30 Mei 2014

Saya Cinta Indonesia: Ocehan Komika tentang Kelucuan di Negerinya by Isman H Suryaman, dkk

Judul: Saya Cinta Indonesia: Ocehan Komika tentang Kelucuan di Negerinya
Penulis: Isman H. Suryaman, Andi Gunawan, Sammy 'not a slim boy', Miund
Penyunting: Agus Wahadyo
Desain cover: Budi Setiawan
Penata letak: Eko Haryanto
Diterbitkan pertama kali oleh: mediakita
Cetakan kedua, 2013
ISBN: 979-794-368-2
Status: punya, edisi bertandatangan om Isman (dapet lewat nepotisme ke tante Primadonna Angela)


Blurb:
Kenapa orang Sunda ada yang susah membedakan arah? Saya baru menyadarinya ketika pergi ke Yogyakarta. Berkebalikan dengan karakteristik umum orang Sunda, prang Yogya umumnya sangat paham arah.
Saking pahamnya, kalau saya nanya jalan, saya tetap bingung.
"Permisi, Mas. Kalau ke Malioboro ke arah mana, ya?"
"Oh, Malioboro? Gampang itu. Ambil arah utara 500 meter, nanti ketemu persimpangan. Belok aja ke barat daya sekitar 300 meter. Belok lagi ke jalan yang tenggara, ikuti sekitar 700 meter. Nanti balik ke Utara. Gampang"
..."Saya telepon taksi aja, ya, Mas."

posting bareng BBI Mei 2014 tema Humor dan Komedi

Halo, Kakak Ilman dan Adik Zidan...
Setelah beberapa bulan absen, Bunda akhirnya ikut lagi baca dan posting barengnya BBI. Tapi bulan ini, Bunda nggak ikut tema Katulistiwa Literature Award 2013. Alasannya, karena Bunda nggak punya satu pun bukunya. Kedua juga belum tergerak untuk punya apalagi beli. Pasti mandek bacanya.
Kebetulan Bunda udah kelarin baca buku om Isman dan teman-temannya ini, jadi buku ini Bunda bisa pakein alasan untuk ikut posting bareng. Hehehe...

Mungkin kalian belum tahu siapa om Isman. Hmm... sebetulnya, om Isman itu lulusan Teknik Informatika ITB, kakak kelasnya om Fatah, om Ruli dan teman-teman Bunda lainnya yang membelot menjadi komedian dengan spesifikasi stand up comedy alias jadi komika. Nah, om Isman menikah dengan tante Dona, teman Bunda. Iya, tante Dona yang Primadonna Angela itu... 

Apakah sebagai komika, om Isman itu lucu? XD
Pertanyaan yang sulit. Soalnya, om Isman itu nggak cuma lucu, tapi juga absurd. Dan kalo udah merhatiin sahut-sahutannya sama tante Donna di twitter, Bunda bisa bayangin tiap hari ketawa melulu kalo ada di dekat mereka berdua. Hihihi. 
Om Isman membuktikan bahwa jadi orang pinter (pinter karena beliau mengenyam pendidikan di Teknik Informatika ITB ~ yang mana pas jaman Bunda mau masuk kuliah dulu, passing grade-nya paling tinggi se-Indonesia) nggak selamanya kaku, nggak bisa bercanda dan datar. Selain pinter secara akademik (yang dibuktikan dengan di mana beliau lulus kuliah), om Isman juga pinter ngelucu. 

Heiiii! Kenapa Bunda bahas tentang pinter nggak pinter di review, sih? KOK? Bunda mulai kebawa-bawa sama tante yang satu itu, sih... Yang setiap saat nulis, pasti bawa-bawa soal otak, kepintaran, dan teman-temannya. D'oh!

Hayu kita fokus ke review Bunda tentang buku ini. Hmmm... Bunda baru sadar, bedanya menyimak stand up comedy dengan baca ocehan mereka di buku, setelah baca buku ini. Hampir semua yang diceritain di buku ini sesungguhnya cerita yang miris, menyedihkan. Tapi karena yang ceritanya komika, tentu diserempet-serempetin biar lucu. Sayangnyaaaa... karena ini buku, sebetulnya bukan humor yang berasa, tapi kadang malah sedih. Nyengir ada sih. Tapi nggak sampai ngakak kayak kalo nonton mereka lagi open mic. Mungkin karena pengaruh mimik muka, gerak tubuh, suara, tatap mata saat komika open mic, kita bisa menertawakan sesuatu yang sebetulnya menyedihkan. 

Eh, tapi, di awal cerita ini, Bunda lumayan ngakak, lho. Ngebayangin tampang om Isman yang tinggal di Bandung, terus dikasih tau arah menuju Malioboro pas di Yogya... hihihi... Kayaknya, kalo jualan GPS di Yogyakarta nggak akan laku sama orang asli Yogya atau yang udah tinggal di sana lama, ya. Hahaha... Abisnya, ngasi tau arah, bener-bener sama akuratnya kayak di GPS! XD

Kalo cerita-cerita lain om Isman, kayak tentang debat capres, telemarketing, dan lain-lain, kita dibuat agak mikir. Soalnya konsep tulisannya lebih ke dialog. Masih kerasa lucu, cuma Bunda tetep susah ngakak, karena butuh visual komika untuk bisa menertawakan ini. 

Sementara untuk ocehan om Andi Gunawan cukup sukses bikin Bunda ngikik sekaligus miris. Segini parahnya kah, negeri kita saat ini? Rangkaian ocehan om Andi ditutup dengan komik strip yang bikin Bunda ngakak kejungkel saking lucunya...

Sementara ada cerita om Sammy 'not a slim boy' yang malah mengundang air mata haru. Misalnya, dia cerita tentang ketakutannya akan bapaknya diculik PKI karena bapaknya seorang perwira TNI. FYI, di masa Bunda kecil, sepertinya sama juga dengan om Sammy, semua siswa sekolah sempat diwajibkan untuk nonton film Penumpasan G30S/PKI setiap tahunnya. Beruntung banget, Bunda nggak perlu nonton ke bioskop, karena bioskop yang ada di Bandung terlalu jauh untuk dijangkau oleh kami. Film itu sebetulnya sadis dan bukan konsumsi anak SD. Nggak tahu kenapa, kami diwajibkan nonton itu setiap tahunnya... >_<
Ada, sih, cerita yang lucu. Tapi kebanyakan yang diceritain om Sammy di buku ini kok, malah sedih, ya? Favorit Bunda adalah cerita Guru Omar Bakrie, Sebuah Ilustrasi. Bikin mewek.

Buku ini ditutup dengan kumpulan ocehan tante Miund. Ocehan tante Miund ini beneran bikin ngakak, karena ceritanya nggak jauh dari lingkungan sehari-hari. Ngakaknya bukan karena lucu, tapi bener-bener miris. Ada ceritanya, tante Miund diajak ibunya untuk ngajarin ibu-ibu PKK di daerah kumuh di Jakarta Utara. Kumuhnya bener-bener kumuh. Rumah petak-petak sangat rapat, bau lembap, dan buang air atau mandi mesti di MCK. Tapi, pas lagi makan siang, tante Miund sempet ngeliat ada anak-anak yang pegang PSP terbaru. Asli, bukan KW apalagi palsu. Pas tante Miund nawarin makan siang ke mereka (saat itu konsumsinya adalah paket nasi Hokben), mereka jawab, "nggak, ah! Bosen Hokben mulu."

WHAT?

Ocehan-ocehan lain tante Miund bikin ngikik juga, kayak gimana komentar tante Miund tentang cerita dongeng ala Disney vs dongeng Indonesia. Kita digiring buat mikir soal dongeng-dongeng ala Disney itu. Hihi... Bikin Bunda agak merasa beruntung karena nggak harus mengenalkan princesses itu ke anak-anak Bunda, karena anak-anak Bunda laki-laki semua. Hahaha... Ada juga tentang perempuan di gym. Juga tentang Jakarta. Semuanya bikin nyengir lebar.

All in all, meski kerasa bedanya antara nonton komika saat open mic dengan baca cerita mereka di buku, buku ini tetep punya greget kalo menurut Bunda. Biarpun keempat komika ini gemes suremes sama negerinya sendiri, mereka bener-bener mencintai negerinya dan pastinya mendukung perubahan ke arah yang lebih baik. Dengan kata pengantar dari om Pandji Pragiwaksono, komika yang nggak pernah lelah mengajak anak-anak muda Indonesia untuk melek politik di Indonesia, Bunda yakin, kehadiran para komika yang bener-bener peduli sama perubahan Indonesia ke arah yang lebih baik bisa jadi motor supaya alay-alay ikut peduli sama negaranya sendiri. Empat bintang untuk Saya Cinta Indonesia!

Love you both... Cheers!



Terusin baca - Saya Cinta Indonesia: Ocehan Komika tentang Kelucuan di Negerinya by Isman H Suryaman, dkk

28 Mei 2014

[Miiko no Koonaa] Hai, Miiko #1 by Ono Eriko


Halo, Kakak Ilman dan Adik Zaidan...
Mulai hari ini, setiap posting review Miiko, bakalan ada "button" di atas ini. Scrapbook Bunda yang judulnya "Miiko no Koonaa" alias "Pojok Miiko". Sebagai bentuk "penghargaan" Bunda pada sang mangaka. Dan karena Bunda sayang banget sama Miiko X))

Nah. Hari ini, Bunda mau bikin review Hai, Miiko! Vol. 1 yang dalam bahasa Jepangnya berjudul "Koichimuitte Miiko"

Judul: Hai, Miiko Vol.1
Penulis: Ono Eriko
Alih bahasa: Widya Winarya
Editor: Marin Hermanto
Artistik: Beatrix Saroya
Cetakan kedua: November 2004
Diterbitkan oleh PT Gramedia Majalah Unit Komik Gramedia Majalah
ISBN13: 978-979-230-8242
Status: Punya. Beli pake gaji ngelesin kalo ga salah :D
Harga: Rp. 9.500,- *beli bulan Desember 2004*

Blurb:
Miiko ngambek karena tidak dibelikan sweater merah idamannya, ia pun kabur dari rumah. Dalam perjalanannya, ia mendapatkan suatu pengalaman menarik...

Halo, Kakak Ilman dan Adik Zidan...
Ternyata, kalo terlalu suka sama sebuah buku itu, sampe kasih rating lima itu malah bingung gimana ngereviewnya. Apalagi, empat buku sebelumnya udah direview, kan... Hihihi...

Meski serial Miiko ini bukan cerita bersambung, tetep aja serial ini adalah serial yang selalu Bunda nantikan dan Bunda koleksi. 

Halaman pertama dibuka dari cerita bu Ono mengenai serial Miiko yang dimuat di majalah komik Pyong-Pyong secara rutin. Majalah itu sangat terkenal di kalangan anak-anak di Jepang. Karena mendapat sambutan yang baik, serial Miiko kemudian dibukukan, sehingga kita semua bisa baca di serial Namaku Miiko 1-4.

Cuma ternyata, Pyong-Pyong bubar dan digantikan Ciao. Miiko pun dilanjutkan di sana.

Apa bedanya serial Namaku Miiko (Miiko Desu) dengan serial Hai, Miiko (Koichimuitte Miiko)? Menurut Bunda, kayaknya sih, karena perbedaan awal diterbitkannya di mana. Yang satu di majalah Pyong-Pyong, yang satu di majalah Ciao #sotoybanget. Yang jelas, sih, ada perubahan style gambar antara serial Namaku Miiko dengan Hai, Miiko! Kayak bagian poni juga bentuk wajah Miiko yang berubah, bentuk wajah Mari Chan, Yukko, Tappei dan semua karakter di sini juga berubah banyak. Yang jelas, secara grafis, di Halo, Miiko, ~ style gambar bu Ono makin apik.

Gimana dengan ceritanya? Tetep lucu, mengharukan, dan semua-muanya, deh.... Hihihi...

Hai, Miiko! vol.1 terdiri dari sembilan cerita.

Salam Kenal
tentang perkenalan bu Ono dengan pembaca yang udah Bunda sebutkan di atas tadi (tentang awal mula komik Miiko berasal).

Cinta Pertama
Suatu malam, Mari Chan menelepon Miiko dan bilang pengen pindah bangku di bus. Dia pengen deketan sama seseorang di sana dan akan menyatakan cinta. Miiko jelas mau ngebantu, tapi akhirnya malah nyusahin Mari Chan. Di awal baca ini, Bunda nggak bisa nahan buat nggak ngikik, mau di manapun Bunda berada kalo baca komik ini. Meski udah berulang kali baca, tetep aja ngikik...

Tappei Pergi?
Kelihatannya ini awal mula cerita Miiko di Ciao. Jadi emang bu Ono bilang kalo beliau mau istirahat dulu kemudian melanjutkan menulis supaya lebih segar. Nah, jadi di sini masing-masing karakter bingung. Siapa yang bakalan tetap muncul di serial selanjutnya atau ada yang bakalan nggak ada. Ternyata, toko kelontong milik orangtua Tappei, Lazy Moon, tutup. Bahkan gosipnya, keluarga Tappei bakalan pindah. Duh, gimana, ya, kalo komik Miiko berlanjut tapi nggak ada Tappei? Beneran ga kebayang deh...

Orang Aneh di Sebelah
Ada murid baru di kelas Miiko, yang sekaligus karakter baru. Namanya Nomura Yoshiki. Anaknya pendiam, tapi kalo ngomong jutek dan blak-blakan. Ada ceritanya Miiko keseleo gara-gara berusaha ngambil penghapusnya yang jatuh di bawah kursi Yoshiki. Miiko nggak berani minta tolong diambilkan, karena sebelumnya, mereka berdua berbagi buku (buku pelajaran Miiko ketinggalan) terus Yoshiki ngedumel karena nggak bisa konsentrasi sama pelajaran. Hihi. Nah, yang jleb lagi pas ada acara bazaar sekolah. Mari Chan sibuk pengen bikin kukis lucu, tapi komentar Yoshiki adalah, "Kurasa nggak bakal laku... Apalagi kalo bikinnya nggak bagus. Memangnya bakal ada orang yang mau buang uang untuk membeli barang buatan kalian?" Pas dibentak Mari Chan, "Kalau kau memang hebat, terus kami disuruh jual apa?" Yoshiki jawab, "mi cup". Semuanya terpekur dengar jawaban Yoshiki. Tapi anehnya, justru pas hari H, Yoshiki bawa beberapa mi cup buat teman-temannya, banyak pengunjung yang nanya harga jualnya berapa. Ting tong banget, ga, sih...
Papa Pergi Dinas Luar
Papa dapat tugas mendadak ke luar kota selama sepuluh hari! Padahal, mama dan papa selalu berbagi tugas rumah tangga. Kalo kayak begini, kan, jadi repot. Nah, makanya, papa ngatur tugas supaya mama nggak harus kerjain kerjaan rumah tangga sendirian. Miiko mengajukan diri buat mencuci baju. Kenyataannya, Miiko malah baca komik, lupa ngerjain tugas cuci baju dan cuci piring sampai akhirnya, Mamoru kepaksa ga pakai baju karena kehabisan stok baju. Begitu pun mama, saat beliau butuh sendok buat makan, kehabisan sendok karena kotor semua belum dicuci Miiko. Akibatnya, ada piring kesayangan mama yang pecah. Duh... Kebayang, ya, kisruhnya. Kalo Bunda udah teriak-teriak kali, saking stresnya... :D
Tau-tau ada pengumuman dari sekolah, kalo saluran gas di kantin sekolah akan diperbaiki. Jadi, Miiko dan semua murid di SD Suginoki mesti bawa bekal sendiri. Nah, setelah berbagai insiden yang membuat Miiko merasa ga berguna itu, Miiko berinisiatif bikinin bekal buat mama dan Mamoru. Kalian pasti bisa bayangin, kayak apa tampang bekal buatan Miiko itu. Hihihi....

Air Mata Mari-Chan (bagian pertama dan kedua)
Persahabatan Miiko dan Mari Chan diuji. Ini semua bermula dari ke-sok-ngaturan Mari Chan saat mereka berlatih bola basket. Ya Chan yang gemas, bermaksud untuk berlatih sendiri tanpa mengajak Mari Chan. Miiko pun ikut dilibatkan. Miiko bingung. Dia ga pengen mengkhianati Mari Chan. Tapi Ya Chan maksa terus. Sampai akhirnya, Mari Chan lihat sendiri apa yang dilakukan Miiko. Miiko jelas nggak mau berkhianat, tapi kan, apa yang dilihat Mari Chan beda dengan apa yang dipikirkan Miiko...

Jaket Merah Muda
Miiko kabur dari rumah karena mama nggak mengabulkan permohonannya untuk dibelikan jaket merah muda. Pas lagi kabur, Miiko tabrakan dengan sepeda dan Miiko masuk ke tahun 1972. Di masa itu, Miiko ketemu mama yang seumur dengannya. Ternyata, Rie muda mirip banget sama Mamoru, dan saat ketemu dengan Miiko, Rie kecil lagi pengen dibelikan jaket merah muda. Hahaha. Sama banget, ya, ceritanya. Bedanya, sewaktu Rie kecil minta jaket merah muda itu, perusahaan tempat papa Rie kecil bekerja bangkrut. Jadi, keluarga ini lagi susah. Dan Rie bilang ke Miiko kalo dia dewasa nanti dia akan bekerja keras untuk menghasilkan uang banyak dan bisa belanja barang yang dipengeninnya sendiri.
Miya dan Gadis Salju
Kalo ini Miiko versi dongeng. Miiko berperan jadi Miya, si gadis miskin. Tiap hari, dia numpang makan di rumah Peta (pemeran Peta adalah Tappei) yang tinggal bersama neneknya. Miya tinggal di apartemen yang dimiliki oleh Mari (diperankan oleh Mari Chan).  Pas lagi main salju bertiga, tahu-tahu mata Tappei Peta dilempar es oleh Gadis Salju. Dan sejak saat itu, Peta berubah sikap. Peta bahkan diculik oleh Gadis Salju. Menurut nenek Peta, kalo diculik Gadis Salju, Peta akan membeku selamanya. Maka, Miya dan Mari berusaha menyelamatkan Peta.
Ada tambahannya juga, karakternya ga pake Miiko: Berjuanglah, Tako!
Yang ini tentang Tako, pemain basket bertubuh super tinggi, tapi gugup setiap kali berada di lapangan. Sementara Chizumi yang bertubuh pendek, selalu mengarahkan ke mana Tako harus bergerak. Ketika mereka kalah, Chizumi punya ide. Dia menuliskan lambang pada sebuah kain untuk diikat di kepala Tako, yang menurut Chizumi itu jimat supaya Tako bisa bermain basket dengan baik. Dan ternyata, jimat ini berhasil! Tim Tako pun menang, padahal on last shot, jimat Tako lepas!

~~~

Hmmm...
Menurut Bunda, yang jelas cerita-cerita Miiko selalu segar, tetap khas anak-anak. Nggak cuma menghibur, tapi juga mengajarkan banyak hal. Misalnya aja, Miiko bukan berasal dari orangtua super kaya di mana mama dan papa harus bekerja keras untuk support kehidupan mereka. Ditambah tinggal di apartemen kecil dan mama papa juga berbagi tugas rumah tangga. Bunda rasa, lewat cerita Miiko, semua pembaca diajak untuk bisa memahami kesulitan kedua orangtua, terutama ketika meminta barang yang diinginkannya.

Apa yang unik dari Hai Miiko! Vol 1 ini? Semuanya jelas menarik. Mulai dari cerita gimana komik Miiko bermula sampai dibukukan. Tentang kegalauan antar karakter mengenai siapa yang masih dipertahankan dan dibuang (yang ini lucu, menurut Bunda. Karakter aja bisa galau masih diajak "main" atau nggak di serial berikutnya), juga tentang "memberi label sebelum kenal dengan orang" (di cerita Orang Aneh di Sebelah). Cerita favorit Bunda yang mana di vol. 1 ini? Jelas Orang Aneh di Sebelah. Tapi semuanya Bunda suka, kok... Yang pasti, Bunda nggak akan melewatkan setiap serial Miiko. Tunggu review volume berikutnya, ya...

Sampai ketemu lagi di Miiko no Koonaa berikutnya... Teman-teman Bunda masih belum baca Hai, Miiko? Bunda tadi lihat di fanpage mnc comics, lagi re-stock, tuh! Buruan punya! :D


Love you both... Cheers...

Terusin baca - [Miiko no Koonaa] Hai, Miiko #1 by Ono Eriko

20 Mei 2014

How to Train Your Dragon by Cressida Cowell

 

Judul: How to Train Your Dragon ~ Bagaimana Caranya Melatih Nagamu
 (How to Train Your Dragon #1)
oleh: Hiccup Horrendous Haddock III
ditulis (baca: diterjemahkan dari Naskah Norwegia Kuno) oleh Cressida Cowell
Penerjemah: Mutia Dharma
Penyunting: Maria Masniari Lubis
Proofreader: Ela Karmila
Teks ilustrasi: tulisan tangan kiri Maria M. Lubis
Cetakan I, Januari 2006
Diterbitkan oleh Penerbit Little K ~ PT Mizan Pustaka
Ilustrasi sampul: Jimmy Pickering
Desain sampul: David Mackintosh
Desain dan ilustrasi isi: Cressida Cowell
ISBN: 979-3659-63-7
Jumlah halaman: 256 hlm.; 19,5 cm
Genre: Fantasy, Children, Young Adult, Adventure, Humor, Media Tie In ~ Movie, Middle Grade

TENTANG PENULIS
Hiccup Horrendeus Haddock III adalah seorang Pahlawan Viking yang sangat unik dan istimewa. Dia adalah seorang kepala suku, kesatria besar, dan pendekar pedang yang dahsyat. Dia juga terkenal sebagai "Sang Pembisik Naga", karena keperkasaannya menaklukkan makhluk menyeramkan itu. Tapi, menjadi seorang pahlawan yang sukses ternyata tak semudah yang Hiccup bayangkan.

Inilah kisah masa kecil Hiccup, yang menjadi pahlawan dengan cara susah payah...

"Kisah klasik." - The Viking Post
"How to Train Your Dragon wajib dibaca oleh semua Pahlawan yang mengalami kesulitan bertingkah laku penuh Kepahlawanan."
- Pustakawan Barbar

Halo, Kakak Ilman dan Adik Zidan...
Bunda udah lama punya buku ini. Kalo nggak salah, pas kakak Ilman masih di perut Bunda, deh. Hihi. Bunda pernah bacain beberapa halaman sih, buat kakak Ilman. Tapi terus Bunda lupa lagi ceritanya, karena lain banget sama filmnya, makanya Bunda baca lagi sekarang. Bunda udah punya bukunya sampai buku lima, terus ternyata kaget aja, buku ini udah sampai nomer sebelas! Dan sama Mizan baru diterjemahin sampai lima buku. Hiks...

Awal Bunda kenal buku ini karena buku ini dulu bagian dari kerjaannya tante Umay alias tante Maria yang ngedit buku ini. Pas Bunda kenalan sama Hiccup, Bunda jadi jatuh hati sama buku ini. Makanya pengen ngumpulin, apa lagi anak-anak Bunda kan laki-laki semua. Kalian wajib baca buku ini, nih..

Terlahir sebagai anak kepala Suku Hooligan Berbulu ~ Stoick Agung, Hiccup tidaklah istimewa. Secara postur, Hiccup termasuk mungil dan lemah. Nggak sesangar ayahnya yang menjadi kepala suku. Meski begitu, Hiccup seharusnya ditakdirkan menjadi Pahlawan, karena dia adalah Harapan dan Ahli Waris Tahta Suku Hooligan Berbulu. Postur Hiccup yang kecil dan tampak lemah ini - juga tidak suka berkelahi, oleh Dogsbreath, salah satu anak lain yang tergabung dalam Anggota Muda Suku Hooligan Berbulu, Hiccup mendapat julukan: Hiccup The Useless (Hiccup Si Tak Berguna). Selain Dogbreath ada si Snoutlout, yang juga senang menghina Hiccup.

Nah, buku pertama ini bercerita tentang seleksi penerimaan Anggota Muda Suku Hooligan Berbulu yang terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama adalah menangkap naga mereka sendiri. Mereka diantarkan ke Tebing Naga Liar untuk masuk ke Ruang Bermain Anak-anak Naga, di mana di sana ada tiga ribu ekor anak naga yang sedang tidur koma selama musim dingin. Tugas mereka harus mengambil satu dari anak naga yang sedang tidur itu dengan selamat dan memasukkannya ke dalam keranjang. Di awal cerita ini aja udah ada aja ketegangan yang muncul, terutama karena Fishlegs telah membuat anak naga ini bangun dan menyebabkan kesepuluh anak ini nyaris celaka.

Meski begitu, akhirnya Hiccup mendapatkan seekor naga biasa, yang bahkan tidak bergigi yang dijuluki (lagi-lagi oleh Snoutlout) Toothless. Dia pun jadi bahan tertawaan beberapa anak lain, kecuali sahabatnya, Fishlegs.

Pas tahap melatih naga mereka sendiri, mereka diwajibkan membaca buku panduan karya Profesor Dr. Yobbish B.A, M.A, HONS, DLL yang berjudul How to Train Your Dragon. Buku ini milik perpustakaan Suku Meathead yang dicuri oleh Gobber, salah satu pahlawan dari Suku Hooligan Berbulu yang bertugas mengasuh kesepuluh calon anggota muda itu.

Ketika Hiccup dan Fishlegs berniat membaca serius buku ini, ternyata buku ini cuma berisi satu halaman saja cara melatih naga. Bahkan cuma satu bab aja. Bab pertama sekaligus terakhir itu cuma berisikan kalimat: BERTERIAKLAH PADA MEREKA! (Semakin keras semakin baik).

Udah aja! Hihihi...Dudududu... Hiccup kan ga bisa berteriak. Gimana, dong?

Sementara itu, jauh sebelum acara penerimaan ini, Hiccup udah sering mengamati naga, bahkan dia pun bisa berbahasa naga. Hiccup melatih Toothless dengan cara berbicara kepadanya. Mulai dari menghadiahinya lobster dan masih banyak lagi, termasuk menceritakan lelucon yang disukai Toothless. Dan dia ga berharap lagi menjadi pahlawan. Kayaknya asal lolos aja di Ujian Penerimaan Para Pahlawan Muda di hari Perayaan Kamis Thor itu udah cukup banget, deh. Mengingat naga-naga anggota lain tampak lebih sangar.

Ketika harinya tiba, setelah menangkap dan melatih naga mereka, di hari Perayaan Kamis Thor atau Thor'sday Thursday, kesepuluh anak calon Anggota Muda Suku Hooligan Berbulu bergabung dengan sepuluh anak calon Anggota Muda Suku Meathead dari pulau Meathead akan menghadapi Ujian Penerimaan Para Pahlawan Muda. Yang nggak kepilih harus diasingkan selama-lamanya.

Seharusnya, mereka semua lolos, sih... Tapi... gara-gara Toothless manas-manasin Fireworm, semua naga anak-anak itu berkelahi dan anak-anak ini sama sekali nggak berdaya mencegah perkelahian dan kekacauan ini. Thor pun marah dan setelah para pejabat berembug, mereka memutuskan akan mengasingkan keduapuluh anak ini untuk selamanya keesokan harinya. 

Selama hari itu hingga keesokan harinya, badai terus saja mengamuk. Badai besar itu telah mengangkat dua naga raksasa yang selama beratus-ratus tahun tidur di bawah laut ke permukaan dan ditemukan oleh Badbreath the Gruff. Ketika dia memberitahukan pada Stoick Agung, maka Dewan Perang pun dikumpulkan. 

Sampai di sini, peran Hiccup sebagai Pahlawan pun mulai terungkap. Gimana dia susah payah menjadi Pahlawan, bertarung antara hidup dan mati. Hiccup pun membuktikan bahwa berteriak sekerasnya pada naga, bukanlah cara melatih naga.

Hmmm... Gimana, ya...

Bunda suka terjemahannya. Jadi, Bunda menikmati bacanya. Meski kecepatan baca Bunda udah nggak secepat dulu (bukan faktor U, tapi faktor kesibukan karena Bunda kan selain ngantor juga ngebabu di rumah), buku ini termasuk gampang dicerna dan menyenangkan. Juga asik berimajinasi tentang naga itu sendiri.

Ceritanya sendiri meski rumit tapi kebacanya simpel aja. Humornya kena. Ketegangannya pun kerasa. Perasaan Hiccup pun kerasa banget ke hati. Ukuran font dan warna kertasnya bikin buku nyaman dibaca.

Kekurangannya apa, ya? Oh. Itu. Penempatan ilustrasi yang ada teksnya banyak memotong kalimat. Jadi, karena Bunda pengen beresin baca kalimatnya dulu, terus mesti balik lagi ke halaman yang ada ilustrasi berteks itu. Kesannya ilustrasi itu cuma pemanis buku. Padahal, ilustrasi itu memperkuat cerita buku. Jadi, bagusnya, menurut Bunda, sih, supaya pembacanya nggak terdistraksi, mendingan ilustrasi yang mengandung teks, ditaruh di bagian akhir bab aja atau di akhir paragraf. Jadi, seberesnya baca kalimat dalam satu paragraf, bisa beralih ke ilustrasi tanpa terganggu. Gitu aja, sih, kekurangannya menurut Bunda.

Yah, cuma gara-gara kekurangan itu, Bunda kepaksa kasih 4 aja. Padahal kalo dari sisi cerita dan keasikan menikmati ceritanya, layak banget dapat 5 ^_^

Oya, ini ada kalimat favorit Bunda yang diucapkan sama Wrinkly Tua, kakek Hiccup dari pihak ibu. 
"Pahlawan Masa Depan harus cerdas dan terampil, bukan hanya berbadan besar dengan otot yang terlalu kekar. Dia harus bisa menghentikan pertengkaran sesama anggota suku dan membuat mereka menghadapi musuh bersama-sama."
Bener banget, kan? :D

Jadi, kesimpulan Bunda? Kalian wajib baca buku ini! Hihihi...

Love you both... Cheers!



Terusin baca - How to Train Your Dragon by Cressida Cowell

19 Mei 2014

Books in English Reading Challenge Chapter 3 - Update #1

Hello, BIERs Challenger...

I do my apologize because of my health issues few weeks ago and I don't know what's wrong with inlinkz nowadays, I couldn't put the linkies on scheduled.

I have written the scheduled post including the linkies, but when I checked the archives, I couldn't find my old scheduled posts. Where were they going? *sigh*

Nah, now you can put your review post' link down here. One thing you must remember that you can only put review post link according to the right months. March to March, April to April, etc.

Here you go...









Terusin baca - Books in English Reading Challenge Chapter 3 - Update #1

9 Mei 2014

Bliss (The Bliss Bakery Trilogy #1) by Kathryn Littlewood


Judul: Bliss (The Bliss Bakery Trilogy #1)
Penulis: Kathryn Littlewood
Penerjemah: Nadia Mirzha
Penyunting: Lulu Fitri Rahman
Penyelaras aksara: Aini Zahra
Penata aksara: elcreative
Diterbitkan oleh Noura Books ~ Mizan Fantasi
Cetakan pertama, November 2012
ISBN: 978-979-433-690-8
Paperback, 320 halaman
Genre: Novel, Fantasy, Children, Middle Grade, Fantasy, Magic, Foodie, Mystery, Young Adult, Adventure, Family, Juvenile
Status: Punya. Dikasih tante Ferina sebagai hadiah giveaway karena Bunda ngasih komen paling koplak #eh



Musim panas itu, Rosemary Bliss melihat ibunya mengaduk halilintar ke dalam semangkuk adonan dan semakin yakin bahwa orangtuanya menggunakan sihir di Toko Roti Bliss. Rahasianya ada pada sebuah buku resep Bliss Cookery Booke.

Namun apa jadinya jika Rose dan Ty memutuskan bereksperimen dengan beberapa resep saat orangtua mereka pergi? Yah, beberapa Muffin Asmara dan Cookie kebenaran sepertinya tak akan menimbulkan masalah, bukan?


Halo, Kakak Ilman dan Adik Zaidan...
Sebenernya, buku ini udah lama banget ada di tangan Bunda, hadiah dari tante Ferina. Waktu itu dia bikin giveaway di blognya, terus Bunda berpartisipasi dengan ngasih komen koplak. Eh, ga nyangka. Taunya malah Bunda yang dapet. Rafflecopter saat itu sedang berpihak pada Bunda. Alhamdulillaah :D

Terus, ya baru dapet kesempatan baca dua bulan lalu. Mestinya sih jadi posting bareng sama BBI buat tema Kuliner. Tapi dikarenakan Bunda sempet dirawat di RS itu, ya batal deh posting barengnya.

Buku ini cerita tentang Rose yang dititipi ibunya toko bakery Bliss karena ibu dan ayahnya mendapat tugas dari walikota untuk membuat kue dalam jumlah banyak selama beberapa minggu karena ada wabah penyakit aneh, sementara menurut penduduk di kota itu, hanya ibu dan ayah Rose lah yang mampu membuat kue ajaib untuk menyembuhkan penyakit itu.

Tepat ketika ibu dan ayah Rose pergi, muncullah seorang perempuan yang mengaku bibi mereka, bernama bibi Lily. Pada awalnya, Rose merasa jenuh ketika menjaga toko bakery mereka karena merasa nggak ada sesuatu yang menarik seperti ketika orangtua mereka ada di rumah. Maka dia dan Ty, abangnya, mulai melakukan sesuatu yang seharusnya tidak mereka lakukan. Yaitu membuat kue dari buku resep Bliss Cookery Booke yang disimpan di ruang penyimpanan khusus. 

Dari situ, kejadian-kejadian ganjil ~ atau kalo boleh dibilang mengacaukan satu kota terjadi. Dan mereka berusaha membalikkan keadaan. Dan di sini, sikap bibi Lily yang tadinya mencurigakan Rose, berperan penting dalam ikut membalikkan keadaan. Rose sempat menyesal karena dia sudah mencurigai bibi Lily.

Hmmm...
Gimana, ya?

Pertama, kalo dari kover, tampak menjanjikan. Sungguh! Meski nggak dapat hadiah giveaway juga Bunda punya niat beli. Syukurnya, ternyata ini emang cover asli. Worth it kalo beli juga.

Kedua, terjemahannya mengalir banget. Meski Bunda baru kali ini baca nama penerjemah, maksudnya ini buku pertama terjemahan sang penerjemah yang Bunda baca ~halah mbulet~ kalo baca nama penyuntingnya sih, yakin kalo penyuntingnya bisa bikin buku kacrut kek apa juga jadi tampak indah. Hehe. Beberapa buku yang terjemahannya kacau balau berhasil disulap jadi enak dibaca oleh penyunting yang satu ini. Jadi, tentu saja baca terjemahannya enak aja gitu...

Ketiga. Dari sisi font. Oke, kok, untuk genre Young Adult atau Children - Middle Grade. Nyaman di mata dan bikin betah baca.

Keempat. Mungkin ini faktor penentu, ya... Jadi gini, kebanyakan orang ngereview buku ini bilangnya ngiler pas baca semua deskripsi makanan di sini. Termasuk pakde Iwan yang sering banget nyuruh Bunda baca buku ini ketika tahu Bunda punya buku ini.
Sayangnya...
Entah imajinasi Bunda yang nggak sampai apa gimana, Bunda sama sekali nggak ngeces ngebayangin makanan yang ada di cerita ini. Huhuhuhu. Asli sedih banget. Awalnya, Bunda pikir cuma Bunda aja yang kayaknya ngerasa aneh. Berkali-kali baca ulang pun, tetep. Dalam keadaan lapar pun tetep. Sama sekali ga bikin Bunda merasa lapar. Lalu, Bunda cek tret kapan itu Bunda pernah share di sebuah sosmed. Ternyata beberapa teman Bunda seperti Tante Kobo dan Tante Donna juga bilang hal yang sama. Tante Vina malah bilang, "kecut". 

Bunda malah ngeces ngebayangin bolu kuali atau jus labu kuning di Harry Potter daripada kue-kue di sini. Nggak tahu kenapa. Mungkin karena deskripsi bahannya, salah satunya pakai air mata atau apa lah itu, bikin Bunda udah ilfeel duluan, bukannya pengen makan. Hehehe... Gitu, deh.

Jadi... bintang 3 kayaknya cukup untuk semua yang udah Bunda tuturkan di atas kali, ya...

Oya, ini skrinsyut komen koplak Bunda di giveaway tante Ferina itu



Yang jelas, meski kecewa karena ga sesuai harapan, nggak menyurutkan langkah Bunda untuk baca kelanjutan trilogi ini dan nunggu buku ketiga terbit.

Diposting juga buat Children Literature Challenge dan Young Adult Challenge

Love you both, cheers



Terusin baca - Bliss (The Bliss Bakery Trilogy #1) by Kathryn Littlewood

7 Mei 2014

Kisahku Bersama Sepotong Kata Maaf


Judul: Sepotong Kata Maaf
Penulis: Yunisa KD
Editor: Anin Patrajuangga
Desainer Cover: Steffi
Penata isi: Phiy
Diterbitkan oleh PT Grasindo
Cetakan pertama 2013
Jumlah halaman: 304 hal
Genre: Novel, Fiksi Kontemporer, Time travel, Woman, Semi-thriller
ISBN: 978-602-251-132-8
Status: Punya. Beli di Hobby Buku Online Bookshop
Harga: IDR 53,000


Blurb:
Ini adalah kisah nyata seorang gadis yang menolak untuk meminta maaf meskipun telah berulang kali diajukan permintaan resmi agar ia melakukannya. Dia meninggal 7 kali oleh pena seorang novelis. Itulah cara ringan untuk merangkum cerita ini.

Dalam dimensi yang berbeda, hidup memang seperti persamaan Matematika: ada berbagai variabel dan konstanta. Kematian seorang gadis bermoto "Maaf tampaknya adalah kata tersulit", itulah sang konstanta.

Halo, Kakak Ilman dan Adik Zaidan...
Kelar juga baca buku ini setelah mandek lama. Hehe...



Sama penulisnya, buku ini digadang sebagai buku yang berdasarkan kisah nyata, pengalaman penulisnya sendiri. Konon, sneak peek-nya sering beredar di fanpage penulis. Cuma Bunda nggak ngikutin, sih, jadi ga begitu tau. Takutnya, kalo Bunda terlalu tahu cerita hidup penulis, Bunda nggak netral lagi dalam mereview bukunya. Bunda nggak tertarik dengan kehidupan pribadi penulis, makanya nggak follow twitternya maupun gabung di fanpagenya. Dengan begitu, Bunda bisa baca novel yang ini ya apa adanya yang tertuang di sini aja. Walaupun dibilang berdasarkan kisah nyata.

Jadi? Sepotong Kata Maaf ceritanya tentang apa?

Ceritanya bermula dari kekesalan Dewi yang pada saat acara ROM (penandatanganan perjanjian pernikahan) mesti menyaksikan suaminya, Jeremy Subroto, berfoto dengan sahabatnya, Lisa Hisman ~yang kemudian diberi julukan "ganjen"~ tanpa mempelai perempuan. Yang menambah kekesalan Dewi adalah posisi Lisa yang teramat dekat dengan Jeremy yang hanya tersisa sedikit aja ruang sehingga mereka nyaris nempel. Jeremy yang menganggap Lisa adalah sahabatnya, tentu nggak ngeh dengan kekesalan Dewi. Menurut Jeremy, ini wajar aja, karena mereka bersahabat. Sementara menurut Dewi, keluarga Dewi dan teman-teman Dewi, pose foto berdua seperti itu, tanpa mempelai wanita juga, bikin geger dan geram.

Dari situ, cerita berkembang ke berbagai alternatif kematian Lisa Hisman di dimensi yang berbeda. Gimana cara? Pake mesin waktu, dong...

Di cerita awal, Lisa dan Armand akan melangsungkan pernikahan, tapi gereja tempat mereka menikah dibom. Kemudian, Jeremy yang jenius itu, masuk ke mesin waktu ciptaannya untuk mencegah pengeboman terjadi, karena niatnya sih, menyelamatkan orang lain yang ga bersalah. Kalo Lisa doang yang mati ya biar aja. Kurang lebih gitu. Maka dimulailah kisah petualangan Jeremy Subroto melintasi berbagai dimensi lewat mesin waktu yang ternyata nyasar melulu. Yang jelas, ini bikin penulis leluasa membunuh Lisa Hisman di berbagai dimensi waktu dengan berbagai alternatif cara kematian :D

Kabarnya, sih, ini emang kisah nyata penulis pada saat dia dan suaminya meresmikan pernikahan mereka. Jadi, anggaplah, ini novel balas dendam buat mbak Lisa (nama sebenarnya) yang sudah membuat penulis murka.

Sebetulnya, ide time travel itu udah nggak aneh, sih. Jadi ya nggak ada yang istimewa banget dari novel ini. Yang jelas, sih, aura dendamnya nyampe banget ke pembaca. Kelewatan aja, sih, menurut Bunda... Dengan kata lain: lebay banget dendam kesumatnya.

Beberapa catatan yang sempet Bunda simpan tentang buku ini, ya...

1. Kalo dari sisi ide, terus terang Bunda nggak suka, apalagi "inspired from true story". Karena penulis memang berniat membunuh seorang Lisa Hisman di dalam novelnya sampai tujuh kali. Well, oke. Merasa kesal, benci karena seseorang telah "melukai" perasaan kita tuh wajar. Tapi, jauh lebih baik memaafkan duluan daripada "mengemis" permintaan maaf dari orang lain dan ketika permohonan maaf nggak kunjung datang, lalu memutuskan "membunuh" orang yang dibenci (meski) dalam bentuk cerita fiksi dalam berbagai alternatif itu cuma membuat penulis terlihat sama sekali nggak bermartabat. Sorry to say.

2. Bunda juga pernah merasa cemburu atau kesal sama orang. Tapi, Bunda percaya, memaafkan lebih dulu itu lebih bikin legowo dan nggak kepikiran, kok. Hidup jadi tenang dan nggak penuh dendam. Tips dari Bunda, daripada membenci seseorang lebih baik mengabaikan orang yang (tadinya) kita benci aja. Lebih enak dan ga musingin ke kitanya. Beneran, deh! Cobain aja. Ignorance is bliss :D

3. Dari sisi penceritaan. Hmm.. nggak ada yang berubah, sih, dibanding buku biru legendaris penulis. Apalagi kalo yang dimaksud dengan karakter Dewi di sini adalah penulis itu sendiri. Aura narsisnya udah over dosis, jauh melampaui narsisaurus syndrome-nya Gilderoy Lockhart. Bayangin narsisnya si Gilderoy Lockhart aja udah bikin muak, maka kalo ada orang lain yang narsisnya melampaui beliau, silakan takar sendiri standar kemuakan kalian.

4. Deskripsi karakter utama yang terus menerus diulang, bikin 300 halaman buku terasa seperti pemborosan. Karena, kayaknya kalo bisa dilangsingin, 150 halaman juga kelar. Bunda coba bandingkan cara penulis lain yang bukunya Bunda baca dan beberapa udah Bunda review di antaranya, rata-rata mereka nggak saklek mendeskripsikan karakter utama mereka kayak gimana. Ngalir aja di cerita, tapi kita sebagai pembaca, bisa langsung ngebayangin dan punya imajinasi sendiri mengenai karakter di cerita itu. Nggak rusak oleh deskripsi yang bener-bener text book dari penulis.

Sebagai contoh, semua pembaca serial Harry Potter pasti tahu gimana cerdasnya Hermione Ginger tanpa perlu disebutin berkali-kali kalo Hermione itu pinter, genius, penghafal cepat dan pelahap buku. Semua muncul lewat dialog-dialog yang cerdas dan ide-ide yang dicetuskan Hermione ketika mereka menghadapi masalah.

Atau, karakter Amal di buku Does My Head Look Big in This? Meski nggak disebutin segimana cantik, cerdas, penuh sopan santun dan punya kebaikan hati yang luar biasanya Amal, kita bisa tahu gitu aja (atau minimal ngebayangin, deh) melalui semua dialog dan ceritanya.

Masih banyak deh yang lainnya. Termasuk gimana kita bisa ngebayangin gantengnya Christian Grey di FSOG. Ga perlu deskripsi lengkap banget yang bakalan menghancurkan imajinasi pembaca.
Sementara di buku ini, penulis kek pengen ngasi tau pembacanya berulang-ulang, kalo Dewi itu cantik, sempurna, punya buah dada yang menggemaskan, pintar, kaya, tahu sopan santun, punya tata krama dan seterusnya.

5. Sebentar. Tadi Bunda bilang, berkali-kali disebutin Dewi itu cantik, sempurna, punya buah dada yang menggemaskan, pintar, kaya, tahu sopan santun, punya tata krama dan seterusnya, kan? Nah. Kalo iya, tahu sopan santun, punya tata krama, ini ada sesuatu yang bikin Bunda agak sakit kepala.
Dewi ini berkali-kali mengomeli suaminya dengan kata-kata, "kamu ini goblok atau goblok, sih, Mi?" Kalo seorang Dewi adalah seperti yang disebutkan berulang-ulang di atas, lalu bisa nyebut suaminya goblok berulang-ulang setiap dia merasa kesal pada suaminya yang kurang peka sama perasaannya, terutama terhadap kekesalannya pada Lisa Hisman, lalu gimana dengan perilaku orang yang nggak punya tata krama dan sopan santun, ya? *headspin*

6. Penulis berusaha keras banget buat terlihat kalo dia banyak banget pengetahuannya dengan memasukkan berbagai quote yang kadang nggak nyambung dengan konteks cerita. Trus, udah gitu, seakan-akan pengen bilang, bahwa pembacanya bodoh ga sepintar dia, ditulislah dua bahasa itu quote. Too much information, I guess.

7. Mengenai kalimat "innalillaahi wa inna ilaihi raaji'uun" yang oleh penulis disebut sebagai common phrase di Indonesia, rasanya Bunda harus luruskan dulu. Semoga ini memang karena ketidak tahuan penulis. Masukan Bunda buat penulis adalah penulis mau berteman dengan orang-orang penganut agama Islam, jadi bisa diskusi, minimal nanya-nanya, terutama yang berkaitan dengan doa.

Kalimat "innalillaahi wa inna ilaihi raaji'uun" adalah kalimat yang harus diucapkan (umat Muslim) ketika mendengar ada orang lain mendapat musibah atau dirinya sendiri mengalami musibah. Arti dari kalimat "innalillaahi wa inna ilaihi raaji'uun" adalah "to Allah we belong and to Allah we will return/kita milik Allah dan akan kembali kepada Allah."


Bolehlah sebut ini novel fiksi. Biarpun ini fiksi, menurut Bunda, sefiksi-fiksinya fiksi, tetep aja kalo ada informasi yang akurat tetep ga boleh dibelokin. Bunda banyak belajar dari komik atau novel. Jadi, sebaiknya emang informasi sepenting itu masuk sebagai bahan informasi buat pembaca, walau pun ceritanya fiktif. Kan penulisnya katanya pinter banget. Pasti risetnya udah dalem banget, dong, ya...

8. Bunda masih nggak habis pikir, kenapa Dewi bisa sedendam ini sampai "ngemis" dan melakukan berbagai cara supaya Lisa Hisman minta maaf. Kalo Lisa-nya nggak ngerasa berbuat salah, ya udahlah. Biarin aja. Tapi kalo sampai dibunuh dengan berbagai variasi, mending bikin novel thriller dengan judul "Tujuh Alternatif Pembunuhan Lisa Hisman", bukannya "Sepotong Kata Maaf".

9. Untuk ide masuk ke berbagai dimensi, okelah. Bolehlah. Tapi, kenapa hampir di semua dimensi yang bukan dimensi sebenarnya itu, Roger Gunawan muncul sebagai suami Dewi? Kok, kesannya, Dewi nyesel nikah sama Jeremy Subroto, ya? Kesannya, penulis pengen banget menikah dengan Roger Gunawan - if he is existing in this world. Atau emang ada orangnya? Soalnya dengan nulis nama semua karakter mirip dengan aslinya, apa itu nggak menyinggung perasaan suaminya? Sebelum menikah sampai sekarang, Bunda selalu dinasihati untuk menjaga perasaan suami, bertutur kata yang baik pada suami. Lah ini? Suami digoblok-goblok. Semoga kalian berdua kelak dapat istri yang selalu memuliakan suaminya. Aamiin. Biar pun Dewi secantik bidadari, kalo kata-katanya bau begitu... errrr... masih bisa disebut cantik dan sempurna?

10. Masih bingung dengan pola pikir Jeremy mau pun Roger sebagai laki-laki di dalam cerita ini. Gimana, ya. Boleh, deh, Bunda disebut ganjen atau genit karena mayoritas teman Bunda adalah laki-laki. Tapi keuntungan dari punya banyak teman laki-laki adalah: Bunda memahami cara berpikir mereka yang sama sekali beda banget dengan cara berpikir cewek. Tapi di cerita ini, cara berpikir semua orang di karakter, kecuali Lisa Hisman tentunya, sama banget dengan cara berpikir Dewi, termasuk cara berpikir para pria yang pro ke Dewi semuanya. Bunda sih, percaya dengan peribahasa Indonesia yang bilang, "lain ladang, lain belalang. lain lubuk lain ikannya." Jadi, beda orang ya beda isi kepalanya. Mau punya pengalaman yang sama persis plek kek apa pun, tetep aja pasti ada perbedaan pendapat dan cara berpikir. Apa lagi kalo makhluk bernama cowok itu datengnya dari Mars dan cewek itu datengnya dari Venus. Dua planet yang berbeda, kan? *apa maksudnya, coba?*

11. Salut sama pemakaian kata "menyeleweng" (sounds jadul, tuwek banget) sementara kebanyakan orang sekarang nulis kata "selingkuh" :D

12. Di akhir buku, sih, akhirnya Dewi bilang ke Jeremy nggak usah berusaha memperbaiki keadaan. Intinya, dia udah nerima gimana "keukeuhnya" Lisa yang nggak merasa bersalah berikut permohonan maaf yang ga kunjung dateng. Tapi, tetep aja, Lisa-nya dibikin mati yang otomatis nggak jadi menikah dengan Armand. Cuma agak bingung juga, di dimensi ke-7 tuh maksudnya Jeremy pulang ke dimensi asal apa gimana, sih? Soalnya kalo pulang, mestinya ga ke dimensi ke-7, dong? Apa ini maksudnya Jeremy dateng ke Jeremy di dimensi lain? Blunder :D

Tapi kesan yang ditinggalkan di akhir dimensi ini ditutup dengan manis banget, menunjukkan Dewi yang nggak mau memusingkan perkara Lisa lagi, yang udah lalu biarlah berlalu. Meski tetep, Lisa dibuat mati di sini, plus, dipermalukan (dikasih nama Tante Ganjen) di depan anak-anaknya yang sudah besar dengan alasan sebagai contoh. Kalo suatu saat Bunda mau nasihatin kalian mengenai memilih perempuan yang baik, Bunda nggak akan buka aib orang lain. Bunda akan kasih case aja, nggak perlu memperlihatkan foto-foto kenangan buruk yang tersimpan berabad-abad. Itu sama aja dengan menyimpan dendam dan mewariskan dendam pada anak-anak Bunda. Never. Bunda pun nggak pernah akan ngasih tau kalian kalo semisal Bunda punya orang yang Bunda benci. Karena rasa benci itu menular.

13. Sekarang, kira-kira di antara kumpulan kata ini:

pintar ramah goblok cantik kaya sopan goblok santun goblok cemerlang genius goblok tampan cerdas goblok lintas waktu goblok miliarder sempurna goblok tinggi menjulang goblok

sensasi apa yang kalian dapatkan saat baca kumpulan kata di atas? Kata apa yang bakalan paling nempel di kepala kalian saat membacanya? Kurang lebih, seperti itulah sensasi saat membaca novel ini.

14. Apakah review Bunda ini negatif? Hmm... terus terang, ya, suka heran kenapa review yang sifatnya mengkritik itu, kok, sama penulis dibilang review negatif dan yang nge-reviewnya dianggap haters? Karena Bunda bukan hater penulis, meski bukan juga fans berat penulis, Bunda benci kalo seandainya penulis sempat baca review Bunda ini langsung ngecap Bunda termasuk haters-nya. Daripada membenci orang, Bunda lebih suka mengabaikan orang. Membenci itu menguras energi. Keingetan terus dan bahkan malah jadi kenal lebih banyak, jauh lebih banyak dari porsi semestinya ketika membenci orang. Makanya, Bunda memilih mengabaikan ketika Bunda nggak suka sama orang lain. Jadi, energi Bunda ga perlu habis mikirin orang itu. Mending mikirin yang indah-indah aja dan menikmati semua yang indah daripada hidup penuh kebencian. Capek, bow...

Bunda nggak pernah bermaksud menulis review negatif. Dan ga pernah mendaftarkan diri jadi haters fanatiknya. Tapi apa yang Bunda tulis di atas hanya catatan Bunda mengenai apa yang udah Bunda baca aja dan cukup ngeganjel. Gitu aja, sih. Bunda tipe orang yang kalo suka akan bilang suka, kalo ga suka ya bilang ga suka. Titik. Yang jelas, Bunda baca dari awal sampai habis, bukan untuk menyerang penulisnya. Emang murni pengen baca. Titik.

Penulis yang baik akan nerima review sepedas apa pun dari pembacanya dan ga ngecap, "cuma pembaca". Jadi pembaca itu repot juga, kok. Bunda ngemodal buat beli buku ini. Pake ongkos kirim. Sampulnya beli juga. Bacanya makan waktu juga, karena perlu mood bener-bener baik biar ga marah-marah saat baca buku ini, karena seperti penulisnya bilang di blognya, "Orang yang baru pertama kali baca novelku bilang mereka suka banget, bukunya mudah dibaca, bisa merasakan emosi, bisa tertawa dan misuh-misuh saat membaca." Jujurly, kalimat yang Bunda tebalkan benar adanya. Bunda bisa tertawa dan misuh-misuh saat membaca, kok. Hihihi. Misuh-misuhnya bukan karena gemas pada Lisa atau Jeremy melainkan oleh pola pikir penulis. Tertawa karena apa, ya? Menertawakan kenarsisan penulis, mungkin? :D

15. Bunda nggak akan bertanya-tanya kenapa buku ini bisa ikut terpilih untuk diterbitkan di lomba Grasindo - Publisher Seeking Author (PSA) dari 630 naskah yang masuk. Bunda juga nggak akan mempertanyakan kriteria panitia. Tapi kalo naskah kayak gini bisa lolos, gimana dengan naskah yang ga lolos, ya?

16. Agak bingung dengan blurb-nya. Kok nggak nyambung sama keseluruhan cerita.
 





All in all, ma kasih buat penulis yang sudah meramaikan kancah pernovelan Indonesia. Termasuk segala kehebohan yang pernah ditimbulkan. Belajar dari novel ini, memaafkan itu jauh lebih simpel dan mulia ketimbang berharap orang lain menyadari kesalahannya pada kita sampai membuat kita berkali-kali memberi teguran supaya yang bersangkutan minta maaf (apalagi pake cara formal banget) bahkan sampe pengen membunuhnya sebanyak tujuh kali, meski itu hanya di dalam imajinasi. Heuheu... Demikianlah kisah Bunda bersama Sepotong Kata Maaf.

Pesan Bunda, sih, simpel aja. Kalo orang lain yang bersalah ke kita ga mau minta maaf, maafin aja duluan. Pahalanya lebih gede, kok, insya Allah. Daripada dendam sampe pengen matiin. Duh, kayak orang nggak bermartabat aja...

Love you both... Cheers...








Terusin baca - Kisahku Bersama Sepotong Kata Maaf

5 Mei 2014

Does My Head Look Big in This? by Randa Abdel-Fattah


Judul: Does My Head Look Big in This? - Memangnya Kenapa Kalau Aku Pakai Jilbab?
Penulis: Randa Abdel-Fattah
Alih bahasa: Alexandra Kirana
Editor: Meliana Simamora
Desain cover: Marcel A.W
Diterbitkan oleh PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan pertama, Juli 2007
Jumlah halaman: 352 hlm; 20 cm
ISBN-10: 979-22-3050-5
ISBN-13: 978-979-22-3050-5
Genre: Young Adult, Realistic Fiction, Religion - Islam, Teenlit, Cultural - Australian, Contemporary Fiction, Novel
Status: Punya. Beli seken dari tante Natnat.


Sekolah di sekolah swasta bergengsi di Australia sudah cukup berat tanpa harus memakai jilbab...

Apa yang bakal dikatakan teman-teman sekelas Amal hari Senin saat Amal berjalan masuk memakai jilbab untuk pertama kalinya? Wah, mereka pasti bakal ngeri. Memakai jilbab? Di depan anak-anak satu sekolah? SERIUS NIH?

Keputusan Amal untuk memakai jilbab membutuhkan banyak keberanian. Bisakah ia menghadapi prasangka, menjaga teman-temannya, dan masih menarik perhatian cowok paling ganteng di sekolah?

Kisah cewek ABG Australia keturunan Palestina-Muslim yang sarat dengan pesan keberanian dan ketulusan.


Halo, Kakak Ilman dan Adik Zidan...

Bunda baru kali ini, deh, baca teenlit terjemahan suasananya religius. Buku ini cerita tentang seorang Amal Mohamed Nasrullah Abdel-Hakim, baru satu semester pindah ke sekolah swasta bergengsi - McCleans, dari sekolah Hidaya - sekolah khusus Muslim, di mana di Hidaya, jilbab adalah bagian dari seragam, memutuskan untuk memakai jilbab full-timer. Maksudnya pakai jilbab full-timer itu adalah pakai jilbab baik keluar rumah, di rumah ketika ada non mahrom, dan bukannya pakai jilbab karena mau sekolah aja. 

Karena Amal tinggal di Australia yang multi kultural dan Islam bukan agama mayoritas penduduk, tentu ini menjadi sangat sulit. Masih banyak yang beranggapan bahwa jilbab adalah budaya Arab, bukan aturan agama Islam. Sulit karena sepertinya, memakai jilbab itu dianggap teroris. Muslim di negara dengan penganut agama Islam minoritas sering mendapatkan perlakuan rasis. Apalagi kalo menunjukkan identitasnya sebagai Muslim secara terang-terangan, terutama untuk kaum Hawa, dalam hal ini berhijab. Perlakuan rasis ini mulai dari dipanggil "ninja", dilihat secara jijik dari ujung kepala sampai kaki, atau bahkan diludahi dan dilecehkan secara seksual. Na'udzubillaahi min dzaalik.

Ini juga yang jadi pertimbangan Amal. Sejujurnya dia nggak mau jadi pusat perhatian, di mana setiap dia berada - setelah pakai jilbab - orang ngeliat dia sebagai alien, orang aneh, dan seterusnya. Tapi di satu sisi, dia ingin menaati apa yang diperintahkan Allah untuk perempuan yang sudah baligh, yaitu berjilbab. Bahkan, Mum dan Dad aja sempat menyarankan Amal untuk menundanya, karena khawatir nanti Amal mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan yang akan membuat Amal menjadi galau, mengingat Amal masih muda.

Amal punya sahabat-sahabat di McCleans, yang berbeda agama dengannya, Simone dan Eileen. Meski beda kepercayaan, mereka berdua sangat mendukung keputusan Amal untuk berjilbab. Sahabat Amal dari sekolah lama, Yasmeen dan Laila juga mendukung, dong. Selain itu, guru favorit Bunda, Mr. Pearce, mendukung keputusan Amal, bahkan dia meminjamkan ruangan kantornya selama sepuluh menit di waktu shalat, supaya Amal bisa melaksanakan ibadah shalat tepat waktu. Salut!

Di hari pertama Amal memakai jilbab ke sekolah, tentu saja, banyak yang memandang aneh sekaligus segan terhadap Amal, termasuk Adam Keane, cowok yang Amal suka. Bahkan kepala sekolahnya, Mrs. Walsh, mengira Amal memakai jilbab karena paksaan orangtuanya. Sampai-sampai beliau memanggil kedua orangtua Amal untuk membicarakannya. 

Sebenarnya cerita ini nggak hanya tentang seputar keputusan Amal berjilbab, tapi juga bagaimana dia mulai berteman dengan tetangganya yang sering memakinya, Mrs. Vaselli. Juga mengenai diet Simone. Mengenai Adam. Mengenai Tia Ramos. Mengenai Laila yang sering dijodohkan ibunya. Mengenai pamannya yang sok Australian. Dan masih banyak lagi.

Nah, itu sinopsisnya, ya. Kalo diceritakan semua jadi sopiler.

Pertama, Bunda pengen komentar dulu soal... cover. Duh! Sumpah! Ini covernya nggak banget buat sebuah teenlit! Padahal ceritanya catchy, menurut Bunda. Sayang banget, garapan covernya bikin orang malas melirik buku ini. Kayak ga jauh-jauh dari buku tutorial berhijab ala hijabers masa kini. 

Kedua, Bunda pengen komentar mengenai... terjemahannya. Errrr... Kaku sekali. Jadi gak enak bacanya. Bunda butuh waktu lama buat mencerna isinya. Nggak ngalir gitu. Padahal ini teenlit. Sayang banget, deh. 

Ketiga, meski kavernya nggak banget, terjemahannya kaku, Bunda suka semua tokoh di dalamnya. Amal yang pintar, cantik, pemberani dan juga penyayang. Semuanya tergambar dari keputusan-keputusan yang dilakukan Amal, juga semua yang dilakukan Amal. Bunda juga jadi sayang sama Simone, yang gak pedean, tapi dia berhasil menarik hati Josh, cowok terpopuler di sekolah.

Di luar kekurangan cover dan terjemahannya yang kaku, semua tokoh di sini adorable. Perkembangan ceritanya menarik, klimaks dan anti klimaksnya juga keren. Selain itu, yang Bunda suka di buku ini adalah, gimana cara bu Randa nerangin prinsip-prinsip di Islam tanpa terkesan menggurui, lewat keteguhan hati Amal. Suka, deh... 

Menurut Bunda, sih. Sebenernya layak dapet bintang 4. Kalo ga terganjal masalah kaver dan terjemahan, sih. Heuheu...

Bunda jadi pengen baca karya Randa Abdel Fattah yang lain, soalnya Bunda suka dengan style berceritanya.

Eh, btw, kirain bu Randa pake kerudung. Tapi pas brosing, ternyata orangnya ga jilbaban. Heuheu...

Sebetulnya, rencananya, review ini buat posting bareng BBI tanggal 29 April tema perempuan. Tapi, karena Bunda ga sempat menyelesaikannya, jadinya cuma buat YA Challenge aja, keknya. Hiks. Banyak absen acara BBI, nih, belakangan :(

Tetap semangat, ya...
Love you both... Cheers,



Terusin baca - Does My Head Look Big in This? by Randa Abdel-Fattah