Judul: Marriageable
Penulis: Riri Sardjono
Editor: Windy Ariestanty
Proofreader: Mita M. Supardi
Penata letak: Gita Ramayudha
Desain sampul: Dwi Annisa Anindhika
Diterbitkan oleh: Gagas Media
Cetakan ketujuh, 2013
Jumlah halaman: x + 358 hlm; 13 x 19 cm
ISBN: 979-780-651-0
Genre: Novel dewasa, Adult, Romance Indonesia, Romance, Indonesian Literature, Chicklit
Status: Punya. Beli di Rumah Buku. Harganya 49rb, diskon 20% + 2%
Namaku Flory. Usia mendekati tiga puluh dua. Status? Tentu saja single! Karena itu Mamz memutuskan pencarian Datuk Maringgi abad modern untukku."Kenapa, sih, gue jadi nggak normal cuma gara-gara gue belom kawin?""Karena elo punya kantong rahim, Darling," jawab Dina kalem."Kantong rahim sama kayak susu Ultra. Mereka punya expired date.""Yeah," sahutku sinis. "Sementara sperma kayak wine. Masih berlaku untuk jangka waktu yang lama."Mamz pikir aku belum menikah karena nasibku yang buruk.Dan kalau beliau tidak segera bertindak, maka nasibku akan semakin memburuk. Tapi Mamz lupa bertanya apa alasanku hingga belum tergerak untuk melangkah ke arah sana.Alasanku simple. Karena Mamz dan Papz bukan pasangan Huxtable. Mungkin jauh di dalam hatinya, mereka menyesali keputusannya untuk menikah. Atau paling tidak, menyesali pilihannya. Seperti Dina, sahabatku."Kenapa sih elo bisa kawin sama laki?"Dina tergelak mendengarnya. "Hormon, Darling! Kadang-kadang kerja hormon kayak telegram. Salah ketik waktu ngirim sinyal ke otak. Mestinya horny, dia ngetik cinta!"See?"Oh my God!" desah Kika ngeri. "Pernikahan adalah waktu yang terlalu lama untuk cinta!"Yup!That's my reason, Darling!
Halo, Kakak Ilman dan Adik Zidan...
Bunda melewatkan banyak keriaan di acara ulang tahun BBI tahun ini. Soalnya... Bunda kan sakit dua pekan, sampai sempat jadi penghuni rumah sakit hampir semingguan. Jadi... ya sudahlah... Bunda emang dari awal udah prediksi ga bisa ikut serangkaian acara ultah BBI tahun ini. Udah punya feeling gitu aja. Entah kenapa.
Dampak bagusnya, sebelum Bunda dirawat di rumah sakit, Bunda jadi menghabiskan dua-tiga buku gitu, deh. Kalo pas dirawat di rumah sakit, malah ga baca buku sama sekali meski bekal buku. Ternyata, obat-obatan di dalam infus bikin Bunda terlelap terus. Coba kalo sehat. Butuh waktu sebulan buat menyelesaikan baca satu buku saja. Hihihi. Jadi, ada banyak bahan buat nulis di sini... ^_^
Oke. Sekarang, Bunda mau cerita tentang Marriageable ini. Seperti kalian baca di atas, itu adalah potongan adegan saat Flory ngumpul dengan sahabat-sahabatnya, curhat mengenai usaha mamanya buat mendapatkan suami untuk putri satu-satunya itu. Karena menurut Mamz, usia Flory saat itu udah SOS harus segera menikah. Alasannya ya seperti yang dibilang sama Dina itu. Perempuan itu punya kantung rahim yang punya expired date.
Terus, akhirnya Flory berkenalan dengan seorang Vadin, hasil temuan Mamz. Tante Mia, ibu Vadin cukup akrab sama Mamz. Semula, Flory benar-benar muak dengan perjodohan ini dan mengira bahwa Vadin juga punya perasaan yang sama. Sama-sama muak. Ternyata, di luar dugaan, Vadin santai aja dengan perjodohan ini. Nggak terlihat marah atau apa. Malah, #destiny mereka seperti sering dipertemukan secara ga sengaja. Yaelah, kebawa lagi, deh, kata #destiny.... #tepokjidat
Melihat Vadin yang santai dan nggak terlihat pengen menggagalkan perjodohan ini bikin Flory semakin kesal sebetulnya. Tapi Vadin sendiri nggak melihat alasan kenapa perjodohan ini harus digagalkan? Secara fisik, Flory menarik. Vadin juga. Terus kenapa mesti menolak? Kan gitu aja mikirnya, simple.
Sayangnya, Flory tetep keukeuh menolak perjodohan ini sampai akhirnya dia lelah dan kemudian mencoba menikah dengan Vadin dengan satu syarat yang Bunda nggak akan cerita di sini. Bunda mau cerita di blog lain aja. Hihihi...
Ini #sopiler. Ceritanya happy ending. Udah gitu aja :D
Nah, kesan Bunda terhadap buku ini satu kata aja: SUKA.
Kalo suka, kenapa Bunda nggak kasih rating yang lebih tinggi? Katakanlah lima? Nah, ini dia persoalannya. Si Flory ini bener-bener menjengkelkan tu de maks, deh. Ke-keukeuh-an Flory bikin cerita ini tarik ulur dan menyebalkan buat diikuti. Terus terang, karakter Flory dan semua perilakunya bikin Bunda sempat ilfeel banget sama cerita ini secara keseluruhan. Meski demikian, nggak pantes juga kalo Bunda hadiahi cuma dua atau satu bintang, karena memang Bunda suka dengan Marriageable ini.
Okelah, mungkin karena di sekitarnya, ada "teladan buruk" Flory yang membuat dia parno dengan pernikahan. Tapi ya nggak gitu juga keleuuusss....
Sepupu Bunda, salah satu tante Bunda, bahkan salah satu pakde Bunda juga ada yang mengalami gagal permikahan. Belum lagi ternyata banyak teman sekolah Bunda yang juga mengalami perceraian, bahkan satu sahabat Bunda yang dari luar Bunda yakin mereka kayak pasangan Huxtable, bisa bubar juga. Lalu apakah semua pernikahan harus berakhir dengan perceraian? Haruskah semua pasangan menikah tampak ideal seperti pasangan Huxtable?
Jawabannya: Nggak.
Seperti kata pepatah, "lain lubuk lain ikannya". Lain kepala, lain isi pikirannya. Lain orang, lain isi hatinya. Nggak semua pernikahan harus sama modelnya. Ada yang memang model romantis. Ada yang memang model cuek banget. Ada yang memang kerjanya berantem melulu tapi awet. Ada yang kayak adem ayem tapi di hati masing-masing punya dendam, sekalinya ada pemicu keluar semua lalu bubar jalan. Macam-macam. Tinggal kita milih mau seperti apa punya konsep pernikahan itu.
Terus, kalian (mungkin) akan bertanya. Gimana Bunda menjalani pernikahan dengan Papa?
Jawabannya simple aja. Cuma mengandalkan Allah. Karena Dia yang mengatur semuanya.
Bunda percaya dengan pilihan Bunda. Papa percaya dengan pilihan Papa. Kedengarannya gampang? Iya. Kalo segala sesuatu diserahkan ke Allah, sisanya kita tenang, kog. Tinggal fokus sama apa yang memang harus dihadapi. Bareng-bareng menghadapi rintangan walau memang nggak mudah. Ada, kok, di lubuk hati *kadang-kadang*, rasa penasaran apakah Papa happy dengan Bunda, dst.
Tapi, sewaktu Bunda memilih Papa, Bunda sudah konsultasi dengan Yang Maha Mengetahui. Dan DIA yang kasih jawaban Bunda. So, kayak apa pun Papa, meski nggak 100% ideal di mata Bunda, dia 1000% memenuhi kebutuhan Bunda. Tapi, Bunda nggak tau dengan Papa. Soalnya, Papa tuh kalo ditanya ya gitu deh jawabannya. Dia nggak memusatkan hal-hal sesepele ini.
Bunda jadi ingat sebuah quote.
Nah. Di sana jelas disebutkan "I received everything I needed". Memang, jujur aja, setiap ada pria yang mendekati Bunda sejak Bunda SD dulu, Bunda selalu mikir jauh ke depan. Bunda bakalan sering komunikasi dengan orang ini, loh, kalo sampe jadian. Apa bakalan betah? Nah, Bunda selalu percaya pada "jatuh cinta pada pandangan pertama". Jadi, kalo dari pertama ngeliat udah nggak nyaman, seterusnya ternyata emang gitu. Makanya, dulu itu, setiap Bunda merasa didekati seorang cowok, Bunda selalu langsung mundur teratur atau malah kabur. Karena, Bunda juga nggak mau ngasih harapan kosong atau terus malah jadi nggak enakan satu sama lain. Sebelum mereka nembak, Bunda udah lari duluan. Dan akhirnya, setelah bertahun-tahun kemudian, mereka baru ngaku satu per satu kalo dulu mereka deketin Bunda tapi Bunda-nya ngacir duluan sebelum "ditembak". Jumlahnya lumayan banyak. Berarti, feeling Bunda dulu ga pernah salah :D
Makanya, mantan pacar Bunda nggak banyak. Tapi mantan TTM banyak ternyata #gubrak.
Balik lagi ke soal memilih pasangan dan keputusan buat menikah. Ada yang ngeles dengan menikah jadi nggak bebas, semua ruang gerak terbatas karena ada yang menunggu di rumah, tanggung jawab jadi lebih besar, dst.
Menikah atau nggak, keduanya punya konsekuensi. Konsekuensi ini yang harus diterima setiap orang sejak awal. Bunda suka kesal kalo denger teman yang bilang, "iya, nih, gara-gara udah punya anak, gue jadi nggak bisa nonton konser, deh..". Please, deh, jangan bilang "gara-gara". Belum tentu yang wara-wiri bolak balik nonton konser *karena masih single* nggak ngiri dengan mereka yang udah berkeluarga, kok.
Dan satu lagi, kita nggak perlu kasih judgement pada orang yang sudah menikah di usia muda atau masih single meski usianya sudah kepala 3 atau 4. Setiap orang punya jalan hidup masing-masing, punya pilihan masing-masing yang bukan urusan kita untuk mencampurinya. Hargai setiap orang dengan keputusan dan jalan hidup masing-masing. Bicara kalo diminta pendapat aja. Karena kadang, kita bicara karena udah dimintai pendapat aja masih dibantah, kog.
Buat yang pengen menikah tapi masih takut, nggak perlu takut. Semua hal dalam hidup ada resikonya. Semua perlu dihadapi. Buat yang nggak mau menikah karena takut atau hal-hal lain juga, nggak masalah. Itu pilihan. Jangan tiba-tiba membuat keputusan menikah karena takut ketuaan atau iri sama orang lain. Buatlah keputusan menikah karena memang ingin menikah. Titik.
Nah, balik ke cerita Marriageable, tokoh Vadin ini adorable banget menurut Bunda. Bunda sukaaaaaaaaa banget sama Vadin. Dan ga tau kenapa, sejak awal ngikutin tentang Vadin, kebayang Bunda,
Vadin itu kayak gini:
Terus, Bunda kesel sama Flory, karena apa-apa diceritain semua ke sahabatnya. Ini yang bikin Bunda kesel. Tapi mungkin, karena Flory masih takut gitu kali, ya... Entah deh. Tapi kan jadinya rahasia ranjang pun keluar ke sahabatnya. Padahal, katanya, sih, soal cerita ranjang itu baiknya ga diceritain ke siapa aja. Jadi rahasia berdua aja. Gitu.... Meski akhirnya, ternyata sahabat-sahabatnya juga yang mendukung supaya Flory tetep bertahan dengan pernikahannya... So sweet, ya... empat bintang oke deh, buat Marriageable...
Diposting juga buat:
Indonesian Romance Reading Challenge
Lucky No. 14 Reading Challenge
Review versi lain *karena mengandung adegan uhuk-uhuk* ada di sini.
Stay hungry stay foolish ~ Steve Jobs.
Love you both, xoxo
Halo mbak, salam kenal! :)
BalasHapusReviewnya baguuus deh. Saya suka! Soalnya selain review ada juga cerita2 mbak di bawah yang bikin betah nyimak hehe.
Btw, itu di rumah buku kalo member bukannya dapet diskon 25% ya? :P
wow..baru pertama baca blog ini. Sukaaaa gaya menulisnya. Btw, salam kenal yak bunda ;)
BalasHapus