Tampilkan postingan dengan label humaniora. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label humaniora. Tampilkan semua postingan

18 Feb 2015

Our Story by Orizuka



Judul buku: Our Story
Penulis: Orizuka
Penyunting: Agatha Tristanti
Penata letak: Teddy Hanggara
Desain sampul: Teddy Hanggara
Foto: Chusnul Chairudin
Penerbit: Authorized Books
Cetakan kedua, 2011
Jumlah halaman: 240 hlm, 13.5 cm x 19 cm
ISBN: 978-602-96894-1-9


Masa SMA. 
Masa yang selalu disebut sebagai masa paling indah, tapi tidak bagi anak-anak SMA Budi Bangsa.

SMA Budi Bangsa adalah sebuah SMA di pinggiran ibukota, yang terkenal dengan sebutan SMA pembuangan sampah karena segala jenis sampah masyarakat ada di sana.

Preman. Pengacau. Pembangkang. Pembuli. Pelacur.

Masuk dan pulang sekolah sesuka hati. Guru-guru honorer jarang masuk dan memilih mengajar di tempat lain. Angka drop-out jauh lebih besar daripada yang lulus. 

Sekilas, tidak ada masa depan bagi anak-anak SMA Budi Bangsa, bahkan jika mereka menginginkannya.

Masa SMA bagi mereka hanyalah sebuah masa suram yang harus segera dilewati.

Supaya mereka dapat keluar dari status 'remaja' dan menjadi 'dewasa'. Supaya tidak ada lagi orang dewasa yang bisa mengatur mereka. Supaya mereka akhirnya bisa didengarkan.

Ini, adalah cerita mereka.


Halo, Kakak Ilman dan Adik Zaidan...
Ini adalah buku kedua dari author Orizuka yang Bunda baca. Sejauh ini, Bunda menikmati gaya bertutur Orizuka.

Our Story bermula dari seorang Yasmine, murid pindahan dari US, yang pendaftaran sekolahnya diurus oleh supir teman ayahnya. Yasmine kaget banget (lebih tepatnya shocked) ketika sekolah yang didatanginya jauh dari kesan sekolah internasional yang seharusnya, karena supir teman ayahnya itu (sepertinya) salah dengar dari kata SMA Bukti Bangsa (yang bertaraf internasional) malah mendaftarkan Yasmine ke SMA Budi Bangsa yang terkenal sebagai sekolah buangan.

Uang tiga puluh juta rupiah yang sudah digelontorkan untuk sekolah barunya itu nggak mungkin bisa diambil lagi. Yasmine cuma bisa bengong ketika dia bersekolah yang bisa dibilang, hidup nggak, mati segan.

Sebagai anak baru, bukan nggak mungkin Yasmine dibully oleh teman sekelasnya. Di sekolah itu ada ketua geng, Nino namanya, yang ditakuti geng-geng lain. Entah kenapa, Nino tidak mengganggu Yasmine sama sekali. Di antara siswa-siswa yang bisa dibilang nggak jelas masa depannya, Yasmine menemukan satu siswa yang kayak oase gitu. Namanya Ferris, yang juga jadi Ketua Osis, meski semua proposalnya selalu ditolak oleh sang kepala sekolah. Yasmine bisa akrab dengan Ferris dan akhirnya ikut Ferris berjuang di sekolah itu.

Perjalanan Yasmine selama menjadi siswa di SMA Budi Bangsa nggak menyenangkan dan membuatnya semakin benci sekolah. Nggak di US, nggak di negeri sendiri, masa SMA baginya nggak jauh-jauh dari neraka. Setelah ngobrol banyak dengan Ferris, Yasmine akhirnya mencoba mengubah cara pandangnya terhadap sekolah. Sampai akhirnya memang di bulan-bulan terakhir menjelang UN, terjadi perubahan drastis yang cukup mencengangkan: anak-anak itu mau belajar supaya lulus. 

Kalo Bunda ibaratkan, membaca Our Story ini seperti mengupas bawang. Oleh Orizuka, setiap lapis demi lapis diramu sedemikian rupa sehingga semakin mendekati akhir, gas air mata semakin kuat diembuskan dan mampu membuat pertahanan air mata kita jebol. Nggak, Bunda nggak lagi bicara soal menangis, karena Bunda sama sekali nggak menangis ketika baca Our Story. Yang Bunda maksudkan adalah setiap penokohan  karakter di sini kuat dan punya alasan masing-masing untuk berdiri di dalam cerita. Bahkan, setiap karakter dalam cerita ini mampu membuat ceritanya sendiri. Gimana Bunda bisa bayangin sosok Nino, Ferris, Yasmine, Mei, bahkan sampai Sisca sekalipun, dalam kisah mereka masing-masing.

Ferris kalo Bunda bayangin, dia cocok diperankan oleh Kang Ha Neul.  


Nino.. cocoknya oleh siapa, ya? Sebelumnya soalnya yang kebayang tukang bully itu pernah diperanin Kim Woo Bin, sih... 


Tapi kayaknya Lee Jong Suk cocok juga. Hahahaha...


Ini kok kayak nyuruh Our Story dibuat cerita versi drama koreyahnya, sih. Hahaha... 

Cover yang dibuat dengan nuansa kelam ini sebenernya udah memperlihatkan banget daleman ceritanya akan seperti apa. 

Bunda jadi teringat waktu Tante Asih mengajar jadi guru STM. Sekolah di mana kadang ada anak yang udah enam bulan nggak sekolah, sekolah yang di saat lagi ujian, salah satu tugas Tante Asih adalah kasih lembar jawaban ke masing-masing murid sebelum guru pengawas datang. Kalopun guru pengawas datang, sudah diamini oleh mereka. Karena ini emang kerja mereka. Yang penting, reputasi sekolah tetep dengan semua anak lulus, walau anaknya entah belajar entah nggak. Entah pernah masuk sekolah entah nggak. Yang penting pas ujian masuk dan lulus.

Tentu jadi beban berat untuk menjadi guru yang ditempatkan di sekolah seperti itu. Sekolah yang hidup segan, tapi mati juga nggak mau. Dengan berbagai tipe siswa, mulai dari yang cuma datang satu semester sekali, siswa yang udah tiga tahun nggak bayar uang sekolah, tapi rajin sekolah, walau buku aja mungkin dia nggak bawa, yang datang pagi terus entah ke mana ~ yang jelas berseragam, dan lain-lain dan lain-lain. Bunda jadi ngerti alasan anak-anak itu: dengan masuk sekolah, entah apa pun yang dilakukan di dalamnya, ada tempat "berlindung" dari kejamnya dunia luar. Kalo status mereka sudah lepas dari sekolah, mereka berubah jadi orang dewasa yang nggak lagi punya tempat berlindung.

Our Story menggambarkan banyak sekolah "bobrok" di Indonesia yang nggak keekspos cerita sebenernya. Alhamdulillaah, Bunda selalu bersekolah di sekolah yang terjamin, sehingga ketika mendengar sendiri cerita sejenis ini, Bunda cuma bisa bergidik. Begitu juga pas baca. Ada banyak sekali PR untuk pendidik, terutama di Indonesia ini, untuk meraih anak-anak yang terbilang "madesu" (masa depan suram). Miris? Iya. Itu sebabnya, selalu ada jurang yang sangat curam antara orang mampu dengan nggak mampu, apalagi menyangkut masalah pendidikan dan kepedulian.

Teriring doa dan harapan, semoga Bunda dan Papa bisa selalu menyekolahkan Kakak Ilman dan Adik Zaidan di sekolah yang layak, sehingga kalian bisa mendapatkan pendidikan yang layak, sesuai kebutuhan kalian.

Yasmine tahu, ia datang ke sekolah ini untuk sebuah alasan. Semua anak datang ke sekolah ini dan bertemu untuk sebuah alasan. Mereka semua masih berada di sini hari ini untuk sebuah alasan.

Masing-masing memiliki cerita. Masing-masing berbagi cerita. Masing-masing mendengarkan cerita. Dan cerita ini, tidak akan berakhir sampai di sini. Cerita itu masih akan terus berlanjut. ~p229

Love you both. Cheers! xoxo


Terusin baca - Our Story by Orizuka

25 Nov 2013

No One to Someone - Nina Moran

Judul: No One to Someone
The Story of Gogirl! Magazine and Friends
Penulis: Nina Moran
Penyunting: Nurjannah Intan dan Ikhdah Henny
Perancang sampul: Gogirl!
Pemeriksa aksara: Titish A. K dan Chalida
Penata aksara: Dian Nareswari dan Adfina Fahd
Foto: Arman Yonathan
Make up: Jeinita Ant
Art Direction: Anita Moran
Diterbitkan oleh: Penerbit B First (kelompok Bentang Pustaka)
Jumlah halaman: x + 194 hlm; 20 cm
ISBN: 978-602-8864-82-4
Genre: Kehidupan, Inspiratif
Status: Punya, beli di bukabuku, edisi bertanda tangan





"What if, we can actually make it work?
What if it can actually come true?"
Gogirl! lahir dari pertanyaan di atas yang terus menerus dipikirkan Nina Moran, Anita Moran, dan Githa Moran. Three sisters yang punya mimpi besar dan kecintaan tinggi terhadap majalah. It was born out full of passion on "maganizism".

Tepat setelah Gogirl! kali pertama terbit, banyak yang meramalkan majalah ini tutup setelah 4 edisi saja. But now, they proved them wrong! Gogirl! berhasil menjadi icon remaja cewek yang creative, smart, and stylish.

Akan tetapi, semua kesuksesan itu tentu saja nggak instan. Buku ini ditulis sebagai bukti bahwa keberhasilan itu kadang cuma terasa semenit. Dan sisanya, penuh dengan pergumulan, kerja keras, kesedihan, air mata, dan kemauan untuk terus maju.

Halo, Kakak Ilman dan Adik Zidan...

Entah karena Bunda sempat sakit pekan lalu, entah karena semangat setelah mudik ke blog masih terbawa, Bunda tumben banget jadi agak cepat bacanya. Cepat di sini bukan berarti satu buku sehari, ya. Nggak. Itu masih jauh dari harapan. Paling nggak, 3 hari ada yang kelar satu buku. Yang Bunda mau review ini. Hihihi.

Lah, kan halamannya dikit, Bun?

Itu dia. Mau halamannya sedikit, kalo kecepatan baca menurun, tetep aja lamaaa banget kelarnya. Bisa sebulan!

Separah itu, Bun?

Iyaaaaa! Separah ituuuu!

Sekarang separah itu. Sebab, sepulang Bunda dari kantor kan nemenin kalian dulu. Apalagi adek tidurnya malem. Weekend cuci setrika karena kita gak punya bibik. Jadi ya diatur dari situ waktu tersisa buat baca.

Buuuun! Kok malah curhaaaat? Katanya mau review?

Eh. Iya! Maaf... Ayok, balik lagi... Mari kita balik ke review...

Buku ini bercerita tentang petualangan pengalaman ibu Nina Moran, ibu Anita Moran, dan ibu Githa Moran sewaktu membangun Gogirl!.

Bunda udah pernah dengar ceritanya, sih, dulu ibu Nina Moran pernah diwawancara oleh Farhan di sebuah stasiun tv swasta. Nah, waktu itu memang nggak cerita sedihnya yang diceritain. Lebih ke motivasi, tujuan, dll sih. Tapi ya Bunda senang aja menyimaknya.

Apalagi ternyata, ibu Nina Moran mau bercerita lewat buku. Yang Bunda kaget, semua dikupas tuntas sampai sedetail mungkin. Mulai dari awal mula ibu Nina iseng bikin business plan yang ketahuan oleh ayah mereka. Terus waktu akhirnya muncul keputusan merealisasikan majalah ini. Gimana ibu Nina mulai mencari dana yang dibutuhkan. Semuanya bikin Bunda menahan napas. Ya ampun... Majalah yang Bunda kagumi ini, ternyata kelahirannya begitu berat dan sulit...

Kenapa Bunda kaget dengan detail cerita di dalamnya? Sebab, nggak semua perusahaan mau cerita sampai sedetail ini. Nggak semua perusahaan mau cerita susahnya mereka. Jadi yang mau diperlihatkan sukanya aja. Nah, ibu Nina beda. Dia bahkan berani "bongkar aib" untuk cerita kalo dia sendiri yang ngebungkusin semua merchandise ketika pihak percetakan yang seharusnya mengerjakan nggak mau mengerjakan.


Salah satu masalah antara lain, susahnya dapat iklan, karena mereka masih baru dan belum dikenal pasar. Belum lagi cibiran orang-orang, terutama yang sudah bergerak terlebih dahulu di dunia permajalahan. Atau, ketidak cocokan dengan percetakan.

Bayangin aja, setelah majalah didistribusikan ke pasar dan sampai ke konsumen, ternyata majalahnya lepas semua. Ini emang karena percetakan sedang bereksperimen dengan jenis lem baru yang ternyata nggak kuat, tapi sayangnya mereka nggak mau mengganti.

Belum lagi soal merchandise yang adaaaa aja ributnya. Duh!

Meski Bunda nggak ikut nangis pas baca pengalaman ibu Nina, tapi Bunda bisa bayangkan gimana beratnya perjuangan mereka sehingga Gogirl! bisa sebesar sekarang. Dan yang bikin Bunda envy adalah mereka bertiga begitu kompak. Belum lagi dukungan pacar masing-masing (yang sekarang sudah jadi suami masing-masing) dan keluarganya. Juga dukungan ibu dan ayah mereka yang begitu dahsyat. 

Yang jelas, buku ini bercerita tentang kekuatan tekad, kekuatan kekompakan, dan kekuatan cinta serta dukungan keluarga itu memang penting dalam memulai usaha. Di buku juga diceritakan, bahwa mereka sekarang "senang", sebetulnya karena hasil kerja keras mereka yang yah, begitu menguras tenaga, air mata, emosi, dan lain-lain. Intinya, yang namanya bisnis itu susah. Bukan nakut-nakutin. Tapi, di dunia bisnis, cuma yang kuat yang maju. Kuat di sini bukan kuat nyewa preman buat "membunuh" usaha-usaha lain. Tapi kuat keyakinan bahwa Tuhan itu ada dan akan membantu.

Bunda jadi teringat, mantan pacar Bunda dulu pernah bilang, bahwa di dalam hadits dikatakan, "dari 12 pintu rejeki, 11 di antaranya adalah berniaga". Dan bisnis adalah berniaga. Ada 11 pintu rejeki, lhoooo!

Terus, Bunda jadinya mau mulai berbisnis atau gimana?

#terpekur

Yang jelas, selain mengenai kerja keras, tahan bantingan dan lain-lain, kreativitas juga diperlukan dalam berbisnis. Juga melihat sebuah peluang dan bagaimana memanfaatkan peluang itu. #lirikatasanBunda :P

Nah, sejauh ini, sih, Bunda yang memang langganan Gogirl! dan fans berat ketiga pendirinya, tentu buku ini wajib punya. Eh, Bunda termasuk Gogirl! Tribe, bukan, yaaa... hihihi... masa ibu-ibu kok, bacanya Gogirl! Yah, soalnya, sewaktu Bunda belum menikah dulu, nggak ada majalah sekeren ini. Yang bisa kasih informasi fashion (meski ga mengubah Bunda jadi fashionista juga, sih), tentang self education, make up, pengetahuan umum, psikologi, lingkungan hidup bahkan sampai political views kayaknya cuma Gogirl!. Jadi, yah, dimaklum aja, deh, kalo Bunda ikut-ikutan kayak abege baca beginian :D

Sayangnya, ada beberapa "masalah" yang bikin Bunda agak gimanaaa gitu sama buku ini.

Pertama, bahasanya yang campur aduk. Memang, sih, Bunda jadi belajar bahasa Inggris juga dengan bahasa campuran macam begini. Kadang emang ga nyampe kalo ditulis dalam bahasa Indonesia. Tapi, ya, tetep aja. Rasanya aneh. Terutama, untuk wawancara dengan ibu Dian Noeh Abubakar, kalo ga salah. Yah, jadi berasa baca Vickytisasi gitu deh.

Apa itu Vickytisasi? Jadi, pernah ada di sini, di negeri ini, seleb yang memalukan sok-sok nginggris gitu yang bikin jijay bajay. Nah, walau pun misalnya memang ibu Dian ini bicaranya begitu, sebaiknya sih, penyunting bisa membantu dengan menyunting bahasanya biar enak dibaca. Iya, jatuhnya jadi kurang enak dibaca. Bunda sih, sudah terbiasa dengan bahasa campuran khas Gogirl! Tapi, untuk yang bagian wawancara itu tadi, agak terbaca kampungan. Maaf, ya... Sayang aja, sih. Mending sama penyuntingnya disunting atau dipilihin kalimat yang lebih nyaman untuk dibaca. Karena itulah guna penyunting a.k.a editor... ^_^

Kedua, untuk foto. Bunda tahu, warna merah ikut mendominasi hitam putih yang jadi warna buku ini. Tapi, kalo foto hitam putih ikut ditambahin warna merah, rasanya aneh. Sepia bukan. Black and white bukan, terus pewarnaan merahnya bikin mata kurang nyaman.

Itu aja, sih, komplen Bunda. Yang lainnya tetep inspiring dan khas Gogirl!

Jadi, bintang 3 kayaknya layak, ya...

sebagian merchandise dari majalah Gogirl! yang Bunda punya :D

Ini dia penulisnya:
 
Nina Moran is a media entrepreneur in Indonesia. Together with her sisters Anita Moran and Githa Moran published a monthly teen magazine in 2004 called Gogirl! The name is not a typo, it's meant to be that way so that it can be registered in Indonesian copyright office yet still sounded the same.

The magazine that they published was once predicted to survived only 4 editions. They had to fight all critics that said that they will not be able to compete with other magazines that was produced by other and larger media companies.

Right now, Gogirl! is not only successful but also thriving. By now they also have e-magazine, video channel, website, online mall, etc.

Aside from building her company, Nina Moran has a passion for teaching and writing. Since she was 24, despite her young age, she had been invited to speak about marketing strategies, strategic management, entrepreneurship, and self developments.

Her first book is "No One To Someone, The Story of Gogirl! Magazine and Friend", or the way she calls it; The NTS book. Like the tittle suggest, it is her story of building Gogirl! Magazine. The funny thing is, although Nina Moran always wanted to write a book, but she imagined she'd write books on business strategies or life strategies. She never thought of a semi-autobiography like The NTS book.

Needless to say, The NTS book will not be the only book she writes.


Oke. Bunda mau pulang dulu, ya... Sampai ketemu di rumah!

Cheers! Love you both! xoxo

Terusin baca - No One to Someone - Nina Moran