Judul: Love, Aubrey
Penulis: Suzanne LaFleur
Penerjemah: Ary Nilandari
Penyunting: Khairi Rumantati
Korektor: Herlina Sitorus
Tata Letak: MAB
Cover: Indra Bayu
Cetakan Pertama: Desember 2010
Diterbitkan oleh: M-pop (Kelompok Penerbit Matahati)
Drama/Teen Fiction
ISBN: 602962553-5
5 dari 5 bintang
Aubrey baru saja kehilangan ayah dan adiknya dalam kecelakaan tragis yang membuat seluruh hidupnya jungkir balik. Bersama ibunya, gadis itu berusaha menata hidupnya kembali. Namun pada suatu hari, sang ibu pergi meninggalkannya, entah ke mana, tanpa pesan, tak ingat pada dirinya.
Gadis berusia sebelas tahun itu terpaksa mengurus diri dan menjalani hari-harinya sendirian, menunggu ibunya kembali.
Satu-satunya hal yang bisa dilakukannya adalah menulis surat untuk mengungkapkan perasaan, bahkan di saat tak ada seorang pun yang dapat membacanya.
Ini adalah kisah mengharukan tentang keluarga, persahabatan, kenangan, cinta, serta kekuatan untuk memaafkan. Pada akhirnya, semua pengalaman itu memaksa Aubrey membuat salah satu keputusan terbesar dalam hidupnya. (dari cover belakang)
Halo, kakak Ilman dan adik Zaidan...
Bunda baru selesai baca buku yang mengharu biru ini. Pernah baca di timelinenya tante Ida, tahun kemarin. Dan Bunda nggak berani membaca buku ini. Ternyata, Bunda akhirnya beli buku ini dan bahkan memutuskan menyukai buku ini.
Buku ini berkisah tentang Aubrey yang ditinggal mati oleh ayah dan adiknya di sebuah kecelakaan mobil. Kecelakaan itu sendiri meninggalkan luka di kening Aubrey. Tidak hanya meninggalkan luka di kening, tapi juga di hatinya.
Kesan Bunda tentang buku ini....
#1. Tidak ada yang mudah menerima perpisahan yang begitu mendadak oleh kematian. Tidak seorangpun. Hal ini telah membuat ibu Aubrey pergi meninggalkannya. Terlalu sulit untuk menerima kenyataan bahwa suami dan anak bungsunya pergi. Ibu Aubrey mengalami apa yang orang bilang sebagai depresi. Kehilangan seseorang secara mendadak memang bisa membuat orang limbung. Tidak punya semangat hidup. Kalau bisa, ikut menyusul juga.
Well, ini juga yang terjadi pada Bunda ketika Bunda masih kecil. Meski waktu itu umur Bunda baru 7 tahun, tapi Bunda tahu, ibu Bunda nggak akan pernah lagi membuka matanya untuk Bunda. Bunda tahu, tidak akan ada lagi senyum yang menghias wajahnya menyambut kepulangan Bunda dari sekolah. Tidak akan ada lagi game Treasure Hunt. Tapi waktu itu, Bunda masih terlalu kecil untuk bisa mengerti. Bunda ikut menangis? Ya. Tapi di sisi lain, Bunda merasa tenang, karena ibu Bunda sudah tidak sakit lagi.
Setiap melihat anak perempuan seumur Bunda waktu itu, jalan berdua ibunya, ada perasaan iri yang menyusup. Jadi, memang. Kehilangan orang yang paling kita sayangi itu sama sekali bukan hal yang mudah. Dan Bunda belajar dari Aubrey. Belajar menerima kenyataan dan tetap menyayangi orang yang telah dipanggil Allah. Kita tetap bisa, lho, menyampaikan salam kita pada mereka, melalui doa kita yang tulus....
#2. Karakter. Bunda suka Aubrey yang tabah. Berusaha menutupi keadaan bahwa ibunya telah meninggalkannya. Bermain Pura-pura. Dengan mengafirmasi diri, bahwa ibunya hanya keluar sebentar, nanti sore juga pulang. Walaupun ternyata, berhari-hari, ibunya tidak kunjung pulang. Dan bagaimana Aubrey bisa mengurus dirinya sendiri, tidak melolong dan sebagainya. Salut!
Gram. Gram adalah nenek hebat! Dia tidak mengomel, tidak marah, ketika mengetahui bahwa Aubrey sendirian. Dan Gram datang jauh-jauh dari Vermont ke Virginia hanya untuk memeriksa keadaan putri bungsunya juga cucunya. Dia hanya membuat keputusan bahwa Aubrey harus ikut dengannya sementara waktu.
Bridget. Wow! Pertama kalinya Aubrey dan Bridget berkenalan, sikap Bridget biasa banget. Nggak bertanya-tanya soal luka di kening Aubrey. Dia malah nunjukkin punya luka di lutut. Lalu mengajak Aubrey bermain. Ya, Bridget memang sudah tahu cerita tentang musibah yang dialami Aubrey, sehingga dia bisa berhati-hati dan berempati untuk bersikap pada Bridget. Bunda juga belajar dari Bridget, nih.... Satu kata aja: Bridget teman yang keren!
#3. Ceritanya. Meski ini buku pertama Suzanne, Bunda suka sekali. Memang, emosi kita diaduk-aduk dengan kesedihan. Tapi nggak sedikit juga banyak pencerahan di buku ini. Seperti waktu Gram bilang, sewaktu Granpa meninggal, Gram berusaha tetap bangun. Karena ada harapan dan kehidupan yang terus berjalan. Kata-kata Gram ini berhasil membuat Aubrey bangkit dari tempat tidur dan berusaha ceria.
Selain itu, pendalaman karakternya bagus. Keren. Jadi, Bunda bisa banget merasakan perasaan Aubrey, Gram, juga Bridget. Nggak hanya itu, penuturannya betul-betul sesuai untuk anak seumuran Aubrey. Jadi, secara psikologis, Bunda ikut tertarik ke masa Bunda masih kecil, masa-masa baru kehilangan ibu Bunda dan masa-masa belum punya ibu lagi.
#4. Sampul. Ternyata nggak sama ya, dengan sampul buku aslinya. Tapi, jujur, Bunda lebih suka dengan sampul yang diterbitkan Matahati. Nggak kerasa horornya. Hahaha...
#5. Kejutan dalam cerita. Biasanya, Bunda suka bisa menebak akhir sebuah cerita dengan tepat. Khusus buku ini, banyak kejutan yang bahkan Bunda nggak bisa tebak. Mungkin karena sedih, yaaa....
Trus, saran Bunda apa? Baca aja. Buku ini bagus, kok... bagus untuk belajar memaafkan. Bagus untuk belajar berdamai dengan diri sendiri.
Oya, selama baca buku ini, soundtrack yang mengiringi adalah Note to an Unknown Soldier-nya Five for Fighting sama Slice. Jadi, ya, sediiiiih bawaannyaaaa.... :D
Lima bintang dari lima bintang. Well done, Suzanne!
25 April 2012
16.47 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
tirimikisih udah ninggalin komen di sini... *\(^0^)/*