barulah orang sadar, bahwa itu adalah kesalahan. Orang baru sadar kalo semua sudah hancur. 

Selain itu, semasa SMP, Papa kalian kan bersekolah di pesantren. Hihihi...

Jadi, tentu saja, karena Bunda menyukai cerita dan semua kisah-kisahnya, termasuk kisah curi-curi pandang ngeliat Sarah, anak salah satu ustadz, yang katanya cantiiiiiiik buanget itu, semua serasa mengingatkan Bunda pada masa puber dulu.

Selain itu, yang membuat Bunda suka dengan cerita ini, hampir di setiap halamanya membuat tergelak. Bunda membayangkan keluguan pemuda ABG yang punya kehidupan yang sama selama 24 jam sehari selama berbulan-bulan. Intinya, Bunda menikmati cerita Negeri 5 Menara ini, walau banyak yang ummm... grammar-nya mesti diperbaiki.

Semisal, di surat Randai untuk  Alif, ada kata "disini" yang mestinya kan "di sini"
Atau kata "mengkilap" yang mestinya "mengilap", dan seterusnya.

Sayang aja, sih. Agak mengganggu. Atau Bunda aja yang keganggu? Hahaha... Padahal kan ada editornya. Plus, ini Gramedia, loh. Penerbit besoaaaaar...

Tadinya mau kasih 5 bintang. Tapi, karena cara nulisnya gitu, nggak semuanya sesuai kaidah penulisan dalam Bahasa Indonesia, Bunda kepaksa nurunin satu bintang... huhuhuhu...

Eh, ini ada quote favorit yang Bunda sukaaaa banget. Jleb, deh! Ini kata-kata senior Alif di Pondok Madani, sewaktu ada seorang ayah bertanya, kapan belajar agamanya?
Di Madani, agama adalah oksigen, dia ada di mana-mana.
Dan karena yang Bunda punya saat ini berkaver edisi film, maka Bunda akan kasih lihat trailer filmnya.



Ini sekilas mengenai Ahmad Fuadi:   



Fuadi lahir di nagari Bayur, sebuah kampung kecil di pinggir Danau Maninjau tahun 1972, tidak jauh dari kampung Buya Hamka. Ibunya guru SD, ayahnya guru madrasah.

Lalu Fuadi merantau ke Jawa, mematuhi permintaan ibunya untuk masuk sekolah agama. Di Pondok Modern Gontor dia bertemu dengan kiai dan ustad yang diberkahi keikhlasan mengajarkan ilmu hidup dan ilmu akhirat.

Gontor pula yang membukakan hatinya kepada rumus sederhana tapi kuat, ”man jadda wajada”, siapa yang bersungguh sungguh akan sukses.

Juga sebuah hukum baru: ilmu dan bahasa asing adalah anak kunci jendela-jendela dunia. Bermodalkan doa dan manjadda wajada, dia mengadu untung di UMPTN. Jendela baru langsung terbuka. Dia diterima di jurusan Hubungan Internasional, UNPAD.

Semasa kuliah, Fuadi pernah mewakili Indonesia ketika mengikuti program Youth Exchange Program di Quebec, Kanada. Di ujung masa kuliah di Bandung, Fuadi mendapat kesempatan kuliah satu semester di National University of Singapore dalam program SIF Fellowship. Lulus kuliah, dia mendengar majalah favoritnya Tempo kembali terbit setelah Soeharto jatuh. Sebuah jendela baru tersibak lagi, Tempo menerimanya sebagai wartawan. Kelas jurnalistik pertamanya dijalani dalam tugas-tugas reportasenya di bawah para wartawan kawakan Indonesia.

Selanjutnya, jendela-jendela dunia lain bagai berlomba-lomba terbuka. Setahun kemudian, dia mendapat beasiswa Fulbright untuk program S-2 di School of Media and Public Affairs, George Washington University. Merantau ke Washington DC bersama Yayi, istrinya—yang juga wartawan Tempo—adalah mimpi masa kecilnya yang menjadi kenyataan. Sambil kuliah, mereka menjadi koresponden TEMPO dan wartawan VOA. Berita bersejarah seperti peristiwa 11 September dilaporkan mereka berdua langsung dari Pentagon, White House dan Capitol Hill.

Tahun 2004, jendela dunia lain terbuka lagi ketika dia mendapatkan beasiswa Chevening untuk belajar di Royal Holloway, University of London untuk bidang film dokumenter. Kini, penyuka fotografi ini menjadi Direktur Komunikasi di sebuah NGO konservasi: The Nature Conservancy.

Fuadi dan istrinya tinggal di Bintaro, Jakarta. Mereka berdua menyukai membaca dan traveling.

”Negeri 5 Menara” adalah buku pertama dari rencana trilogi. Buku-buku ini berniat merayakan sebuah pengalaman menikmati atmosfir pendidikan yang sangat inspiratif. Semoga buku ini bisa membukakan mata dan hati. Dan menebarkan inspirasi ke segala arah.
Setengah royalti diniatkan untuk merintis Komunitas Menara, sebuah organisasi sosial berbasis relawan (volunteer) yang menyediakan sekolah, perpustakaan, rumah sakit, dan dapur umum secara gratis buat kalangan yang tidak mampu.

>


Nah. Udah, ya. Urusan review kelar. Sekarang kita bahas mengenai siapa Secret Santa Bunda. Di posting yang lalu, ada clue penentu yang sengaja nggak Bunda keluarkan. Karena, Bunda ingin teman-teman Bunda bisa menebak hanya dari depannya aja. Ternyata nggak ada yang bisa menebak kalo nggak ada clue "dahsyat" yang langsung menunjuk hanya pada satu nama saja.


Ini clue sesungguhnya menurut sang Santa:   
<

>

Sebetulnya, kalo Bunda boleh jujur, Bunda belum pernah baca karyanya. Jadi, walau ada clue begini tetep aja nggak dhong. Tapi, hari itu, pas Bunda dapet paket dari Santa, Bunda kebeneran banget buka grup pesbuk BBI dan ternyata SS Bunda baruuuuuu aja posting di sana. Ngeliat profile picture-nya langsung ke clue! Wah! Ini sih... kayak disuruh nebak mie goreng instant di piring yang ditutup di hadapan Bunda, tapi dari wanginya udah kecium kalo itu mie goreng instant. Hihihi... Langsung ketebak, lah, ya... Andai SS Bunda malah ngirimin petunjuknya berupa buku karyanya plus tanda tangan. Udah, deh. Bunda ga usah nyari tau lagi. #dikeplakseBBI


Jadi, siapakah gerangan SS Bunda?   
<
love you even more photo loveyouevenmore_zps270a46ea.jpg


>
Ya... dia adalah... PETRONELA PUTRI pemilik blog Petronela Putri Books. Berakun twitter @Kopilovie_.
>

Makasih, ya, Santa... Bukumu bikin aku pengen ngelengkapin koleksi triloginya.... Pilihanmu keren banget. Dan ini hadiah terindah darimu buatku.... Muah!

Cheers, Love you both!


Terusin baca - Negeri 5 Menara by Ahmad Fuadi plus Tebak SS