Tampilkan postingan dengan label buku 2012. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label buku 2012. Tampilkan semua postingan

31 Des 2012

[Review Bareng BBI] The Time Keeper - Sang Penjaga Waktu




Judul buku: The Timekeeper - Sang Penjaga Waktu
Penulis: Mitch Albom
Alih bahasa: Tanti Lesmana
Desain sampul: Eduard Iwan Mangopang
Diterbitkan oleh PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan pertama Oktober 2012
Jumlah halaman: 312 halaman; 20 cm
ISBN: 978-979-22-8977-0
Fabel Fantasi
Status: Punya. Beli sendiri di Rumah Buku Bandung
Harga: IDR 50,000 (diskon 15%)



Dari penulis yang telah menginspirasi jutaan orang di seluruh dunia dengan buku-bukunya, Tuesdays with Morrie dan The Five People You Meet in Heaven, kini hadir novel barunya, The Time Keeper - fabel tentang manusia pertama yang menghitung waktu di bumi. Orang yang kelak menjadi sang Penjaga Waktu.
Dialah pencipta jam pertama di dunia. Dia dihukum karena mencoba mengukur anugerah terbesar dari Tuhan, diasingkan ke dalam gua hingga berabad-abad dan dipaksa mendengarkan suara orang-orang yang minta diberi lebih banyak waktu. Lalu dia kembali ke dunia kita, dengan membawa jam pasir ajaib dan sebuah misi: menebus kesalahannya dengan mempertemukan dua manusia di bumi, untuk mengajarkan makna waktu pada mereka. (dari cover belakang buku).
Halo, Kakak Ilman dan Adik Zidan...
Pertama kalinya dalam hidup Bunda, Bunda baca buku gres yang baru keluar dari penerbit :D
Lihat aja, terbitan Oktober 2012, dibaca Desember 2012, itu pun karena ada momen baca bareng sama teman-teman BBI. Hahaha...
Biasanya, kan, Bunda beli buku yang justru udah lama banget terbit. Atau, kalo pun masih baru terus dibeli, diendapin dulu lamaaaa banget.

Dan buku ini termasuk cepat kelar juga bacanya. Bunda sempat pesimis, sih. Takut nggak sampai dua hari dari pertama kali buka plastiknya. Ternyata memang benar. Lebih dari dua hari Bunda baru bisa selesaikan baca. Padahal, menurut tante Melisa, dia cuma baca tiga jam aja. Well, Bunda belum pernah punya waktu sampai benar-benar tiga jam hanya untuk membaca buku. Pastinya cuma tahan satu jam paling lama, itu pun di angkot, karena kalo lagi nggak di angkot, pastinya banyaaaak banget aktivitas yang bakalan Bunda lakukan.

Meski makan waktu empat hari, mungkin kalo setiap menitnya Bunda hitung, sebetulnya hanya sekitar 3-4 jam aja bacanya. Yah, diselingi sambil ngerjain kerjaan kantor, paper quilling, cuci setrika, ngurusin kalian berdua, ngobrol sama papa, belum lagi sempet mogok gara-gara terserang pening sangat parah kapan itu, ples main game.... jadi aja "makan waktu" empat hari. Hahaha. Akhirnya, Bunda nggak jadi baca buku bergenre GLBT seperti yang direncanakan semula, deh. Hiks...

Bunda sangat suka baca buku ini. Kenapa? Buku ini asik, keren, dan...
Pokoknya Bunda suka!

The Timekeeper bercerita tentang seorang Dor yang hidup di masa ribuan tahun yang lalu, ketika peradaban belum semodern sekarang. Sejak kecil, Dor bersahabat dengan Alli, juga Nim. Sejak kecil, Dor suka berlari-lari di bukit bersama Alli dan berbeda dengan anak-anak yang lain, Dor suka mengamati gerakan air, pasir, tongkat-tongkat yang kelak menjadikannya seorang pencipta pengukur waktu.
Pada masa dewasa, Dor menikah dengan Alli, sementara Nim menjadi raja yang kaya raya. Kehidupan Dor dan Alli tidaklah mewah, malah sangat kekurangan. Nim pernah menawarkan Dor untuk ikut dengannya, tapi Dor menolaknya dan membuat Dor dan Alli terusir, terpisah dari anak-anaknya.
Suatu ketika, Alli sakit parah dan membuat Dor ingin menghentikan penderitaan Alli. Dor berlari lalu menghancurkan menara sangat tinggi yang sedang dibangun oleh budak-budak Nim dan dari situ segalanya berubah. Dor terperangkap ke dalam sebuah gua dan hidup abadi selama ribuan tahun kemudian.

Dor terpenjara di sebuah gua selama ribuan tahun. Anehnya, dia tidak berubah menjadi tua. Di dalam gua itu, dia mendengarkan berbagai suara, yang semuanya berhubungan dengan waktu.
Dor akan kembali pada kehidupannya semula, jika dia sudah menemukan dua orang yang saling "berhubungan".

Ada dua tokoh utama lain di sini. Bunda akan ceritakan satu-satu, ya...

Sarah Lemon.
Gadis kelas tiga SMA yang sangat cerdas, namun bertubuh gemuk dan tidak terlalu cantik, bekerja sambilan di tempat penampungan. Dia termasuk kutu buku yang nggak begitu gaul dengan teman-temannya. Dunianya berubah ketika dia bertemu dengan Ethan di tempat penampungan itu. Ethan sering mengirimkan bahan makanan untuk tempat penampungan.
Sarah menyukainya, Ethan juga memanggilnya Lemon-ade. Ketika pertama kalinya Sarah mengajaknya kencan, Ethan tiba-tiba membatalkannya. Ketika akhirnya mereka "berkencan" betulan, Sarah mengira Ethan menginginkan dirinya. Sewaktu tahu bahwa Ethan telah mempermalukannya di sebuah jejaring sosial, Sarah memutuskan untuk bunuh diri.

Victor DelamonteSeorang lelaki pebisnis kaya raya, yang sudah berusia 80-an dan sakit-sakitan, tidak ingin meninggal. Dia ingin hidup abadi. Maka, ketika dia akhirnya menemukan teknologi krionika yang katanya akan membuatnya hidup abadi, dia memutuskan untuk menghentikan berbagai pengobatannya supaya dia bisa diawetkan dan dibangkitkan lagi ketika obat yang dibutuhkan untuk menyembuhkan penyakitnya sudah ditemukan. Dia akan melanjutkan hidupnya sebagai pebisnis kaya raya.
Namun, dia menyembunyikan semuanya dari istrinya, Grace, yang sangat mencintainya.

Sarah dan Victor dipertemukan oleh Dor pada momen tahun baru, ketika Sarah bunuh diri dan Victor menuju laboratorium tempat dia akan diawetkan sementara itu.

Endingnya sih bisa ditebak, kok, kayak gimana.

Bunda suka cara Mitch Albom bercerita di sini. Bagaimana kita sebagai pembaca hanyut dalam perenungan-perenungan yang dalam tentang waktu.

Di situ, Dor bilang, bahwa ketika dia mendapatkan keabadian, dia justru nggak mendapatkan apa-apa. Dia merasa hampa dan itu bukan kebahagiaan.
Setiap orang berusaha berefisiensi terhadap waktu supaya bisa melakukan hal yang lainnya dalam waktu yang sama, tapi mereka tidak menikmatinya. Semakin orang meminta waktu lebih banyak, justru semakin tidak menikmatinya.

Dipikir-pikir bener juga, ya. Kita selalu dikejar waktu, takut terlambat, takut ketinggalan, lalu kita nggak bisa menikmati waktu yang berjalan. Waktu terasa berlalu begitu cepat.

Bunda jadi ingat obrolan Bunda dengan Mbah Nata beberapa waktu yang lalu, sewaktu Bunda dan Mbah Nata sama-sama nggak libur di hari kejepit nasional menjelang libur Natal kemarin.
Mbah Nata bilang, "Orang-orang sekarang berpikir terbalik. Di hari Senin sampai Jumat, mereka mikirin rencana hari Sabtu. Sewaktu datang hari Sabtu, mereka malah memikirkan apa yang akan mereka kerjakan hari Senin."

Setiap hari Jumat, baik di Facebook maupun di Twitter, Bunda pasti nemu orang menulis, "TGIF". Thanks God, It's Friday. Kenapa? Dengan bertemu hari Jumat, maka sehari kemudian akan bertemu dengan hari Sabtu. Di mana Sabtu dan Minggu adalah hari libur bagi orang-orang yang sehari-harinya kudu berangkat kerja di kantor.

Entah kenapa, buat Bunda semua hari itu sama menyenangkannya. Memang, hari Sabtu, Minggu atau hari libur lainnya, waktu Bunda dengan Kakak Ilman, Adik Zidan, dan papa jadi lebih banyak karena Bunda nggak harus pergi ke kantor. Tapi bukan berarti bahwa Bunda nggak suka hari Senin sampai Jumat, lho.
Bunda selalu menikmati hari-hari yang Bunda lewati, dan Bunda selalu ingin, setiap hari ada satu momen menyenangkan yang bisa Bunda syukuri.

Setelah membaca buku ini, Bunda semakin ingin menikmati setiap detik yang dianugerahkan kepada Bunda. Detik-detik kencan Bunda bersama Allah. Sama papa. Sama Kakak Ilman dan Adik Zidan. Sama buku-buku. Sama makanan. Sama cucian. Sama game yang Bunda mainkan. Sama semua pekerjaan yang menjadi tugas Bunda. Sama teman-teman Bunda. Dan masih banyak lagi.
Akhirnya, satu kalimat yang selalu keluar menjelang tidur: Alhamdulillaah. Terima kasih, ya, Allah, untuk setiap detik yang diberikan kepada Bunda.

Oke, kalo dari sisi ceritanya di buku ini, Bunda sangat menikmatinya.
Terus, baca buku ini nggak capek karena efek setiap bab yang ditulis sedikit-sedikit. Baru aja buka halaman keempat, eh, ternyata udah selesai bab itu. Jadi, bacanya bikin semangat karena nggak panjang dan melelahkan. Keren juga triknya, nih.

Kalo soal terjemahannya... Bunda baik-baik aja, kok. Lumayan enak dan mengalir. Typo ada, sih, tapi nggak banyak sampai bikin ilfeel.

Cover!
Meski covernya beda sama novel bahasa aslinya, cover yang ini Bunda suka juga. Elegan dan tampak keren. Mencerminkan isi bukunya, deh. Hehe. Maklum, Bunda termasuk aliran "judge the book by the cover" :D

Bunda akan tutup postingan terakhir di tahun 2012 ini dengan harapan semoga di tahun 2013 nanti, Bunda lebih konsisten ngisi blognya. Kalo bisa, setiap abis baca, ada waktu buat mereview biar bisa lebih fokus dan masih segar dalam ingatan.
Target bacaan juga akan Bunda perbaiki. Pokoknya, berharap kehidupan lebih baik di tahun 2013.

Ini kalimat di buku yang bikin Bunda nyaris menangis.
"Ada sebabnya mengapa Tuhan membatasi hari-hari kita."
"Mengapa?"
"Supaya setiap hari itu berharga."
Yuk! Yang masih nggak menikmati hari-hari atau masih bilang "today is not my day", kita ubah cara berpikir kita. Setiap hari itu diciptakan Tuhan berharga, lho!
Terusin baca - [Review Bareng BBI] The Time Keeper - Sang Penjaga Waktu

28 Des 2012

[Wrap Up Post] Name In A Book Challenge 2012

Halo, Kakak Ilman dan Adik Zidan...

Sampai juga di penghubung tahun 2012. Rasanya, baru kemarin Bunda memasuki tahun 2012 dengan semua mimpinya. Ternyata, sudah sangat banyak yang terjadi di tahun ini... Termasuk... Bunda terpaksa menurunkan challenge baca dari 60 buku ke 40 buku karena banyak distraksi. Lagi pula, Bunda memilih banyak main dengan kalian ketimbang baca, kecuali kalian sedang "nggak butuh" Bunda.

Nah, seperti di postingan sebelumnya, Bunda memang nggak menargetkan mau baca berapa buku yang mengandung unsur "nama". Tapi karena peraturannya minimal enam, maka Bunda berusaha memenuhi target minimal enam. Sebetulnya bisa lebih, tuh, dari 10, kalo saja buku memoar bisa dimasukkan. Hahaha...



Oke, mari kita kumpulkan di sini, Bunda sudah membaca buku apa saja sepanjang tahun 2012 ini, yang judulnya berunsur nama:
1. Fatima's Good Fortune
2. Love, Aubrey
3. Anna and The French Kiss
4. Fifty Shades of Grey
5. Botchan
6. Poirot Melacak (yang ini Bunda nggak tulis reviewnya, tapi Bunda tandai di Goodreads)

Yah, ternyata mengecewakan sekali. Menurut Bunda, rapor Bunda mungkin nilainya cuma "C" untuk target yang pas-pasan ini. Heuheu. Tahun depan, kabarnya, tante Ren mau ngadopsi hosting challenge ini. Semoga Bunda bisa "mengerjakannya" dengan lebih baik, ya... Doakan...
Terusin baca - [Wrap Up Post] Name In A Book Challenge 2012

27 Des 2012

Botchan, Si Anak Bengal


Judul buku: Botchan, Si Anak Bengal
Penulis: Natsume Soseki
Koordinator Penerjemah: Mikihiro Moriyama
Penerjemah: Jonjon Johana
Pewajah Sampul: Iksaka Banu
Pewajah Isi: Tim Khansa
Diterbitkan oleh: Khansa Books
Cetakan I, Juli 2012
Jumlah halaman: 233 halaman
Fiksi Klasik
ISBN-13: 978-602-97196-5-9
Status: Punya. Beli di Rumah Buku
Harga: IDR 32,000
 
 
Sejak kanak-kanak, Botchan tidak pernah lepas dari 'masalah'. Orangtuanya menganggapnya anak berandalan tanpa masa depan. Tidak ada yang menyukai maupun memahami tingkah lakunya, kecuali wanita tua yang menjadi pelayan keluarga mereka.

Berbekal warisan yang sedikit, Botchan berhasil lulus sekolah. Seperti biasa, tanpa berpikir panjang dan spontan, dia memutuskan untuk menerima tawaran menjadi guru. Ternyata, menjadi guru yang jujur di daerah pelosok tidak semudah yang dibayangkan...

Sebuah kisah yang akan membuat kita tertawa menangis dan marah di saat yang bersamaan. (dari sampul belakang buku)


Halo, Kakak Ilman dan Adik Zidan...
Hari ini Bunda berniat produktif. Soalnya sedang mengejar satu postingan lagi. Namanya wrap up post. Hahaha. Mumpung yang ngasih kerjaan lagi meeting di luar kota, Bunda mau habisin hari ini dengan posting aja. Biarin, deh, Bebi pusing terima mensyen dari Bunda terus #dikeplak Bebi.

Botchan si Anak Bengal ini ceritanya bukan si Botchan pas masih kecil yang bisa kalian bayangkan waktu baca Totto Chan gitu. Beda. Di buku ini, Botchan udah dewasa. Pas dia lulus sekolah menengah kejuruan di bidang Fisika dengan nilai pas-pasan, dia dapat kabar bahwa ada desa yang lagi cari guru Matematika. Maka, pergilah Botchan meninggalkan Tokyo untuk datang ke desa terpencil itu buat menjadi seorang guru.

Dari hari pertama kedatangannya ke desa itu, sudah nggak menyenangkan. Belum lagi perilaku murid-muridnya di kelas yang kurang ajar banget sama dia. Memang, sih, masa kecil Botchan terbilang bengal, nakal, sampai ayahnya aja bilang kalo dia bukan anak berguna. Lalu, pas ayahnya meninggal, dia dan kakaknya dapat warisan, kakaknya nggak mau ngurusin dia. Disuruh hidup mandiri aja.

Sebengal-bengalnya Botchan sewaktu masih sekolah, nggak diceritakan dia berbuat kurang ajar terhadap gurunya. Jadi, sewaktu dia menjadi guru dan mendapat perlakuan kurang ajar dari murid-muridnya, dia merasa kesal dan pengen murid-muridnya minta maaf.

Botchan ini ketika nggak lagi ngajar, dia pernah mampir ke warung dango. Lalu, begitu sampai kelas keesokan harinya, di papan tulis ada tulisan, "DANGO DUA PIRING, 7 SEN." Begitu juga waktu Botchan makan soba tempura, dia menemukan tulisan, "PROFESOR TEMPURA", "EMPAT PORSI SOBA TEMPURA, TAPI JANGAN TERTAWA", dan seterusnya.

Botchan tentu saja heran. Siapa yang iseng membuat dirinya ditertawakan murid-muridnya? Siapa yang tahu betul ke mana Botchan berada selepas mengajar? Dan lagi pula, apa salahnya makan soba tempura? Makan dango? Eh, anehnya, ternyata, malah "kesenangan" semacam ini justru dilarang pihak sekolah, lho!

Ternyata, meski Botchan ini bocah bengal, dia orang yang jujur. Dia tidak suka dengan "kekotoran politik" di ruang lingkup sekolah yang seharusnya menyanjung tinggi moral karena bergerak di bidang pendidikan. Sayangnya, terkadang dia ini lebih emosian, tipikal anak yang nggak berpikir panjang. Mungkin, karena dia juga merasa dirinya nggak pinter-pinter amat, kali, ya...

Anyway, terus terang, sebelum Bunda tahu kalo ini buku klasik, Bunda merasa agak kepayahan pas baca. Terjemahannya lumayan, kok. Typo ada, sih. Dan kerasa banget kalo ini terjemahan langsung dari Bahasa Jepang. Begitu browsing sana sini, ternyata... ini buku klasik. Pantesan... jadul banget. Hehehe...
 
Kalo boleh jujur, Bunda ketipu pas baca buku ini. Bunda pikir, memang cerita tentang anak-anak. Ternyata, cerita Botchan ini cerita tentang "politik kotor" di sekolah, tempat Botchan mengajar. Jadi, kalo memang ditanya apakah ini buku anak-anak, jawaban Bunda: bukan. Karena, kalo anak-anak yang baca, pasti bakalan nanya, "geisha" itu artinya apa? Dan masih banyak lagi kalimat-kalimat yang hanya dipahami oleh orang dewasa.

Apa ya, yang bikin Bunda merasa tertipu? Oh. Mungkin covernya. Mungkin juga judul bukunya. Untuk terbitan Khansa Books ini, dari segi desain sampul, Botchan bernuansa buku anak-anak. 
 
Kalo nggak salah, sebelumnya pernah diterbitkan Gramedia, deh. Kurang lebih, kayak gini sampulnya. 


Botchan terbitan Gramedia

Gimana? Kelihatannya buku anak-anak apa bukan, kalo sampulnya kayak terbitan Gramedia gitu?

Meski begitu, walau tadinya Bunda nggak suka karena merasa tertipu karena desain sampul yang nggak mencerminkan isinya, ternyata feel-nya dapat. Bunda bisa ngerasain banget emosi si Botchan ini... Jadi... yah... Bunda kasih empat buat Botchan!
Terusin baca - Botchan, Si Anak Bengal

26 Des 2012

[galau antara review sama curcol] Letters to Sam


Judul: Letters to Sam - Pelajaran dari Seorang Kakek tentang Cinta, Kehilangan, dan Anugerah Hidup
Penulis: Daniel Gottlieb
Penerjemah: Windy Ariestanty
Editor: Ninus D. Andarnuswari
Proofreader: Christian Simamora
Penata Letak: Nopianto Ricaesar
Desain Sampul: Dwi Annisa Anindhika
Diterbitkan oleh: GagasMedia
Cetakan kedua, 2011
Jumlah halaman: xiv + 218 hlm; 14 x 20 cm
ISBN 979-780-510-7
Nonfiksi/Memoar



Aku tak sanggup memikirkan hal ini, tetapi aku tahu, suatu hari nanti, kau akan mendengar seseorang berkata, 'Dia autis.' Kalau hal itu terjadi, aku khawatir, kau akan menyadari bahwa ketika orang melihatmu, mereka tak melihat seorang Sam. Mereka melihat sebuah diagnosis. Sebuah masalah. Sebuah pengelompokan. Bukan seorang manusia.

Dalam kekhawatiran dan ketidakpastian itulah, Daniel Gottlieb memutuskan untuk menulis surat-surat kepada Sam, cucunya. Bagi sang Kakek, Sam adalah sahabat sejiwanya karena dia sendiri mengalami kelumpuhan akibat kecelakaan.

Sang Kakek ingin membagi pandangan tentang menjadi berbeda, bagaimana menghadapi ketakutan, merajut harapan, dan mengambil hikmah dalam rencana Tuhan. Inilah kisah yang dibagi Daniel Gottlieb untuk Sam dan untuk kita semua - tentang menjadi manusia.

... Berterimakasihlah kepada siapa pun yang datang... karena setiap tamu dikirimkan dari atas sana sebagai pemandumu. -- Jalaludin Rumi (dari sampul belakang).

Halo, Kakak Ilman dan Adik Zidan...
Phew! Udah lama banget, nih, Bunda nggak ngisi blog ini! Padahal niatan buat nulis udah numpuk aja... Dan bentar lagi akhir tahun, kaaan... huhuhu...

Hmmm... dari pertama tahu soal buku ini, Bunda emang penasaran... Begitu tahu penulisnya menulis surat buat cucunya yang termasuk ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) Bunda jadi pengen tahu, apa sih, yang ditulis sang kakek buat cucunya ini...

Ya sebetulnya, sih, tulisan-tulisan kakek Dan ini termasuk umum, ya. Tentang dirinya sendiri, tentang bagaimana beliau melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain, tentang pengalaman beliau menghadapi pasiennya, dan lainnya. Bunda memang sudah menduga, kalo penulisnya punya latar belakang di bidang psikologi, jadi bisa memandang sesuatu dari sudut pandang yang berbeda. Belajar dari pasiennya, bahkan. 

Yang bikin Bunda terenyuh adalah... sewaktu beliau bilang, kalo suatu saat ada yang nyebut Sam itu autis, maka orang itu bukan melihat Sam sebagai manusia. Tapi sebagai suatu kelompok. Sebagai diagnosis. Sama seperti kalo kita sakit flu, misalnya, terus orang bukan nyebut, "kamu sakit flu." melainkan dengan bilang, "kamu flu" yang artinya "kamu adalah flu".

Bunda tahu perasaan kakek Dan sewaktu cucunya mendapat diagnosis autis PDD NOS. Bunda salut dengan kedua orangtua Sam, yang bisa langsung mencurahkan segalanya untuk membimbing Sam dan membekali Sam untuk kehidupannya nanti. Bunda malu. Seharusnya, Bunda dan papa bisa meneladani mereka.

Gimana Bunda bisa tahu perasaan mereka? Yah, begitu. Menurut dokter yang katanya memeriksa Kakak Ilman, diagnosisnya asperger. Apakah hari itu jadi kiamat buat Bunda? Nggak. Tapi, Bunda sempat down. Bunda sebelumnya hanya berharap Kakak Ilman "speech delayed" semata. Namun, dengan adanya diagnosis itu, mau nggak mau, Bunda mulai cari tahu, apa sih, asperger itu? Terus harus ngapain? Dan gimana, nih, caranya supaya Kakak Ilman bisa berbaur dengan lingkungan Kakak sekaligus mengondisikan orang di sekitar Kakak supaya bisa menerima kehadiran Kakak dan ikut bekerja sama dengan Kakak.
Walau kemudian, setelah Bunda pelajari tentang asperger, Bunda merasa Kakak bukan penyandang asperger. Ada banyak hal menurut kriteria asperger, di mana Kakak Ilman bukan termasuk di dalamnya.

Bunda belajar banyak dari kakek Dan, bagaimana mencoba melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain. Bunda jadi belajar untuk tidak memaksakan kehendak supaya Bunda dimengerti oleh orang lain. Bunda jadi belajar, bahwa orang-orang cenderung punya pendapat sendiri dan terkadang sok tahu. Untuk bisa tahu perasaan orang lain, kita memang harus bisa merasakan berdiri di sepatu orang lain. Kalo nggak salah, peribahasa dalam bahasa Inggrisnya tuh, "standing on other's shoes".

Kayak gini, deh. Bunda sering banget dijudge jadi "ibu yang nggak sayang anak" karena Bunda bekerja di luar rumah. Bunda punya alasan tersendiri kenapa Bunda harus bekerja di luar rumah, yang nggak perlu Bunda umbar di sini. Nah, karena orang lain ngeliatnya Bunda nggak perlu kerja di luar rumah, jadi Bunda sering dapat cap "ibu yang nggak sayang anak", karena Bunda memilih bekerja di luar daripada berada di rumah mengurus anak-anak. Kalo seandainya mereka pakai sepatu Bunda, mungkin mereka tahu, kenapa Bunda harus bekerja di luar rumah, untuk saat ini. Nah, tapi Bunda nggak misuh-misuh sewaktu dapat label seperti itu. Bunda malah berterima kasih, ada yang sempat kasih label itu ke Bunda. Berarti orang-orang ini punya waktu buat mikirin Bunda... hehehe...

Oya, Bunda belajar tentang "bahagia" di sini. Orang-orang pada umumnya mengartikan kata "bahagia" itu dengan... bisa makan enak di restoran mewah, berkeluarga, punya uang banyak, punya mobil terbaru, dan lain-lainnya yang enak-enak dan indah-indah. Kakek Dan bilang, itu adalah "ilusi". 

Bunda jadi ingat banyak teman Bunda suka sekali pasang status lagi spa, nyalon atau makan enak di tempat mewah. Membuat iri? Jelas. Teman-teman Bunda yang lain yang merasa nggak belum mampu untuk makan di tempat mewah macam gitu, ada yang misuh-misuh. "Si anu seenaknya aja pasang status di jejaring sosial. Mau pamer, ya? Mau kasih tahu ke kita kalo dia bisa makan di tempat mewah?" atau gerutuan lainnya. Bunda cuma nyengir. Karena sesekali, Bunda pernah, kok, makan di tempat mewah. Ditraktir. Alhamdulillaah. Hahaha...

Soal "ilusi" itu, memang benar, sih. Kita yang dalam posisi "nggak punya" pasti mikirnya kalo "orang lain punya yang kita nggak punya" pasti "enak", pasti "bahagia". Padahal, itu bukan jaminan bahagia.

Karena, Bunda punya contoh nyata. Salah satu kenalan Yangkung, yang kaya raya banget, deh. Segala bisa dibelinya. Termasuk mobil mewah terbaru yang bahkan belum beredar di Indonesia, dia pasti bisa punya, kalo dia lagi mau. Tapi, rumah tangganya berantakan. Bercerai karena hasutan sana sini yang pengen ikut-ikutan menguasai kekayaannya. Lalu jatuh sakit dan sekarang yang bener-bener menguasai hartanya itu istri barunya. Mirip cerita sinetron? Iya. Tapi ini di dunia nyata dan betul-betul terjadi.

Kalo kita mampu bersyukur sama semua keadaan dan menjalaninya dengan senang, kita pasti bakalan jadi manusia paling berbahagia di muka bumi ini, meski kita nggak punya apa-apa atau nggak bisa liburan ke luar negeri. Sering juga Bunda diketawain kalo ditanya, "liburan ke mana? Gimana? Fun?" lalu jawaban Bunda, "fun banget. Nggak ke mana-mana. Di rumah aja." Laaah..., kok Bunda diketawain, sih? Salah Bunda apa, ya? Padahal, bisa ngumpul berempat, main sama kalian berempat itu adalah momen yang menyenangkan. Mau tempatnya di mana aja, that will be okay. Bunda selalu senang. Jadi, kalo ditanya "fun, nggak?" masa Bunda harus jawab, "nggak"?

Sudah, sudah. Ini bukan review buku, malah curcol. Abisnyaaa.. ini bukan novel, siiih. Mendingan kalian baca sendiri aja, kalo mau tahu isinya gimana.

Ini, deh, pendapat Bunda tentang buku ini:
#1 Terjemahannya. Oke, kok. Bunda bisa menikmati dengan baik apa yang ditulis kakek Dan ke cucunya. Bonding di dalam surat untuk Sam dari kakek Dan cukup terasa.
#2 Covernya. Bunda nggak masalah dengan desain covernya. Bunda suka. Dan ini juga, sih, yang bikin Bunda ngambil bukunya. Cumaaaa... yang jadi masalah bahan kertas sampulnya, sih. Jadi gampang kotor dan lusuh kalo nggak disampul.
#3 Kalo dari segi isinya, Bunda suka. Suka. Suka. Terlepas penulisnya berbeda keyakinan sama Bunda, tapi Bunda bisa belajar banyak soal kehidupannya, kok. Karena kalo ditarik benang merahnya, memang ada banyak hal yang sama soal hidup mah. 

Oya, Bunda punya riset sedikit tentang apa itu Autisme, PDD NOS dan Asperger (dari berbagai sumber).

Autisme sendiri pengertiannya (dari LRD Member)
Autisme sebenarnya adalah cacat syaraf
Istilah sulitnya adalah "gangguan neurobiologis"
Masalah terbesarnya, "gangguan" ini ternyata bukan masalah kecil.
Gangguan ini memengaruhi fungsi otak.
Anak yang "kena" autisme kehilangan kemampuan berinteraksi dan berkomunikasi dengan lingkungannya. 
Asperger: (dari Putra Kembara)
Seperti pada Autisme Masa Kanak, Sindrom Asperger (SA) juga lebih banyak terdapat pada anak laki-laki daripada wanita.
Anak SA juga mempunyai gangguan dalam bidang komunikasi, interaksi sosial maupun perilaku, namun tidak separah seperti pada Autisme.

Pada kebanyakan dari anak-anak ini perkembangan bicara tidak terganggu. Bicaranya tepat waktu dan cukup lancar, meskipun ada juga yang bicaranya agak terlambat. Namun meskipun mereka pandai bicara, mereka kurang bisa komunikasi secara timbal balik. Komunikasi biasanya jalannya searah, dimana anak banyak bicara mengenai apa yang saat itu menjadi obsesinya, tanpa bisa merasakan apakah lawan bicaranya merasa tertarik atau tidak. Seringkali mereka mempunyai cara bicara dengan tata bahasa yang baku dan dalam berkomunikasi kurang menggunakan bahasa tubuh. Ekspresi muka pun kurang hidup bila dibanding anak-anak lain seumurnya.

Mereka biasanya terobsesi dengan kuat pada suatu benda/subjek tertentu, seperti mobil, pesawat terbang, atau hal-hal ilmiah lain. Mereka mengetahui dengan sangat detil mengenai hal yang menjadi obsesinya. Obsesi inipun biasanya berganti-ganti.Kebanyakan anak SA cerdas, mempunyai daya ingat yang kuat dan tidak mempunyai kesulitan dalam pelajaran disekolah.

 Mereka mempunyai sifat yang kaku, misalnya bila mereka telah mempelajari sesuatu aturan, maka mereka akan menerapkannya secara kaku, dan akan merasa sangat marah bila orang lain melanggar peraturan tersebut. Misalnya : harus berhenti bila lampu lalu lintas kuning, membuang sampah dijalan secara sembarangan.

Dalam interaksi sosial juga mereka mengalami kesulitan untuk berinteraksi dengan teman sebaya. Mereka lebih tertarik pada buku atau komputer daripada teman. Mereka sulit berempati dan tidak bisa melihat/menginterpretasikan ekspresi wajah orang lain.

Perilakunya kadang-kadang tidak mengikuti norma sosial, memotong pembicaraan orang seenaknya, mengatakan sesuatu tentang seseorang didepan orang tersebut tanpa merasa bersalah (mis. “Ibu, lihat, bapak itu kepalanya botak dan hidungnya besar ”). Kalau diberi tahu bahwa tidak boleh mengatakan begitu, ia akan menjawab : “Tapi itu kan benar Bu.”

Anak SA jarang yang menunjukkan gerakan-gerakan motorik yang aneh seperti mengepak-ngepak atau melompat-lompat atau stimulasi diri.

PDD NOS (dari sini)
Disorder-Tidak Pervasive Developmental Otherwise Specified (PDD-NOS) adalah gangguan perkembangan pervasif (PDD), juga disebut spektrum autisme disorder (ASD). PDD-NOS adalah satu dari lima bentuk Gangguan Spektrum Autisme . PDD-NOS sering disebut autisme atipikal. Diagnosa Pervasive Develompmental Disorder Not Otherwise Specified (PDD – NOS) umumnya digunakan atau dipakai di Amerika Serikat untuk menjelaskan adanya beberapa karakteristik autisme pada seseorang .

National Information Center for Children and Youth with Disabilities (NICHCY) di Amerika Serikat menyatakan bahwa Autisme dan PDD – NOS adalah gangguan perkembangan yang cenderung memiliki karakteristik serupa dan gejalanya muncul sebelum usia 3 tahun. Keduanya merupakan gangguan yang bersifat neurologis yang memengaruhi kemampuan berkomunikasi, pemahaman bahasa, bermain dan kemampuan berhubungan dengan orang lain. Ketidakmampuan beradaptasi pada perubahan dan adanya respon-respon yang tidak wajar terhadap pengalaman sensoris seringkali juga dihubungkan pada gejala autisme.
Oya, kalo pengen tahu penulisnya, kalian bisa klik website kakek Dan ini, ya...
Bunda juga sempat dapat beberapa foto kakek Dan dengan Sam...






Bunda jadi ingat bonding antara Kakak Ilman dengan Yangkung sejak kecil... hehehe...


Btw, ini kayaknya bukan review buku, deh. Tapi curhat... Hahaha...

Terusin baca - [galau antara review sama curcol] Letters to Sam

17 Des 2012

[review buku] Fifty Shades of Grey


 Judul: Fifty Shades of Grey (Fifty Shades #1)
Penulis: E. L. James
 Cover image: Papuga2006 | Dreamstime.com
Cover design: Jennifer McGuire
Diterbitkan pertama kali oleh The Writer's Coffe Shop
Edisi 1, April 2011
e-book
ISBN: 978-1-61213-029-3
erotika, xxx, buku dewasa



When literature student Anastasia Steele goes to interview young entrepreneur Christian Grey, she encounters a man who is beautiful, brilliant, and intimidating. The unworldly, innocent Ana is startled to realize she wants this man and, despite his enigmatic reserve, finds she is desperate to get close to him. Unable to resist Ana’s quiet beauty, wit, and independent spirit, Grey admits he wants her, too—but on his own terms.

Shocked yet thrilled by Grey’s singular erotic tastes, Ana hesitates. For all the trappings of success—his multinational businesses, his vast wealth, his loving family—Grey is a man tormented by demons and consumed by the need to control. When the couple embarks on a daring, passionately physical affair, Ana discovers Christian Grey’s secrets and explores her own dark desires.

Erotic, amusing, and deeply moving, the Fifty Shades Trilogy is a tale that will obsess you, possess you, and stay with you forever.

This book is intended for mature audiences. (dari Goodreads)


Disclaimer: Saya nggak menulis ini buat anak-anak saya. Ini murni review saya sebagai orang dewasa dan bertanggung jawab atas diri sendiri. *ngomong apa, sih?*
Maksudnyaaaa... di sini kalian yang baca ini, nggak akan ditemukan style saya seperti biasa, menulis pake bahasa antara anak dan ibunya. Heuheu...

Oke, mari kita mulai ngobrol. Eh, maksudnya, biarkan saya bercerita tentang kisah saya selama membaca buku ini. Eh, bukan itu maksudnya. Apa, ya? Terserah, deh. Saya juga bingung. Pokoknya, saya mau cerita di sini. Titik. :D

Sebetulnya, saya termasuk sangat terlambat tahu tentang kehebohan buku ini. Mungkin, karena tadinya, teman-teman saya di Goodreads orangnya lurus-lurus, jadi, keberadaan buku ini sama sekali tidak ada di Home/Newsfeed Goodreads. Sampai akhirnya, saya berteman dengan beberapa penggemar buku kacrut, erotis, apa pun itu namanya dan mulai menemukan review buku ini dengan begitu hebohnya. Bahkan, ada review salah satu kontak saya di Goodreads yang diserang beberapa pembaca lain (orang luar, sih), karena ketidaksukaannya sama buku ini.

Jujurly, saya belum pernah baca buku bergenre seperti ini. Erotis, xxx, apa pun itu sebutannya. Jadi, ini buku pertama yang saya baca. Udah gitu, ada unsur BDSM pula! Di awal sebelum saya keidean buat baca buku ini, saya gugling dulu buat cari tahu tentang BDSM. Huwow! Seyeeem! Kok, pake diiket gitu? Kok, ada cambuk-cambuk begitu? Apakah... mereka bercinta pake acara dicambuk? Issh... Rasanya kok saya pernah, ya, nonton film, err.. bukan nonton, sih, lihat sekilas entah di tv mana, dan entah kapan juga itu, kayaknya saya masih kuliah, deh... Di situ ada orang lagi bercinta *kalo sebutannya begitu*, tapi perempuannya diikat di tempat tidur, mata ditutup dan dicambuki. Katanya, makin si perempuan mengerang, si pria makin terangsang. DOH!

Kesimpulan awal setelah saya baca FSOG, perempuan yang di film yang saya lihat secara nggak sengaja itu yang disebut sebagai Submissive, sementara si pria yang disebut Dominant. Harap dicatat, saya sama sekali nggak nonton bener film itu dan saya bahkan nggak tahu itu film ceritanya apa. Apalagi ingat judulnya. Boro-boro. Hahaha...

Lalu, saya teringat lagi, ketika membaca salah satu review FSOG di Goodreads, ada yang bilang, bahwa BDSM itu sebetulnya titik beratnya adalah pada masalah percaya. Percaya nggak si Submissive ini pada Sang Dominant. Percaya apa? Saya juga nggak tahu. Percaya bahwa Sang Dominant nggak akan menyakiti Si Submissive ketika dia pakai peralatan mengerikan itu? Entahlah. Saya belum cari tahu banyak dan memilih nggak tahu dulu. Karena saya sama sekali nggak tertarik dengan metode bercinta ala BDSM, kok. Serius. Cara yang romantis itu jauh lebih menyenangkan dan menggairahkan, kok. #eh

Lalu, Fifty Shades of Grey ini sebenarnya cerita tentang apa? Cerita tentang gadis clumsy bernama Anastasia Steele, mahasiswi tingkat akhir sebuah perguruan tinggi, yang terpaksa mewawancarai Christian Grey, CEO sebuah perusahaan miliknya sendiri, untuk keperluan majalah kampusnya. Ana ini menggantikan Katherine Kavanagh, sohibnya, temen serumahnya juga, yang lagi kena flu berat jadi nggak mungkin mewawancarai Grey dalam keadaan sakit.

Ternyata, dari ke-clumsy-an Ana ini, bikin Grey suka sama Ana. Dan nggak hanya itu, Grey ini stalk di mana pun Ana berada. Kayak gimana bisa "kebeneran" Grey datang ke tempat kerja Ana, buat beli beberapa barang yang rada aneh aja menurut Ana buat diborong sama Grey. Kayak kabel, kawat, dan lain-lain. Banyak, sih, kebeneran yang lainnya, yang membuat saya super yakin, kalo Grey ini nggak mau terlalu jauh dari Ana. Terus, gimana ceritanya Grey bisa tahu alamat pos Ana, karena dia kirim buku klasik Tess ke rumah tempat Ana tinggal.

Awalnya, Grey bilang dia nggak mungkin jatuh cinta. Tapi lalu, Ana diajak "ngamar". Dan karena Ana emang udah naksir berat sama Grey sejak awal ketemu, jadi mau-mau aja. Lagian dia juga horny lihat si Grey. Eh, tapi... Grey yang tadinya mau memberlakukan cara dia biasa bercinta, kaget sewaktu tahu Ana masih perawan.

Dan berikut-berikutnya... ya begitulah. Sedikit demi sedikit, Ana dikenalin sama cara bercinta ala Grey yang mengarah ke BDSM itu. Oh, ya, satu hal: Grey tidak menyebut berhubungan seks dengan Ana itu sebagai "make love" tapi sebagai "fuck hard".

Dan... kayaknya si Grey ini nggak kenal capek, ya... Setiap lihat Ana gigit bibir, dia pasti horny, walau pun baru aja dia habis "nyampe" setelah gedubrakan sama Ana. Dan lalu... gedubrakan lagi, deh, sama Ana.

Nah, sebetulnya, yang mengganggu di buku ini adalah: dari sejak bab ke sekian, isinya tentang perjanjian dan ketika halaman buku udah mau habis, masih aja bicara soal perjanjian yang belum juga disepakati sama Ana. Sebetulnya banyak sih, adegan annoying di buku ini.

Saya "suka" FSOG karena....   

1. Ternyata, meski udah umur 20 something, Anastasia Steele itu masih virgin! Wow! Suatu prestasi yang teramat sulit buat remaja cewek di Amrik: menjaga keperawanan. Atau Ana nggak laku dipacari? Apa pun itu, menjura, deh! Dia udah hebat bisa jaga keperawanan! Tapi... lalu, kenapa harus hilang keperawanannya sama Christian Grey? Kok mau-maunya? Segitu dahsyatnya kah, magnet yang ada pada Christian Grey, sampai dia suka rela nyerahin sesuatu yang udah dia pertahankan selama dua puluh tahunan? Padahal, sekalian aja, nunggu nikah sama dia. Blah! Bicara apa saya ini? Ini kan bukan novel Gone With The Wind, di mana perempuan Amerika pada masa itu masih jaga keperawanan sampai mereka menikah? #toyor diri sendiri.

2. Bagian mereka saling kirim email itu bikin ceritanya jadi lumayan hidup. Lucu aja, sih. Kebayang, Ana yang baru pertama kali gedebuk in lap segitu rupa ama seorang cowok, jadi suka penasaran ada email atau sms ga dari Christian, meski lagi bete atau ngambeuk. Beneran, deh, bagian ini cukup menghibur saya. Juga isi SMS mereka. Atau telponan mereka.

3. Christian itu sebenernya pemerhati soal isu kelaparan. Meski ga banyak diceritain, tapi, ya, saya suka lah. Berarti dia ada perhatian ama dunia. #apasih

4. Ada Taylor, karyawan Christian yang hebat. Diamnya pun mengademkan hati.

5. Ada Ray! Ayah tiri Ana yang bela-belain dateng buat wisuda Ana!
Ini yang saya nggak suka dari FSOG:   

1. Ana yang pengumpat. Menjura banget, deh, sama yang niat menghitung ada berapa jumlah "holly shit", "holly fuck", "holly crap", nyebut nama lengkap si Kate dengan "Katherine Kavanagh berulang-ulang, dst.

2. Christian yang control freak, stalker. Dia kayaknya punya banyak mata-mata, deh. Tapi wajar, dia kan milyuner. Tinggal bayar orang buat melakukan apa yang dia mau. Cuma sayang aja, sih. Cakepnya katanya flawless. Tapi yah, cowok ganteng banget mah emang gitu, katanya. Kalo nggak dia brengsek, dia gay. Atau dia bodoh. Untuk Christian, berarti dia brengsek. Soalnya ga bodoh atau ga gay. Hahaha... Ups! Jangan bilang-bilang ama Christian, ya. Ntar dia mencambuk saya. Haesssh.. siapa sayaaa... jadi submissivenya juga ga mauuuuuu... meski dia bisa beliin saya Mac Book Pro sekontainer juga, saya ga maooooo....

3. Ana nggak ngerasa sakit gitu, pas kehilangan virginitasnya? Segitu jagoannya kah, Christian Grey, sampe si Ana nggak ngerasa sakit sama sekali? Tapi, kan....

4. Bercinta pake apa itu? Vagina balls? Ish... Eh, bukan bercinta, kan, itu, si Grey nyebutnya. Fuck hard. Iuuuh. Dan bercinta pas si Ana lagi bleeding karena datang bulan. Halooo... darah haid itu kan berpotensi nyebarin penyakit. Gimana, ih, si Grey teh... Sempet nyaris banting ebook reader. Tapi, kan, ebook readerku nggak salah. Mahal pula! *elus-elus iRiver*.

Jadi, akhirnya mengumpat aja. Tengah malem. Beneran melek, loh, pas baca bagian itu setelah asalnya nyaris tertidur. Melek bukan karena terangsang! Melek karena marah!

5. Grey yang mudah terangsang kalo lihat Ana gigit bibir. Dan bisa "fuck hard" si Ana di mana aja, walau pun itu di eskalator, asal liyat Ana lagi gigit bibir. *eyeroll*

6. Grey yang mudah marah kalo lihat Ana mutar bola matanya karena ngerasa aneh. Lalu menghukum Ana.

7. Grey yang nyembunyiin satu-satunya panties Ana pas ada acara dinner ama orangtua Grey. Jadi Ana ga pake panties selama acara itu dan sempet-sempetnya ber**** di salah satu ruangan dalam waktu yang mepet.

8. Katanya, Ana disediain segala perlengkapan baju baru sama Christian Grey. Disuruh ke salon yang udah ditunjuk. Dipertemukan oleh obgyn khusus. Tapi nggak disediain sikat gigi baru, jadi Ana pake sikat gigi punya Christian. Kaya raya, bisa beliin Mac Book Pro, Audi, Blackberry, baju selemari, tapi ga bisa beliin sikat gigi baru? INI BARU BERITA!

9. Kenapa Ana harus punya dua kepribadian lain? Subconcious ama Inner Goddes. Oke, yang satu genit yang satu pemalu. Tapi kenapa nggak jadi Anastasia Steele aja? Agak keganggu sih, ama si Subconcious atau Inner Goddes ini. Gimana, ya, cara Ana ngeliat keduanya?

10. BDSM-nya sih, di sini sebetulnya ga seseram yang saya baca atau lihat gambarnya di beberapa sumber. Di sini, Ana diiket. Pertama kalinya diiket pake dasi, ditutup matanya pake kaosnya sendiri. Berikut-berikutnya, pas udah di Red Pain Room, Ana mulai diborgol. Cuma yang ngeri pas udah mulai pake alat yang katanya bakalan ngeluarin darah dari kulit Ana, meski ga sakit *katanya* *tapi saya tetep meriang bacanya*, dengan tujuan Ana jadi lebih sensitif sama sentuhan.

So, yang saya pernah baca di review entah siapa, sebetulnya BDSM itu masalah kepercayaan. Jadi, siapa pun yang jadi Dominant nggak boleh menyakiti Submissive. Sayang, ilang linknya. Nanti lah kalo nemu, saya taruh di sini linknya.

11. Sampe selesai baca bukunya, perjanjian itu tetep nggak ditandatangani sama Ana. Tapi, kok, dia udah mau berada di Red Pain Room sebelum ditandatangani, ya? Ah... Ana labil...

Nah, bagi saya... bercinta itu buat bersenang-senang. Bisa saling menyentuh. Disentuh dan menyentuh. Dan menurut saya, tangan diikat, mata ditutup selama digerayangi dan disetubuhi itu sama sekali nggak seksi. Paling benci pas bagian Christian bilang, "keep still, Anastasia", setiap Ana nggak bisa diam pas digerayangin. Lah, orang si Ana menikmati apa yang Christian lakukan, masa ga boleh menggelinjang. Gimana, sih! *injak-injak Christian Grey*

Saya ngebayangin, Christian Grey berbahasa Inggris doang, dan Anastasia Steele berbahasa Inggris, Indonesia tapi bisa mengumpat dalam Basa Sunda.

Christian Grey: "Are you rolling your eyes, Miss Steele?"

Anastasia Steele (murmur): "Mau tau beneran atau mau tau aja?"

Christian Grey: "What did you say?"

Anastasia Steele: "Nothing. Nggak ada. I didn't roll my eyes on you, Sir. Lu aja berhalusinasi."

Christian Grey: "What? I saw you rolling your eyes at me, Anastasia."

Anastasia Steele: "Nggak, kok, cyyyn. No, I didn't, Sir."

Christian Grey: "Yes, you did. Now turn around, I will spank you now."

Anastasia Steele: "Terus, gue harus koprol sambil bilang wow gitu?" *kali ini, Ana beneran muter matanya*

Christian Grey: "Count, Anastasia! Count! You count!"

#ctarr #1

Anastasia Steele: "Kehed siah!"

Christian Grey: "What?"

Anastasia Steele: "Means one, Sir!"

#ctarr #2

Anastasia Steele: "Geuleuh siah maneh!"

Christian Grey: "Count!"

Anastasia Steele: "I count, Sir! Its two!"

#ctarr #3

Anastasia Steele: "Anjir! Nyeri! Gebleg! Nanaonan maneeeh!"

Anastasia Steele: "Three, Sir! Sundanese!"

#ctarr #4

Anastasia Steele: "Koplok siah! Aing mbung deui sare jeung maneh!"

Christian Grey: "Don't count in Sundanese! I don't understand!"

Anastasia Steele: "Four!"

lalu, karena Christian Grey gusar, masa sih, "empat" dalam bahasa Sunda udah segitu panjangnya, gimana sepuluh? Akhirnya, Christian menghentikan pukulannya, karena dia udah cape duluan ngedengerin cara Anastasia berhitung.

Eh, tapi...

sebenernya saya nggak berminat meneruskan baca buku keduanya, kalo nggak karena endingnya yang justru bikin saya penasaran ama kelanjutan kisah Anastasia Steele ama Christian Grey.

Jadi, ya semoga buku kedua nggak mengecewakan banget, deh. Heuheu.

Saya... kasih 2 aja, ya... Buat covernya yang "mengundang". Buat email-emailannya. Buat endingnya yang mengundang saya buat baca buku kedua. Ihik. Ya, saya akui saya tergoda buat baca buku keduanya, karena ending Fifty Shades of Grey ini.

Eh, iya. Ini penting banget!

Buat yang belum nikah, terus menganggap buku ini sebagai pelajaran seks atau edukasi pra nikah, YOU GOT IT WRONG!

Carilah buku pelajaran seks yang lebih manusiawi. Novel ini sama sekali bukan acuan belajar seks.

*teringat thread di suatu jejaring sosial, ada yang bilang, jadi belajar tentang seks lewat buku ini, sebagai pemula.* GUBRAAAK!

Sekali lagi saya ingatkan, carilah buku pelajaran seks yang lebih edukatif. Bukan ala BDSM macam gini. Buat saya ini mah ga ada seksinya sama sekali. Nggak tahu, ya, kalo ada yang doyan bercinta sambil diiket mah. Da saya mah ga doyan :P


Sebenernya, kalo di bagian "gedubrakan"nya itu, biasa aja, sih, menurut saya. Nggak bikin saya sampai ikutan menggelinjang saat bacanya. Entah saya terlalu lempeng atau saya nggak tertarik membayangkan sentuhan Grey pada Ana? Nggak tahu juga, sih. Pokoknya, ya, kalo penulisnya lalu disebut Mommy Porn, kok, kayaknya masih banyak yang lebih layak dapat sebutan demikian karena adegan seksnya lebih gimanaaaa.... gitu. Hihihi...

Sebenarnya, saya nggak suka sama Grey, awalnya. Karena dia kok, orangnya abusive banget, yak! Ana harus tunduk sama dia. Harus nurut sama apa kata Grey tanpa Ana bisa mengelak. Seakan-akan Ana nggak punya hidupnya sendiri dan bahkan nggak boleh jatuh cinta sama Grey, hanya karena hubungan mereka sebagai Dominant - Submissive. Eh, dan satu lagi, sih. Sebetulnya, perjanjian mereka belum disepakati, lho, kok... bisa-bisanya Ana mau jadi Submissive dan gedubrakan sama Grey ala Grey? Seharusnya, Ana nggak mau! Seharusnya, Ana juga punya hak buat menentukan dia mau apa, kan perjanjian belum ditandatangani? Mereka kan belum sepakat? Kok, bisa, sih? Atau, saking lemahnya Ana, jadi dia pasrah aja? Ish!


Di bagian akhir cerita, entah kenapa... mereka berdua dapat simpati saya. Huh! Saya kan jadi tertarik buat baca buku berikutnya. Udah buka-buka bagian awalnya, sih. Tapi saya simpan aja dulu, deh. Buat dibaca tahun depan aja....

Apa yang saya dapat dari FSOG? Pengetahuan tentang BDSM? Mungkin, sih. Cuma, ternyata katanya, pas ngobrol ama teman, penulisnya sebenernya nggak menggali sangat jauh soal BDSM. Jadi, yah, nggak bisa dibilang akurat juga, yak, pengetahuan yang saya dapat dari BDSM.

Kalo soal gedebuk in lap antara Ana dan Grey... cerita di Twilight Series lebih keren. Well, oke, note to myself, kalo FSOG ini berangkat dari fanfic Twilight Series. Jadi, yah... yang lebih "seru" menurut saya ya ada di Twilight Series kalo soal cinta-cintaannya mah. Lebih seru karena lebih menyebalkan. Hahaha...

Jadi intinya begitu. Sebelum saya baca FSOG dan baca review orang-orang, saya cari tahu dulu apa itu BDSM. Jadi, akhirnya saya tahu, bahwa ada ya, manusia melakukan hubungan intim di luar pakem romantisme karena mereka pakai bantuan alat. Dan akhirnya saya juga tahu, bahwa ada orang-orang masokis yang hobi berhubungan intim dengan cara-cara begitu. Lalu saya memberanikan diri baca FSOG dengan siap-siap linu. Eh, ternyata, yah, ada sih yang bikin linu, cuma ternyata nggak seserem yang saya bayangin.

By the way, saya nemu gambar beginian di Goodreads. Hihihi...


Oke, sekian dan terima kasih. Mohon maaf kalo review saya kurang menggigit, kurang gereget, kurang memuaskan. Saya cuma bingung mau ceplas ceplos di sini... Soalnya jarak antara saya baca buku FSOG dengan nulis review di sini terbilang udah jauh banget... Dan saya udah abis-abisan di Goodreads. Udah kehabisan mau nulis apa lagi di sini soalnya. Kode spoiler yang saya dapet belum bisa diaplikasikan. Huhuhu...

*Review ini diikutsertakan dalam 2012 of  End of Year Book Contest




Terusin baca - [review buku] Fifty Shades of Grey

28 Nov 2012

[posting bareng] Petualangan Tintin - Negeri Emas Hitam


Judul: Petualangan Tintin - Negeri Emas Hitam (Pays de l'or noir)
Penulis: Herge
Penerbit: Indira
Tahun terbit: 1979
Paperback
Jumlah halaman: 62 halaman


Experts are confused by a series of spontaneous car engine explosions, apparently caused by tampered fuel supplies. Political tensions heighten, leading the world to the brink of war, and Captain Haddock is mobilised in anticipation of an outbreak of hostilities. Following different leads, Tintin and Thomson and Thompson set off for Khemed (a fictional country in the Middle East) on board a petrol tanker. Upon arrival, the three are framed and arrested by the authorities under various charges. The Thompsons are cleared and released, but Tintin is kidnapped by Arab insurgents (In the original version of the story he initially arrived in the port of Haifa in British Palestine and was first kidnapped by members of the Irgun, before being subsequently abducted by Arabs.

In the course of his adventures, Tintin re-encounters an old enemy, Dr. J.W. Müller whom he sees sabotaging an oil pipeline. He reunites with the Thompsons and eventually arrives in Wadesdah, the capital of Khemed, where he comes across his old friend, the Portuguese merchant Senhor Oliveira da Figueira. When the local Emir Ben Kalish Ezab's young son, Prince Abdullah, is kidnapped, Tintin suspects that Müller, who is masquerading as an archaeologist under the name of Professor Smith is responsible. He pursues Müller in hopes of rescuing the prince and in the process discovers the doctor to be the agent of a foreign power responsible for the tampering of the fuel supplies.
(dari Goodreads)

Halo, Kakak Ilman dan Adik Zidan...
Duh! Bunda nyaris kelupaan kalo hari ini harusnya posting bareng Petualangan Tintin! Bunda terlalu fokus sama daftar mau menghabiskan buku apa aja, supaya target #60bukudi2012 tercapai. Asik baca, sampai lupa buat bikin review. Numpuk, deh! 

Sebenernya sih, lagi rajin ngisi blog curhat juga, sih. Tumben aja, gitu... 

Bunda emang kepingin bisa rajin baca dan bikin review. Karena review itu bisa melatih ketangkasan Bunda dalam menulis juga melakukan riset kecil sebelum menulis. #songong

Berhubung ini postingan mepet, mungkin Bunda nggak akan melakukan riset dulu. Tapi kalo udah ada kesempatan, Bunda update lagi, supaya nanti kelak, pas Kakak Ilman dan Adik Zidan baca, sudah lengkap dengan riset. Halah! Riset apaan, coba?

Jadi, Petualangan Tintin di Negeri Emas Hitam tuh awalnya cerita tentang bahan bakar yang kena sabotase. Banyak terjadi ledakan-ledakan di mesin mobil yang baru saja diisi bensin. Salah satu korbannya adalah si kembar Thomson dan Thompson. Mobil mereka yang baru saja diisi bensin, tiba-tiba meledak ketika baru juga jalan beberapa meter. Ditambah pas salah satu dari si kembar ini menyulutkan api ke cerutu mereka... Bum! Cerutunya ikutan meledak.

Awalnya, si kembar ini menyalahkan perusahaan bengkel yang menyabotase. Karena, dengan banyaknya mobil yang rusak, tentu pendapatan perusahaan bengkel meningkat, kan? Masuk akal, sih... 
Tintin, si wartawan muda yang selalu penasaran, suatu ketika nggak sengaja melihat ada orang yang tingkah lakunya mencurigakan dan mulai membuntutinya. Pada saat itu, si Snowy sempat diculik karena kedapatan mengikuti orang yang mencurigakan. Tapi berkat kelihaian Snowy saat membebaskan diri, penculiknya ini justru jadi hilang ingatan. Hahaha...

Ya begitu, deh. Akhirnya, Tintin pergi ke negara Arab, buat cari tahu sumber sabotasenya. Termasuk mengungkap siapa pelakunya. Selama di sini juga, Tintin ikut membantu mencari anak raja yang hilang. Anak raja ini ampun, deh! Kelakuannya! Super jahil! Tapi, berkat bantuan si Kembang Gula Raja ini, Tintin berhasil menangkap pelaku sabotase ini.

Fun factor yang ada di komik ini, di antaranya...
#1 Thomson dan Thompson yang terjebak di gurun pasir. Waktu mereka menjalankan mobilnya, mereka menemukan jejak ban. Senang sekali mereka, berarti belum lama ada mobil yang melewati mereka. Terus aja ngikutin jejak ban itu sampai mereka menemukan ada banyaaaaak banget jejak ban. Jadi, sebenernya, mereka muter-muter aja. Nggak maju-maju. Dan jejak ban itu adalah jejak ban mereka sendiri. Hahaha.

#2 Penyamaran Tintin yang ketahuan gara-gara bubuk bersin yang disebarkan si anak raja yang diculik oleh pelaku sabotase minyak. Lucu aja, cara ketahuannya yang nggak banget, gegara bersin :D

#3 Thomson dan Thompson yang mendadak menemukan aspirin di gurun pasir tepat di saat kepala mereka sangat sakit akibat berputar-putar di tengah gurun pasir dan terkena badai pasir juga sengatan matahari di gurun yang teramat panas. Ternyata, aspirin itu buatan si penyabotase minyak yang sebetulnya bukan aspirin sungguhan. Akibatnya, si kembar ini berubah wujud. Wajah mereka ditumbuhi rambut dengan amat cepat dan harus dilarikan ke rumah sakit karena tubuh mereka pun membiru.

#4 Orang Arab memaki-maki dan di balon katanya pake huruf Arab. Cuma ini ga bisa Bunda bilang fun juga, sih. Meski Bunda nggak begitu paham artinya apa (habis tulisannya Arab gundul), Snowy bilang ke Tintin, jangan didengarkan, meski mereka berbicara bahasa Arab. Kalo emang ini makian, Bunda agak gimana gitu, ya... soalnya ada lafazh Allah di balon katanya itu. Jadi, rasanya ga mungkin ini memaki. Tapi, bisa jadi, Snowy kan ga ngerti bahasa Arab, jadi ga kenal sama yang namanya "Allah", kali, ya. Hehehe...

Segitu dulu, deh, review dari Bunda. Sebetulnya, Bunda suka petualangan Tintin. Tapi, kalo boleh Bunda mengakui, ini baru pertama kalinya Bunda serius baca Tintin dan mengikuti petualangannya. Dulu Bunda nggak terlalu suka komik, sih... Ternyata, meski halamannya cuma sedikit, Tintin sangat menghibur dan Bunda suka cara berpikir Tintin juga cara berpikir pengarangnya. Nggak dibuat bertele-tele meski konfliknya ada banyak.

Bunda rasa... 4 bintang sudah oke...
Terusin baca - [posting bareng] Petualangan Tintin - Negeri Emas Hitam

8 Nov 2012

[Read Along] Gone With The Wind




Gone With The Wind
Author: Margarett Mitchell
Copyright © 1936 by The Macmillan Company
Cover illustration ©1939 Turner Entertainment Co.
All rights reserved.
The translation edition:
Lalu Bersama Angin
Translator: Susanty Lesmana
Cover remake by David
Indonesian edition, first published by PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, November 2002
My own: Second printed in June 2009
1.124 pages; 23 cm
ISBN-10: 979-22-0032-0
ISBN-13: 978-979-22-0032-4



In order to celebrating Margaret Mitchell's birthday, I joined Gone With The Wind Read Along with some other blogger. Hmm.. to tell you the truth, it was hard to do for me. Sexy book with those pages in a limited time. But it challenging though. Thank you, Fanda and Bzee for hosting this read along.  




Ha! I finally made this review. This is really a scary book! Not to mention it told horror story. Well, I don’t think I will read horror story, anyway. This scary book means that the amount of the pages! It has more than 1200 pages! And I have to read them within 2 months only! Wow! And... the letters on every page are small. Thank you very much.


Umm.. okay, here’s a brief story about Gone With The Wind. It told about Scarlett O’Hara, a girl from Tara, who was different from the usual girl in her country. She’s stubborn and pretty wanna be. But she’s attractive. She liked to gain men’s attention by her enchantment. She liked to date one man to another man.

No one noticed that Scarlett O’Hara really in love with Ashley Wilkinson because she’s dating any men. Scarlett herself realized that she’s in love with Ashley when the Wilkinson’s family held a party to announce the engagement of Ashley and Melanie Hamilton, his cousin. She didn’t want Ashley to marry his cousin. Scarlett was trying to find a way to make Ashley in love with her.

While thinking of a run away project with Ashley, Scarlett was having some chat with Charles Hamilton. Brother of Melanie, the next fiancee of Ashley. Charles was really in love with Scarlett and he kept on holding Scarlett’s hand while Scarlett took a peek at Ashley. He thought that Scarlett was in love with him too.

And when everyone was taking a nap between the party, Scarlett was trying to find Ashley to tell him what she feels about him. She’s trying to seduce Ashley. But Ashley kept still. When Scarlett found that Ashley kept still on his taught to marry Melanie Hamilton, she was so angry and throwed a vase (I guess, sorry I forgot) to Ashley. And when she shouted Ashley till Ashley gone, she didn’t realize that there was a man who slept near them. Rhett Butler.

Rhett Buttler is a friend of John Wilkinson, Ashley’s Pa. He’s a business man. When all of the men in South talked about war on the party, Rhett was trying to convince those men, that they were not ready to fight. Rhett was giving an idea about not to make a war with the Yankees. Because he’s already known that the Yankees were well prepared. And the South would be beaten by the Yankees. But they would not listen to Rhett.

And before the Civil War goes, suddenly Scarlett O’ Hara became Mrs. Charles Hamilton. Yes. She was married to Charles Hamilton in two weeks, a day before the wedding of Ashley and Melanie. And Charles also died in the war, just before he took a part at the war. He died because he got sick. Not because he got killed by the enemies. And Scarlett also had a baby from Charles, named Wade.

Then Scarlett moved in to Charles Hamilton’s hometown in Atlanta. She lived there with Aunty Pittypat and Melanie (was Hamilton, now) Wilkinson. She brought Wade there. While she’s staying at Atlanta, she worked at hospital to help the warriors who got injured. Two years after, Ashley got some breaks, so he went home to see his wife. And after the break, Ashley got back to the war, Melanie got pregnant. Months later, Scarlett helped Melanie delivered the baby.

Oh. I almost forgot. Rhett Butler also appeared in here. He met Scarlett who wore mourning dress. Rhett who knew that Scarlett loved to dress fashionable laugh at her and tried to change Scarlett’s mind about  wearing the mourning dress. Rhett also asked Scarlet to dance with him in a fundrising.
When Atlanta has fallen, Miss Pittypat was moved to Macon. Scarlett was thinking about coming home to Tara. She brought Melanie, her baby, and Wade too. For a half way to Tara from Atlanta, Rhett was with them. He rode the horse cart. But then, he left them alone, because he decided to take a part in the war.

Scarlet’s life has changed when she’s been back to Tara. She’s no longer a spoiled girl. She has to deal with her family’s hunger problem. And her mother’s death. And her Pa’s last condition. Her Pa was no more  a strong man after his wife’s death. Scarlett has been transformed into a tough woman. All the things she would do to keep Tara belongs to her family.

Okay, enough for the synopsis. I will not give you any spoiler. You can read it as well. I would like to share you my opinion about this book.

#1 Translation. Because I’m reading this book the translation edition – in Bahasa, I will tell you about the translation. Thanks to the translator, because she translated it well and I enjoyed every word in it. I had no problem with her translation. This is a classic book, so I must give her worship for re-telling the story into a good words in Bahasa. I love it. Really. I had read the English version and I needed more time to understand the story, since English is not my native language :D

#2 Characters. I only remember some of those characters, mainly Scarlett O’Hara (of course), Rhett Butler, Charles Hamilton, Mammy, Melanie Hamilton, Ashley Wilkinson, Miss Pittypat, Uncle Peter, Elen O’Hara, Gerald O’Hara (ups, I almost wrote Gerald Butler, LOL) and Frank Kennedy. There are so many characters in this book to remember, and I only remember some of them! But I love the way the author wrote it. She kept on reminding us the rest of other characters and the relationship between them, so it didn’t make me to open previous pages to find out who they are.

#3 Scarlett O’Hara. Honestly, I don’t know how to feel about her. I don’t really like her at first, because she’s so... what? I do not have words to describe her. She’s so stupid, spoiled, and over confidence for me.  When she was fighting and working hard to keep her family stay out of the hunger and she married Frank Kennedy, her sister’s, Suellen O’Hara fiancee to get some money to pay Tara’s tax fee, I still couldn't fall in love with her. She could not impress me anyway. She's an opportunist! Well, she’s not the character that made me in love at the first sight. She tried to convince me that she is worth to be loved. And I still don't in love with her.

#4 Rhett Butler. I never like the style of this man. I know he’s smart, rich, handsome, but I don’t like his non-commitment style. Well, I know, he’s the only guy who knew how to make Scarlett noticing herself. But, still. I don’t like this man!

#5 The idea about the women in that era. I don’t know that in the era before The Civil War, men thought that women were stupid. Could not do anything but shopping for herself. Could not do anything without her sleeve’s help. I also do not know in that era, in United States, woman who made love with man before getting married were labeled naughty. Not good woman. I think lots of girls now in United States and other countries have lost their virginity before they got married. I think the Civil War has changed the idea too.

#6 The story itself. For me, Margaret Mitchell is too wordy on writing this story. But that's okay because I don't need to open the previous pages to remind me all the story behind :D

#7 The cover. Well, I have no problem with the cover. I don't really like it, anyway :D
Nah, I made a little research about The Civil War that underlie this story. You can check the source here.


The Civil War was a fight to preserve the Union which was the United States of America. From the conception of the Constitution, there were two differing opinions on the role of the federal government. Federalist believed that the federal government and the executive needed to maintain their power in order to ensure the survival of the union. On the other hand, anti-federalists held that each state should have the right to determine the laws within its own borders and should not be forced to follow the mandates of the federal government unless absolutely necessary.

The Civil War. Source from here

As time passed the rights of the states would often collide with various actions the federal government was taking. Arguments arose over taxation, tariffs, internal improvements, the military, and of course slavery.

Northern Versus Southern Interests
Increasingly, the Northern states squared off against the Southern states. One of the main reasons for this was that the economic interests of north and south were opposed to each other. The South was largely comprised of small and large plantations that grew crops such as cotton which were labor intensive. The North, on the other hand, was more of a manufacturing center, using raw materials to create finished goods. Slavery had been abolished in the north but continued in the south due to the need for inexpensive labor and the ingrained culture of the plantation era. As new states were added to the United States, compromises had to be reached concerning whether they would be admitted as slave or as free states. The fear of both groups was for the other to gain an unequal amount of power. If more slave states existed, for example, then they would garner more power in the nation.

Abraham Lincoln's Election Leads to Secession
By 1860 the conflict between northern and southern interests had grown so strong that when Abraham Lincoln was elected president South Carolina became the first state to break off from the Union and form its own country. Ten more states would follow with secession: Mississippi, Florida, Alabama, Georgia, Louisiana, Texas, Virginia, Arkansas, Tennessee and North Carolina. On February 9, 1861, the Confederate States of America was formed with Jefferson Davis as its president.
Abraham Lincoln. Source from here

The Civil War Begins
Abraham Lincoln was inaugurated as president in March, 1861. On April 12, Confederate forces led by General P.T. Beauregard opened fire on Fort Sumter which was a federally held fort in South Carolina. This began the American Civil War.
The Civil War lasted from 1861 until 1865. During this time, over 600,000 soldiers representing both sides were killed either by battle deaths or disease. Many, many more were wounded with estimates of more than 1/10th of all soldiers being wounded. Both the north and the south experienced major victories and defeats. However, by September 1864 with the taking of Atlanta the North had gained the upper hand and the war would officially end on April 9, 1865. 
The Civil War. Source from here

Well... war only left people in suffer. No food, no home. Leaving the trauma inside. But also, war can make people change. Like, The Civil War has transformed Scarlett O’Hara from a spoiled girl into a tough and smart woman.

Here are some facts about the writer, Margaret Mitchell

Margaret Munnerlyn Mitchell (November 8, 1900 – August 16, 1949) was an American author and journalist. One novel by Mitchell was published during her lifetime, the American Civil War-era novel, Gone with the Wind. For it she won the National Book Award for Most Distinguished Novel of 1936[1] and the Pulitzer Prize for Fiction in 1937. In more recent years, a collection of Mitchell's girlhood writings and a novella she wrote as a teenager, Lost Laysen, have been published. A collection of articles written by Mitchell for The Atlanta Journal was republished in book form. These additional works have enabled scholars and the public to more fully comprehend the richness and depth of Margaret Mitchell's writing.
Margaret Mitchell. Source from here


I’m giving my 4 stars for Gone With The Wind. I'm learning a lot about The Civil War here. Happy born day, Margaret Mitchell.
Terusin baca - [Read Along] Gone With The Wind