27 Des 2012

Botchan, Si Anak Bengal


Judul buku: Botchan, Si Anak Bengal
Penulis: Natsume Soseki
Koordinator Penerjemah: Mikihiro Moriyama
Penerjemah: Jonjon Johana
Pewajah Sampul: Iksaka Banu
Pewajah Isi: Tim Khansa
Diterbitkan oleh: Khansa Books
Cetakan I, Juli 2012
Jumlah halaman: 233 halaman
Fiksi Klasik
ISBN-13: 978-602-97196-5-9
Status: Punya. Beli di Rumah Buku
Harga: IDR 32,000
 
 
Sejak kanak-kanak, Botchan tidak pernah lepas dari 'masalah'. Orangtuanya menganggapnya anak berandalan tanpa masa depan. Tidak ada yang menyukai maupun memahami tingkah lakunya, kecuali wanita tua yang menjadi pelayan keluarga mereka.

Berbekal warisan yang sedikit, Botchan berhasil lulus sekolah. Seperti biasa, tanpa berpikir panjang dan spontan, dia memutuskan untuk menerima tawaran menjadi guru. Ternyata, menjadi guru yang jujur di daerah pelosok tidak semudah yang dibayangkan...

Sebuah kisah yang akan membuat kita tertawa menangis dan marah di saat yang bersamaan. (dari sampul belakang buku)


Halo, Kakak Ilman dan Adik Zidan...
Hari ini Bunda berniat produktif. Soalnya sedang mengejar satu postingan lagi. Namanya wrap up post. Hahaha. Mumpung yang ngasih kerjaan lagi meeting di luar kota, Bunda mau habisin hari ini dengan posting aja. Biarin, deh, Bebi pusing terima mensyen dari Bunda terus #dikeplak Bebi.

Botchan si Anak Bengal ini ceritanya bukan si Botchan pas masih kecil yang bisa kalian bayangkan waktu baca Totto Chan gitu. Beda. Di buku ini, Botchan udah dewasa. Pas dia lulus sekolah menengah kejuruan di bidang Fisika dengan nilai pas-pasan, dia dapat kabar bahwa ada desa yang lagi cari guru Matematika. Maka, pergilah Botchan meninggalkan Tokyo untuk datang ke desa terpencil itu buat menjadi seorang guru.

Dari hari pertama kedatangannya ke desa itu, sudah nggak menyenangkan. Belum lagi perilaku murid-muridnya di kelas yang kurang ajar banget sama dia. Memang, sih, masa kecil Botchan terbilang bengal, nakal, sampai ayahnya aja bilang kalo dia bukan anak berguna. Lalu, pas ayahnya meninggal, dia dan kakaknya dapat warisan, kakaknya nggak mau ngurusin dia. Disuruh hidup mandiri aja.

Sebengal-bengalnya Botchan sewaktu masih sekolah, nggak diceritakan dia berbuat kurang ajar terhadap gurunya. Jadi, sewaktu dia menjadi guru dan mendapat perlakuan kurang ajar dari murid-muridnya, dia merasa kesal dan pengen murid-muridnya minta maaf.

Botchan ini ketika nggak lagi ngajar, dia pernah mampir ke warung dango. Lalu, begitu sampai kelas keesokan harinya, di papan tulis ada tulisan, "DANGO DUA PIRING, 7 SEN." Begitu juga waktu Botchan makan soba tempura, dia menemukan tulisan, "PROFESOR TEMPURA", "EMPAT PORSI SOBA TEMPURA, TAPI JANGAN TERTAWA", dan seterusnya.

Botchan tentu saja heran. Siapa yang iseng membuat dirinya ditertawakan murid-muridnya? Siapa yang tahu betul ke mana Botchan berada selepas mengajar? Dan lagi pula, apa salahnya makan soba tempura? Makan dango? Eh, anehnya, ternyata, malah "kesenangan" semacam ini justru dilarang pihak sekolah, lho!

Ternyata, meski Botchan ini bocah bengal, dia orang yang jujur. Dia tidak suka dengan "kekotoran politik" di ruang lingkup sekolah yang seharusnya menyanjung tinggi moral karena bergerak di bidang pendidikan. Sayangnya, terkadang dia ini lebih emosian, tipikal anak yang nggak berpikir panjang. Mungkin, karena dia juga merasa dirinya nggak pinter-pinter amat, kali, ya...

Anyway, terus terang, sebelum Bunda tahu kalo ini buku klasik, Bunda merasa agak kepayahan pas baca. Terjemahannya lumayan, kok. Typo ada, sih. Dan kerasa banget kalo ini terjemahan langsung dari Bahasa Jepang. Begitu browsing sana sini, ternyata... ini buku klasik. Pantesan... jadul banget. Hehehe...
 
Kalo boleh jujur, Bunda ketipu pas baca buku ini. Bunda pikir, memang cerita tentang anak-anak. Ternyata, cerita Botchan ini cerita tentang "politik kotor" di sekolah, tempat Botchan mengajar. Jadi, kalo memang ditanya apakah ini buku anak-anak, jawaban Bunda: bukan. Karena, kalo anak-anak yang baca, pasti bakalan nanya, "geisha" itu artinya apa? Dan masih banyak lagi kalimat-kalimat yang hanya dipahami oleh orang dewasa.

Apa ya, yang bikin Bunda merasa tertipu? Oh. Mungkin covernya. Mungkin juga judul bukunya. Untuk terbitan Khansa Books ini, dari segi desain sampul, Botchan bernuansa buku anak-anak. 
 
Kalo nggak salah, sebelumnya pernah diterbitkan Gramedia, deh. Kurang lebih, kayak gini sampulnya. 


Botchan terbitan Gramedia

Gimana? Kelihatannya buku anak-anak apa bukan, kalo sampulnya kayak terbitan Gramedia gitu?

Meski begitu, walau tadinya Bunda nggak suka karena merasa tertipu karena desain sampul yang nggak mencerminkan isinya, ternyata feel-nya dapat. Bunda bisa ngerasain banget emosi si Botchan ini... Jadi... yah... Bunda kasih empat buat Botchan!

1 komentar:

  1. tuh kaaan... banyak yg kecle sama kovernya. duuh, belum kesampaian aja baca bukunya Soseki yg ini...

    btw, salam kenal yah, Bunda :)

    BalasHapus

tirimikisih udah ninggalin komen di sini... *\(^0^)/*